Cerpen Iwan Yusi: Juru Tulis
Matahari baru saja mengurak senyum. Kayi Busra menghirup udara sepenuh rongga paru-parunya, hingga ia tampak sangat lega. Lalu perlahan ia menyulut sebatang kretek sambil duduk bersandar di tiang pelataran. Sesekali tatap matanya menerawang, seperti jauh ke masa silam, masa ketika ia masih muda di desa tempat kelahirannya ini. Di sekelilingnya duduk-duduk pula beberapa keponakannya sendiri, dan anak-anak remaja tetangga sekitar. Mereka asyik mengobrol seputar pengalaman Kayi Busra setelah selama lebih empat puluh tahun tak pulang-pulang ke kampung halaman tanah tumpahan rindu.Sanak keluarga menyambut hangat dan gembira kedatangan Kayi Busra. Kehangatan sangat terasa sejak kepulangan lelaki tua itu seminggu yang lalu, ramai warga berdatangan mengajaknya berbincang-bincang atau sekadar ingin tahu bagaimana raut rupa Kayi Busra sekarang. Terlebih-lebih bagi anak-anak remaja yang sama sekali tak pernah kenal dengan orang tua itu. Kecuali dari mendengar cerita orang-orang tua mereka, apa sebab Kayi Busra harus meninggalkan kampung halaman dan sanak keluarganya hingga berpuluh- puluh tahun lamanya.