Cerpen Sandi Firly: Dicari; Pencuri Tiga Telur Angsa
Pagi itu, warga kampus terbesar di Kota Air mendadak heboh. Di setiap papan pengumuman fakultas terdapat selebaran yang tak lazim, yakni sebuah sayembara Dicari: Pencuri Tiga Telur Angsa.Orang jahil telah mencuri 3 butir telur angsa di open space ULM. Angsa ini sudah 30 hari puasa mengerami telurnya yang sudah dicuri. Tolong bantu menemukan pencurinya. Hadiah satu juta rupiah bagi yang bisa membawa pencurinya kepada saya.*
Ttd
Rektor
Tulisan ”Ttd Rektor” yang tertera di akhir pengumuman itu pula yang kian membuat mahasiswa dan dosen bertanya-tanya. Meskipun di sana tidak tertulis nama jelas Pak Rektor.
”Apa memang benar Pak Rektor yang membuat sayembara ini?”
“Kalau bukan, memangnya ada yang berani menggunakan jabatan Rektor?”
”Tanda tangannya memang tanda tangan Pak Rektor.”
”Tanda tangan kan bisa ditiru...”
”Memangnya ada yang berani memalsukan tanda tangan Pak Rektor untuk bikin sayembara seperti ini?”
”Kalau sayembara ini memang benar dibuat oleh Pak Rektor sendiri, pasti ada maksud tertentu…”
”Maksudnya, ya... agar pencuri telur itu tertangkap.”
”Bukan hanya itu, pasti ada agenda khusus Pak Rektor di balik sayembara ini...”
”Oohh...”
Begitu perbincangan antar mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di depan papan pengumuman. Sekejap saja, beberapa mahasiswa itu kemudian membuat kelompok-kelompok untuk mendiskusikan lebih lanjut sayembara yang dibuat Pak Rektor. Dari yang diskusi setengah serius, sampai yang sangat serius hingga membuka buku-buku teori politik segala.
Perbincangan para mahasiswa Fakultas Ekonomi agak berbeda. Mereka lebih banyak membicarakan nilai rupiah yang disiapkan Pak Rektor apabila berhasil menemukan dan menangkap si pencuri tiga telur angsa.
”Dapat satu juta, lumayan juga ya...”
”Lumayan, bisa buat uang saku sebulan.”
”Tapi kalau yang menemukan berdua, ya bagi dua dong... Cuma lima ratus ribu.”
”Apalagi kalau berempat, sisa dua ratus lima puluh ribu.”
”Jangan hanya melihat duitnya saja. Niatkan juga buat bantu Pak Rektor yang mungkin sedang sedih tiga telur angsanya dicuri.”
Lain lagi dengan mahasiswa-mahasiswi di Fakultas Hukum. Mereka mengira-ngira apa hukuman yang akan diberikan Pak Rektor kepada pencuri tiga telur angsa bila berhasil ditangkap. Mulai sanksi dari kampus, hingga kemungkinan bisa saja dibawa ke kantor polisi.
Hanya para mahasiswa yang mengambil Mata Kuliah Filsafat yang lebih banyak diam. Mungkin mereka merenungkan hubungan antara sayembara, Pak Rektor, pencuri, dan tiga telur angsa sebagai sebuah kausalitas yang sebenarnya tidak sesederhana seperti yang terlihat. Pasti ada sesuatu yang sangat besar di balik pengumuman sayembara yang telah mengguncang alam sadar mereka sepagi itu.
Sementara para dosen memperbincangkan sayembara itu dengan lebih santai. Mereka masih lebih tertarik mendiskusikan gaya kepemimpinan Gubernur Provinsi yang kerap berbaur di masyarakat mulai membersihkan parit, baca puisi dan bermain teater, hingga nyanyi dangdut bersama warga pinggiran. Atau juga membicarakan Walikota ibukota provinsi yang lagi gencar bersih-bersih sungai dan mewarnai rumah-rumah penduduk tepi sungai meniru negara lain. Tak ketinggalan juga sidang kasus pembunuhan kopi sianida dan Pilkada ibukota negara.
***
Pagi hari sebelumnya, selepas shalat subuh Pak Rektor jalan-jalan di lingkungan kampus. Kebiasaan yang dijalaninya semenjak terpilih menjadi rektor sekitar dua tahun lalu. Ia berkeliling kampus tercinta sembari berpikir apa yang bisa dilakukannya untuk membuat lingkungan kampus semakin nyaman dan indah. Pengalamannya ke berbagai kampus di banyak negara menjadi perbandingan dan model untuk bisa diterapkan di lingkungan universitasnya sendiri.
Setelah membuat pintu gerbang kampus yang lebih kokoh, yang masih dalam proses penyelesaian dan penataan adalah kolam dan ruang terbuka. Penyiringan beton kolam sudah selesai, begitu juga gazebo-gazebo yang bisa digunakan para mahasiswa untuk bersantai atau berdiskusi. Pohon-pohon yang lebih cepat besar mulai ditanam untuk menambah asri kawasan kampus yang terletak tak seberapa jauh dari pusat kota itu. Iklim kota yang cenderung panas menyengat, memang mengharuskan perlunya diperbanyak pohon-pohon besar agar semakin sejuk dan rindang.
Dan pagi itu, ketika merenung di tepi kolam sembari menatap kembang-kembang teratai, Pak Rektor teringat dengan angsa yang beberapa waktu lalu bertelur di salah satu sudut kolam. Ia memang sengaja memelihara beberapa ekor angsa. Telah terbayang di benaknya, betapa akan semakin indah pemandang kolam dengan angsa-angsa yang melincir beriringan bersama anak-anaknya.
Tapi, betapa jengkel hati Pak Rektor ketika mendapati tiga telur angsa yang beberapa hari sebelumnya telah dierami sang induk sudah tidak berada di tempatnya semula. Hilang. Hanya ada induk angsa yang juga tampak seperti kebingungan karena telurnya raib. Pasti ada yang mencurinya, geram hati Pak Rektor.
Seharian itu Pak Rektor menjadi murung. Ia tidak saja merasa kesal karena impiannya melihat anak-anak angsa berenang tak akan terwujud, tapi juga merasa kasihan dengan induk angsa yang telah kehilangan tiga telurnya. Ia pun berpikir untuk berbuat sesuatu. Pencuri telur angsa itu harus ditemukan. Walaupun dia tidak tahu pasti apa yang akan dilakukannya terhadap pencuri itu bila berhasil tertangkap—termasuk juga bila kemungkinan telur yang dicuri itu telah dijual atau dimakan si pencuri, setidaknya ia ingin melihat wajah si pencuri. Ada rasa penasaran, seperti apakah wajah seorang pencuri tiga telur angsa?
Malam harinya, ide itu pun muncul. Membuat sayembara menemukan pencuri tiga telur angsa dengan iming-iming hadiah satu juta. Pak Rektor merasa yakin sayembara ini akan berhasil. Para mahasiswa pasti akan tergerak untuk membantu menemukannya. Akan lebih mudah lagi menemukan si pencuri, apabila pencurinya adalah mahasiswa di kampus sendiri—pasti akan ada mahasiswa teman si mahasiswa pencuri yang akan melapor ke satpam kampus untuk menangkap mahasiswa pencuri tiga telur angsa itu.
Jadilah Pak Rektor membuat selebaran sayembara untuk menemukan si pencuri tiga telur angsa, yang diprintnya sendiri di ruang kerjanya. Dan pagi-pagi sekali, seusai shalat subuh, ia menempelkan sayembara itu di kaca-kaca papan pengumuman setiap fakultas.
Begitulah kehebohan pagi itu terjadi.
***
Sehari, dua hari, hingga hari kelima, Pak Rektor tidak juga melihat ada yang masuk lewat pintu ruang kerjanya dengan membawa pencuri tiga telur angsa. Padahal ia telah menyiapkan uang satu juta sebagai hadiah di dalam laci kerjanya.
Pak Rektor berpikir lagi. Barangkali pencuri telur angsa itu tidak akan bisa ditemukan. Atau, mungkin saja ada yang mengetahui siapa pencurinya, tapi tidak berani menyerahkannya. Ia juga membayangkan, bahwa si pencuri telur angsa itu masih berkeliaran bebas di lingkungan kampus, dan bisa saja akan berupaya melakukan pencurian lainnya—termasuk juga kemungkinan akan mencuri telur angsa lagi bila induk angsa bertelur kembali.
Tidak bisa dibiarkan, pikir Pak Rektor. Harus lakukan sesuatu.
***
Kehebohan pun terjadi lagi di lingkungan kampus. Kali ini sebuah sayembara baru yang kembali dikeluarkan oleh Pak Rektor. Meski masih tetang pencuri tiga telur angsa, namun dengan redaksi atau bunyi sayembara berbeda.
Serahkan Diri, Diberi Rp 1 Juta
Kepada pencuri tiga telur angsa di open space ULM, bila Anda mau menyerahkan diri ke ruangan rektor, saya akan memberi Anda uang satu Rp 1 juta. Dan saya menjamin, Anda tidak akan mendapatkan sanksi atau hukuman apa pun. Saya hanya ingin bertemu Anda.
Ttd
Rektor
Membaca pengumuman itu, para mahasiswa ilmu sosial dan politik menjadi kebingungan dengan arah pemikiran Pak Rektor. Mahasiswa ekonomi berhitung, di mana untung ruginya dengan sayembara yang semakin tak lazim ini. Sementara mahasiswa kuliah filsafat bertambah sadar bahwa tak ada yang berlaku tetap dalam dunia ini, semuanya selalu masuk dalam lingkaran pertanyaan, tak terkecuali tentang Pak Rektor, pencuri, dan tiga telur angsa. Para dosen, seperti biasa, lebih suka membicarakan hal-hal besar yang terjadi di provinsi dan negeri ini.
***
Dan pagi berikutnya, di sebuah kost sempit, usai menyantap mie instant dengan telur angsa terakhir yang dicurinya, si pencuri termenung di depan kamar kost. Semenjak kemarin siang, usai membaca pengumuman sayembara Pak Rektor, ia bimbang. Bila beberapa hari ini ia lebih banyak sembunyi, sekarang ia terpikir untuk menyerahkan diri. Hadiah uang satu juta itu cukup besar bagi dirinya. Setidaknya dia bisa melunasi bayaran kost satu bulan ke depan dan sisanya untuk bertahan makan.
Setelah berpikir agak panjang, akhirnya si pencuri tiga telur angsa itu siap dan mantap untuk menyerahkan diri kepada Pak Rektor.
Siang itu, berdirilah si pencuri tiga telur angsa di depan meja Pak Rektor. Sesiap apa pun ia menghadap, tetap saja tidak bisa menahan degup keras jantungnya.
Sejak pertama melihat pemuda kurus itu memasuki ruang kerjanya, Pak Rektor sudah yakin pemuda ini ingin menyerahkan diri sebagai pencuri tiga telur angsa. Dan karenanya sengaja membiarkan pemuda itu berdiri beberapa saat di hadapannya.
”Sa... saya, Pak...,” pemuda itu akhirnya bersuara agak terbata.
”Eehe..,” gumam Pak Rektor, sengaja membiar pemuda itu memulai pembicaraan.
Dengan kedua jari-jari tangan saling berpilin menahan gugup, pemuda itu pun mengaku. ”Saya, Pak, pencuri tiga telur angsa itu...”
”Oh ya...,” sahut Pak Rektor, dengan nada terkejut yang dibuat-buat.
”Iya, Pak...”
”Lalu?”
”Lalu..., ya... sesuai isi sayembara Bapak...”
”Oo.. iya, iya, saya ngerti,” sela Pak Rektor cepat. ”Kamu ingin mendapatkan hadiah satu juta karena telah menyerahkan diri, kan..?”
”I..iya, Pak...,” sahut pemuda dengan senyum kecut.
”Baiklah...” Pak Rektor lantas membuka laci, mengambil uang satu juta yang memang telah disiapkan. Lantas meletakkannya di atas meja. ”Silakan ambil...”
”Saya ambil, Pak...?” tanya pemuda itu ragu, setengah tak percaya dia dengan mudah mendapatkan uang satu juta itu. Sudah dapat tiga telur angsa, diberi uang satu juta pula.
”Iya, ambil... Saya tidak akan ingkar dengan janji saya,” ucap Pak Rektor.
Pelan-pelan pemuda menuju meja Pak Rektor, dan mengambil uang satu juta di atas meja. ”Terima kasih, Pak..,” ucapnya sambil berpaling hendak permisi.
”Tunggu..!” tahan Pak Rektor.
Dan seketika itu, dengan cepat Pak Rektor bergerak menangkap tubuh pemuda dengan kedua tangannya. Tubuh Pak Rektor yang cukup besar membuat pemuda kurus tak berkutik. Uang satu juta di tangannya pun terlepas ke lantai.
”Ke.. kenapa, Pak?” suara pemuda terdengar gugup dan tersengal-sengal. Wajahnya pucat.
”Kamu saya tangkap!” Pak Rektor lantas mendudukkan pemuda kurus itu di kursi depan meja kerjanya.
Setelah memungut uang di lantai, Pak Rektor duduk di kursinya. Kejadian pembekukkan sekejap itu tak urung membuat napasnya ngos-ngosan juga.
”Uang saya, Pak...,” pemuda itu menunjuk uang yang telah berpindah di tangan Pak Rektor.
”Heeehh...” Sejenak Pak Rektor menghela napas. ”Kamu masih ingat sayembara pertama yang saya umumkan?” tanyanya kemudian.
”I..iya, Pak...,” sahut pemuda agak bingung.
”Apa bunyinya?”
”Bunyinya...,” berpikir sejenak, “barangsiapa bisa membawa pencuri tiga telur angsa kepada Bapak, akan mendapatkan uang satu juta.”
”Nah, itu... Saya tidak dan belum membatalkan sayembara pertama itu. Dan sekarang saya barusan membawa dan mendudukkan pencurinya, yaitu kamu, ke depan meja saya. Jadi, uang satu juta ini kembali menjadi milik saya.”
Pemuda kurus melongo sambil menggaruk kepala macam patung bekantan di tengah kota. Terlihat bodoh. Dari mulutnya hanya keluar suara pelan dan menyedihkan, ”Ooohh...”
Pak Rektor tak peduli. “Karena saya telah mengetahui dan menemukan pencuri tiga telur angsa, sekarang silakan tinggalkan ruangan saya. Kamu tidak akan mendapat hukuman atau sanksi apa pun. Dengan demikian, saya telah menepati seluruh janji saya dalam sayembara.”
Di bawah terik matahari siang itu, pemuda si pencuri tiga telur angsa berjalan gontai di tepian kolam ruang terbuka kampus. Ketika melewati angsa yang telurnya ia curi, si pemuda bertambah malu dan sengsara—karena ia merasa angsa itu terus menatapnya dengan pandangan yang begitu curiga.[]
Banjarbaru, 29 September 2016
*) Dikutip utuh dari Status Facebook akun Sutarto Hadi, Rabu (28/9/2016)—yang sekaligus menjadi ide cerpen ini. Kecuali “Ttd Rektor” yang ditambahkan sendiri oleh pengarang.
Sumber:
https://web.facebook.com/notes/sandi-firly/dicari-pencuri-tiga-telur-angsa/1286055408091981
0 komentar: