Cerpen Muhammad Daffa: Tasbih Mujarobat

10.26 Zian 0 Comments

Cerpen Muhammad Daffa: Tasbih Mujarobat

Kyai Hasan memutar-mutar bebulir tasbih di tangannya seraya terus membaca ayat kursi di sebelah tubuh Tinah yang terbaring sekarat. Mata wanita paruh baya itu terus mendelik ke arah Marni, lalu terdengar ia berkata, “bakar kalung ekor monyet di lemariku! Hancurkan kalungnya, atau kalian akan celaka!”

***


Sebagai seorang yang disegani di seantero kampungnya, Tinah juga kerap dianggap sinting oleh anak sulungnya, Marni. Karena setiap malam jumat, ia melihat Tinah berbincang pada lukisan perempuan tua berambut tergerai di tengah rumah. Melihat kelakuan ibunya yang terus-menerus dalam keanehan, Marni mendatangi Kyai Hasan, guru ngajinya sejak belasan tahun.
“Ibumu dipengaruhi kekuatan setan, segera ajak dia bertaubat. Dan suruh untuk datang ke surau. Jangan ditunda-tunda, dan ingat, setan yang ada di tubuh ibumu adalah ilmu yang dipelajarinya dari hutan larangan!”
“Bagaimana Pak Kyai bisa yakin demikian adanya?”
“Ibumu adalah kawan seperguruan guruku di pesantren dulu. Seharusnya ibumu, Tinah, sudah tewas dalam pertarungan tak seimbang dengan beberapa orang perampok yang dulu menyamunnya di tengah jalan layang.”
Marni tersentak kaget. Karena ujaran Kyai Hasan memang benar adanya. Ibunya memang pernah dibegal lima orang perampok ketika pulang dari suatu tempat, dan waktu itu tengah malam. Menurut Marto, supir keluarga mereka, seorang perampok membacok tubuh ibu dengan celurit, tapi tak terluka sedikit pun.
“Lalu bagaimana caranya agar saya bisa menolong ibu?”
“Lekaslah kau suruh ibumu untuk datang kemari. Jangan lupa suruh ia salat dua rakaat terlebih dulu, karena aku akan mengusir kekuatan setan yang ada di tubuhnya.”

***

“Apa aku tidak salah dengar, Marni? Apa kau sudah gila karena nasihat kyai kampungan itu?”
“Tapi Kyai Hasan berniat untuk membantu ibu. Dia ingin ibu terlepas dari pengaruh jahat ilmu setan terlaknat itu.”
“Dengar, Marni. Ibu tidak akan sudi untuk datang ke surau Kyai Hasan! Dia tidak akan mampu mengusir kekuatan setan ini!”
“Mengapa ibu sangat yakin?”
“Hanya ada satu senjata gaib yang mampu mengusirnya, dan setelah itu tubuhku akan hancur tanpa sisa.”
Sampai di sini, Tinah menghentikan percakapannya dengan Marni. Ia kembali bergegas menyelesaikan pekerjaannya di dapur. Marni hanya bisa geleng-geleng kepala.

***

Tasbih di tangan Kyai Hasan bergetar hebat. Ia tahu benda inilah yang dulu digunakan gurunya, Kyai Jamal, untuk mengusir tujuh roh jahat yang menghuni badan almarhum istrinya, Siti Rohmah. Dan tasbih ini pulalah yang mampu menangkal racun gaib yang ditebarkan puluhan dukun berilmu tinggi dari kampung sebelah ketika kampung Ujung Tanduk sedang dalam perayaan musim panen.
Kyai Hasan yakin, tasbih ini jugalah yang akan membantunya untuk mengusir kekuatan setan dalam tubuh Tinah, ibu Marni. Tetapi ia merasa was-was, adakah tasbih bertuah ini masih berguna sebagaimana biasa? Sebab menurut Kyai Jamal, tasbih ini akan hilang pamor ketika usianya sudah memasuki empat dekade. Sekarang ia tak tahu, sudah di rentang usia berapa tasbih ini.
“Tasbih ini adalah kepunyaan-Mu juga ya Rabb, jika kekuatannya hilang, ia hanya pulang ke haribaan-Mu.”

***

Setiap datang maghrib, dan adzan sudah menggema di pelosok desa, tubuh Tinah selalu mengejang di atas ranjang. Matanya mendelik kesetanan, dan ia selalu menjerit dengan suara yang tak biasa. Bila keadaannya sudah begini, Marni akan memanggil pak Marto, untuk membacakan ayat kursi ke telinga Tinah. Setelah itu Tinah pun tertidur dengan nyenyaknya.
Peristiwa ini akan berulang pada malam harinya, ketika dentang jam sudah menunjukkan pukul 24.00. Tubuh Tinah kembali mengejang dengan mata mendelik ke langit-langit kamar. Tinah meracau kepada Marni dengan suara yang parau, “Bakar kalung ekor monyetnya! Bakar! Bakar! Atau kuhancurkan seluruh keluargamu!”

***

Kyai Hasan mengangguk-anggukkan kepala mendengar penjelasan Marni. Ia terdiam beberapa lama, lalu berkata dengan suara lirih, “Ibumu harus segera dibawa ke surau di pesantren. Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan juga padanya. Ibumu harus ikhlas membuang ilmunya!”
“Bagaimana mungkin saya bisa meyakinkannya, Pak Kyai? Ibu tetap tidak akan mau.”
“Bawa tasbih ini senantiasa. Tasbih ini dinamakan Mujarobat. Sebab tuahnya sangat luar biasa. Hati-hati jika menggunakannya. Jangan lupa, baca ayat kursi sebelas kali sebelum dikalungkan di leher ibumu, jika ia kembali bertindak seperti yang sudah-sudah.”
Tasbih mujarobat kini dalam pegangan Marni. Tasbih yang menurut Kyai Hasan mampu menangkal pengaruh ilmu jahat dalam tubuh ibunya.

***

“Untuk sementara, Tasbih mujarobat sebagai penangkal ibumu bila sakitnya kambuh. Ada banyak hal yang harus saya persiapkan untuk proses ruqyah ibumu beberapa hari lagi.”
Marni masih jelas mengingat ucapan terakhir Kyai Hasan sebelum pulang dari rumahnya sore itu. Dan kini ia bersama Tasbih mujarobat. Tasbih yang konon mampu mengatasi beragam gejala gaib. Dan tak bisa gegabah, karena tuah tasbih akan menyerang balik si pengguna bila digunakan secara sembarangan tanpa basmalah.

***

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kyai Hasan kembali datang ke kediaman Marni dan Tinah, dengan membawa belasan muridnya dari pesantren.
“Mana tasbihnya?”
Ditanya demikian, Marni gelagapan. Sebab Tasbih mujarobat telah raib dari tangannya. Semalam, ia mengalungkan benda itu di leher Marni, dan lupa membaca basmalah, juga ayat kursi.
“Dan ibu saya juga menghilang, dia lari ke arah utara. Sepertinya ke rumah Ki Sentanu.”
“Sentanu? Siapa dia?”
“Guru ibu sejak puluhan tahun silam. Tak bisa mati, karena memiliki ilmu setan yang sama dengan ibu.”
Kyai Hasan memejamkan mata. Ia harus bersiap dengan segala kemungkinan yang bakal terjadi dan menimpa dirinya, berikut murid-muridnya. Tanpa Tasbih mujarobat, semua upayanya akan sia-sia belaka. Dan Tinah tak akan tertolong.

***

Tinah tergopoh mengetuk pintu rumah Ki Sentanu. Ia bingung harus bagaimana mengatasi tasbih yang terkalung di lehernya. Karena sedari tadi tasbih mujarobat itu demikian mencekik batang lehernya.
“Meludahlah ke ubin rumahku, Tinah! Tuah benda itu telah kembali. Selama Kyai Hasan belum datang kemari, pengaruhnya akan melemah. Kita harus musnahkan benda terkutuk itu!”
Ki Sentanu menyentaknya dari arah belakang. Membuat Tinah tertegun.
“Sudah lama kau tidak kemari, Tinah. Dan tasbih itu, ya, tasbih itu. segera lepaskan dengan cara yang sudah kukatakan tadi!”

***

Rombongan Kyai Hasan terhalang hujan untuk berangkat ke Hutan Larangan. Maka mereka pun menghentikan perjalanan.
“Sudah sejauh ini, Marni, di mana gerangan gubuknya berada?”
“Saya haqqul yakin, Pak Kyai, jika gubuknya sudah terlihat dari tempat ini, tapi kenapa sedari tadi yang terlihat hanya hamparan ilalang dan pohonan yang semakin lebat kanan-kiri?”
“Saya dapat merasakannya, Marni. Ki Sentanu telah menutup hutan ini dengan pengaruh ilmu hitamnya yang berlipat lebih kuat dari biasa. Mari kita laksanakan salat maghrib di sini, karena senja telah condong. Mudah-mudahan dengan salat dan doa bersama, kita bisa menyibak kekuatan gaibnya.”

***

Ki Sentanu tertawa gembira melihat kebingungan rombongan Kyai Hasan yang berjam-jam keliling hutan hanya untuk mencari gubuknya. Kini ia merasa puas. Dirinya tak akan ditemukan. Tapi betapa tertegunnya ia manakala Kyai Hasan telah berdiri di ambang pintu gubuknya yang setengah terbuka.
“Sudahi main-mainmu, Sentanu! Aku telah datang bersama seluruh Kyai di pesantren!”
Tinah yang sedang bersemedi di halaman belakang pun merasa terusik. Matanya semerah darah.

***

“Mana kesalehan yang dulu kau tunjukkan selagi belajar di surau? Apakah sudah tak tersisa lagi di jiwamu, Sentanu?!!”
Ki Sentanu terdiam seribu bahasa. Ia malah balik bertanya, “Mungkinkah aku kembali ke jalan tuhanmu, Hasan? Aku sudah terjebak pada ilmu ini, dan teramat sukar untuk kulepaskan kembali.”
“Kau bisa lepas dari ilmu itu jika tasbih mujarobat kau serahkan lagi ke tangan kami. Tasbih itu telah padam daya tuahnya!”
Mendadak, Tinah muncul dari arah belakang gubuk. Membawa sebilah belati perak dan terlihat jelas tasbih mujarobat terkalung di lehernya.

***

Tinah menyerang Kyai Hasan dan murid-muridnya. Tapi Marni telah menahannya terlebih dulu dengan bacaan ayat-ayat suci. Tinah rubuh ke tanah. Ia kembali kejang-kejang sebagaimana biasa. Ki Sentanu merebut belati dari tangan Tinah dan menikamkannya ke dada Kyai Hasan. Namun tak bisa. Ada kekuatan lain yang melindungi upaya rombongan pesantren dalam membebaskan Tinah. Ki Sentanu kembali mencobanya. Tapi gagal. Ada angin kencang yang seolah-olah menghempasnya ke belakang. Ketika kembali untuk coba menyerang Kyai Hasan, tubuh Ki Sentanu ambruk bersimbah darah di atas tanah. Lalu terbakar tanpa sebab yang pasti. Kyai Hasan menduga, jika pengaruh tasbih mujarobat telah kembali sebagaimana biasanya.
Sementara Marni dan beberapa murid Kyai Hasan berhasil mengikat tubuh Tinah di atas dipan dalam gubuk Ki Sentanu.

***

Kyai Hasan terus memutar-mutar bebulir tasbih mujarobat di tangan kanannya, diiringi lantunan ayat kursi. Sementara tubuh Tinah yang nyaris sekarat karena telah memucat, masih saja tampak gagah menahan ilmunya, dengan mata mendelik, berkata pada Marni, “Bakar kalung monyet itu! Atau kalian akan celaka! Bakar kalung monyetnya! Atau kalian akan binasa tanpa sisa!”
Kalimat itu terus diulang-ulang Tinah hingga akhirnya segumpal asap menyeruak keluar dari ubun-ubunnya. Asap yang menggumpal diseling gelak tawa cekikikan. Kyai Hasan melempar tasbih mujarobat di udara untuk menangkap segumpal asap itu. tasbih berputar-putar cepat di langit-langit gubuk dan mengurung pergerakan asap, lalu pecah di luar gubuk. Berserakan di atas tanah.

***

Merasa ibunya sudah benar-benar pulih, Marni berniat mengajak Tinah jalan-jalan ke luar kota. Dengan ijin Kyai Hasan, gurunya, akhirnya dua beranak itu pun bergegas ke luar kota di Senin pagi. Karena menurut Marni, ia masih ada cuti kerja.
Di sepanjang perjalanan, Marni melihat bayangan Ki Sentanu pada jok belakang mobil. Sehingga ia sempat menengok beberapa kali. Ketika Tinah yang berada di sampingnya menegur, Marni langsung terperanjat dan berkata tidak ada apa-apa. Ketika menatap wajah Tinah, bulu kuduk Marni meremang. Sebab yang dilihatnya pada saat itu adalah wajah bopeng yang dipenuhi borok dan nanah di sana-sini.[]


Surabaya, 26 Desember 2017

Sumber:
Radar Banjarmasin, 14 Januari 2018
https://lakonhidup.com/2018/01/14/tasbih-mujarobat/

0 komentar: