Cerpen Kayla Untara: Sindrom Jakpar!

16.53 Zian 0 Comments

Geger!
Itulah terjadi beberapa waktu ini di seluruh kota. Mulai dari warung-warung, masjid-masjid, pasar, dan terminal, hampir semuanya membicarakan hal yang sama. Tak kenal waktu pagi, siang, sore, atau malam, pokoknya  di tiap kesempatan pasti membahas sesuatu yang saat ini menggegerkan kota. Mulai dari tukang becak sampai pegawai negeri tak ketinggalan ikut andil meramaikan suasana. Topik kali ini benar benar menjadi isu hangat bagi masyarakat di Kabupaten Dudul terutama. Bukan membicarakan lipsing Keong Racunnya Shinta dan Jojo yang lagi hot dan memenuhi pemberitaan di Tv.
Seperti siang ini, dimana matahari menampar keras jalanan dengan teriknya. Terjadi sebuah pembicaraan beberapa pengunjung warung Ijum sembari menikmati dinginnya minuman es dan gorengan.
“Rupanya semakin parah saja, bang…” kata lelaki berkopiah haji membuka pembicaraan.
“Iya, hal ini sudah tak bisa di cegah lagi. Sudah mewabah kayaknya…” seorang tukang becak juga ikut menambahkan.

Mendengar pernyataan dua orang tadi, pengunjung warung lain ada yang mengangguk-angguk dan sebagian lagi geleng-geleng kepala dengan pikiran yang sama. Sikap mengiyakan dan menyayangkan sekaligus mempertanyakan kenapa hal ini bisa terjadi.
“Saya khawatir wabah ini akan menjangkit ke kita. Bisa gawat nanti, padahal kita kan hanya rakyat jaba yang tak tahu apa-apa…” lelaki berkopiah melanjutkan bicara.
Kembali tak ada yang menanggapi. Kebisuan sementara tercipta di antara mereka.

***

Jalanan makin penuh dengan atribut-atribut kampanye para calon anggota dewan. Dengan beragam bahasa politiknya mereka tampil dalam bentuk spanduk, baliho dan poster yang menyaingi iklan operator seluler. Ditambah dengan bentangan spanduk yang berjubel di antara tiang listrik melintang di tengah jalanan.
Masa kampenye ini dimanfaatkan betul-betul oleh mereka yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan. Beragam slogan, visi dan misi, jargon serta ajakan-ajakan khas kampanye dituliskan dengan bahasa yang semenarik mungkin demi maraup suara. Tak ketinggalan pula bagi seorang caleg bernama Jakpar Tipang, S.Hut.
Jakpar bermaksud mengadu untung dengan aktif sebagai anggota partai hingga mengharapkan bisa berkesempatan untuk menjadi calon anggota legislatif di kota Dudul ini nantinya. Beragam persiapan sudah dilaksanakan sejak sebelum masa kampanye hingga berakhirnya jadwal kampenye resmi. Jakpar ini dikenal sebagai sosok muda yang aktif dalam bermacam kegiatan, tokoh muda yang low profile, merasa punya modal awal dan keyakinan, akhirnya mencapai puncak ambisinya menjadi seorang anggota legislatif di kota Dudul, bahkan dalam perjalanannya sebagai anggota dewan baru, serta merta didaulat menjadi ketua dewan! Tak tanggung-tanggung, jabatan prestisius telah disandangnya.
Begitu pelantikan dilaksanakan, maka sejak itu Kabupaten Dudul ini memiliki wakil rakyat yang sebagian besar adalah wajah-wajah baru. Dengan harapan juga hal ini diisi semangat-semangat baru. Apalagi dengan beragam visi-misi yang telah disampaikan semasa kampanye begitu berapai-api serta menjanjikan perubahan bagi masyarakat di Kabupaten Dudul ini. Jakpar pun juga sangat menikmati status barunya sebagai anggota dewan.
Ironisnya, justru tak lama sejak itulah wabah ini mulai terjadi. Sejak para anggota dewan mulai memasuki dunia kerja sebagai wakil rakyat beserta fasilitas wow-nya.
“Bapak kenapa? Kok kelihatan pucat?” Tanya seorang kerabat yang kebetulan mampir ke ruang ketua dewan.
Jakpar yang ditanya malah menggeliat tak karuan. “Iya nih, saya juga heran kok ada rasagak sehat begini, ya?”
“Baiknya bapak istirahat dulu sementara, mungkin kecapaian karena terlalu banyak melayani masyarakat…” Jilat si kerabat yang ternyata seorang pengusaha konstruksi lokal.
Rupanya saran si kerabat tadi dijalankan oleh si Jakpar. Beberapa hari si Jakpar tak masuk kantor dengan alasan tak enak badan. Padahal baru seumur terong menjalankan rutinitas sebagai wakil rakyat.

***

Istirahat yang dilakukan Jakpar rupanya tak juga berhasil menghilangkan rasa tidak enak badannya, niat untuk memulihkan justru malah dirasakannya semakin parah. Seperti hari ini, Jakpar mesti menghadiri rapat pembahasan di gedung dewan, apalagi statusnya sebagai ketua menjadi panutan bagi anggota yang lain.
Namun begitu keluar rumah dinas, mulailah dirasakannya penyakit yang sesungguhnya. Jakpar yang dulunya bersahaja dan dikenal sebagai sosok muda, kini seakan tak berdaya. Jakpar Tipang, S. Hut yang pada masa awal jabatannya sebagai anggota legislatif lebih memilih naik motor pribadi pergi ke kantor kini mulai merasakan ada semacam ketidakberdayaan lagi.
Begitu Jakpar hendak membawa tas kerja, tangannya serasa kaku dan tak kuat. Padahal tas kerja itu ringan sekali, isinya pun hanya berupa lembaran map dan kertas. Tapi Jakpar berusaha untuk mengangkatnya, tangannya serasa tak kuat, terasa lumpuh.
“Kenapa ini?” Jakpar bertanya pada dirinya sendiri.
Setelah dicoba beberapa kali tak bisa mengangkat tas lagi, akhirnya seorang staffnya yang membawakannya menuju mobil dinas yang telah terparkir di halaman menggantikan motor yang dulunya menjadi kendaraan utamanya ke kantor.
Rupanya tangan si Jakpar secara tiba-tiba mengalami sesuatu kelumpuhan aneh. Bahkan ketika ingin membuka pintu mobil pun, kedua tangannya tak sanggup. Tapi ketika melakukan hal yang lain, tangannya masih mampu dan bertenaga seperti biasa. Kenyataannya, kembali si staff tadi yang membukakan pintu mobil dan menjadi sopir dadakan menuju kantor.
Seperti itulah yang terjadi setiap harinya kemudian. Jakpar yang dulunya bisa membawa tas dan membuka pintu mobil sendiri, kini digantikan oleh seorang staff yang merangkap menjadi sopir pribadinya. Tidak lama penyakit yang diderita si Jakpar rupa-rupanya mulai bereaksi ke orang lain. Penyakit itu mulai mewabah dan menjangkiti anggota dewan lain. Satu persatu dari anggota dewan itu mengalami kelumpuhan tangan yang aneh sebagaimana yang dirasakan sang ketuanya.
Semakin hari semakin parah nampaknya. Semula hanya tangan yang lumpuh, kini penyakit itu menyerang anggota tubuh lain. Jakpar merasakan telinganya menjadi tuli pada saat-saat tertentu. Dan hal itu menjangkit pula ke anggota lain, hingga semua anggota dewan di kota Dudul ini menjadi tuli. Tak berapa lama menyerang kembali ke organ lain, mulai mata yang semakin kabur dan hampir tak bisa melihat hingga bisa dikatakan buta sama sekali, kemudian mulut yang kini tak bisa bicara. Dan anehnya penyakit langka ini dirasakan semua anggota setelah Jakpar mengalaminya dan hanya terjadi ketika jabatan anggota dewan di sandang. Ketika melakukan aktifitas lain di luar rutinitasnya selaku wakil rakyat atau pejabat, semua biasa saja, sehat sebagaimana orang lain.
Terjadi kegemparan di kota. Kabar yang mengatakan bahwa semua anggota dewan diserang wabah penyakit aneh mulai menjadi pembicaraan. Menyikapi hal ini maka pihak pemerintah daerah melakukan gerak cepat dalam pemulihan. Pada dasarnya, sebelum ini terjadi, Jakpar dan rekannya di dewan telah mencoba berobat ke sana ke mari, mulai dari dukun kampung hingga dokter ahli bahkan ada yang sempat konsultasi ke Negara tetangga segala, namun hasilnya tetap nihil.
Pihak pemerintah daerah mengambil sikap, karena jika dibiarkan berlarut tentu akan menjadi gunjingan dan berdampak pada kinerja serta mengganggu roda pemerintahan Kabupaten Dudul nantinya. Maka setelah beberapa pertemuan dan berbagi pendapat dengan beberapa pihak, maka diputuskan untuk mendatangkan ahli pengobatan.
Beberapa dokter spesialis didatangkan untuk memeriksa penyakit apa yang sedang diderita Jakpar dan rekannya di dewan. Setelah melalui serangkaian tes dan uji laboraturium, kesimpulan dokter-dokter tersebut menyatakan tak ada penyakit ataupun virus dalam tubuh mereka hingga menyebabkan kelumpuhan aneh itu. Secara medis, para anggota dewan tersebut sehat wal afiat! Tentu saja kesimpulan dokter ini dibantah oleh anggota dewan itu sendiri, karena kenyataannya mereka merasakan hal yang sebaliknya, mulai dari kelumpuhan tangan, pendengaran, kebutaan, dan mengalami kebisuan. Dan ini menjangkiti semua anggota wakil rakyat tersebut.
Maka para dokter itu di usir dari kota Dudul karena dianggap mangaburkan fakta dan melakukan kebohongan publik. Langkah alternatif diambil, dipanggilah tabib yang bisa mengobati segala macam penyakit. Setelah melewati rangkaian pemeriksaan oleh si tabib, kesimpulan tabib pun juga sama dengan pernyataan para dokter ahli sebelumnya. Kembali, pihak Jakpar menolak hasil itu.
Setelah pusing dengan dua pengobatan yang telah dijalani dan mengalami kebuntuan, sedang penyakit ini dikhawatirkan menyerang organ tubuh yang lain, maka ada yang mengusulkan untuk mendatangkan paranormal. Mereka beralasan bahwa ini adalah penyakit yang tak bisa dideteksi secara keilmuan dunia, mesti ada pihak di luar alam nyata yang ikut andil hingga rekam medis dari para dokter pun tak mampu membacanya.
Akhirnya didatangkanlah paranormal yang dianggap mumpuni dan terkenal seantero jagat. Begitu para wakil rakyat tersebut sudah mulai terkumpul, dengan disaksikan para pejabat pemerintah lainnya, sang paranormal mulai melakukan beberapa ritual dan jampi-jampi. Proses ritual ini memakan waktu yang cukup lama. Setelah semua selesai, dengan beberapa kali sebelumnya sang paranormal seperti kerasukan, didapatkanlah sebuah pernyataan yang mencengangkan semuanya, terlebih bagi si Jakpar.
Paranormal mengatakan bahwa  wabah ini tak terkait dengan keterlibatan alam sebelah ataupun alam jin dan alam ghaib. Dia telah mendapatkan informasi ini dari beberapa tokoh jin yang telah diundangnya. Sontak, semua hadirin yang hadir terkejut dan seakan tak percaya karena kembali menerima hasil yang mengecewakan! Ujung-ujungnya semua dana yang dianggarkan khusus untuk pemulihan Jakpar dan rekan-rekannya tersebut terbuang percuma.
Semua tak ada yang mampu mendiagnosis penyakit lumpuh aneh apa yang diderita para anggota dewan. Semakin hari semakin parah malah, dan tak lama setelah serangkaian kegiatan pemulihan itu, wabah penyakit lumpuh aneh tersebut semakin menjadi-jadi dan mulai menjangkiti pejabat eksekutif. Dimulai dari Bupati, wakil Bupati, sekda, kepala dinas-kepala dinas, camat, bahkan juga “pawang” agama, ustadz dan habib-habib, tanpa pernah tahu wabah yang disebabkan oleh virus apa.

***

Di warung Ijum, terik matahari tak juga berkurang. Pergunjingan mengenai wabah penyakit aneh yang menimpa para tokoh publik itu makin ramai. Semakin beragam pendapat keluar setelah sebelumnya sempat tercipta kebisuan di antara mereka. Ada yang merasa iba namun ada pula yang merasa jijik serta menghujat, ada yang mengungkapkan ketakutannya kalau-kalau terjangkit wabah penyakit lumpuh aneh itu, ada juga yang menuding sumber penyakit itu adalah si ketua dewan, si Jakpar. Bermacam pendapat dan argumen saling bersahutan, sebagaimana pembicaraan-pembicaraan di tempat lain pula.
Tiba-tiba, di antara keramaian warung itu, datang seorang lelaki tua dengan badan kumal, baju compang-camping berusaha meminta sedekah kepada para pengunjung warung. Dengan wajah kusutnya, lelaki tua itu menghiba sembari menadahkan tangan. Namun apa yang terjadi? Tak ada yang perduli dan menghiraukan kehadiran si lelaki tua pengemis tersebut. Menoleh pun tidak, mereka asyik dengan diri mereka dan seakan tak melihat kehadiran si lelaki tua pengemis. Apakah sindrom Jakpar itu mulai menjangkiti rakyat jaba atau bagaimana. Entahlah…

Kandangan, sela gerimis September 2010


Sumber:
Media Kalimantan, Minggu, 2 Oktober 2010 (dengan judul "Wabah")
https://www.facebook.com/notes/kayla-untara/cerpen-sindrom-jakpar/435728372740

0 komentar: