Cerpen Miranda Seftiana: Teuku Muda Lahir Ke Dunia
Pertengahan bulan September, saat daun meranggas gugur ke tanah, seorang malaikat justru akan turun ke bumi. Usai perjalanan panjang dari negeri dalam balutan tiga tirai kegelapan. Berjuang menaklukkan semesta sebelum dunia sendirian.Malam itu, seorang perempuan muda tengah berjuang di atas dipan pengadilan. Antara godaan nikmat surga dan tanggungjawab dunia. Bulir peluh dingin dan anyir darah segar mengalir dari tubuhnya. Nafasnya terengah-tengah. Hanya genggaman sang suami yang masih dapat ia rasakan.
"HANNA WALADAT MARYAM, WA MARYAM WALADAT 'IISAA UKHRUJ AYYUHAL MAULUUD, BI QUDROTIL MALIKIL MA'BUUD ..." Berkali-kali lelaki dari tanah rencong itu merapal doa, lalu meniupkan pada ubun-ubun sang istri.
Tetapi Teuku Muda seakan masih nyaman di rahim ibundanya. Bahkan hingga wanita itu nampak kepayahan, mengejan berjam-jam, mengajak sang putra untuk menatap dunia.
Teuku Muda nampak begitu enggan keluar dari persembunyiannya selama sembilan bulan ini. Mengeluarkan separuh kepalanya saja ia tak berkenan. Tak tahukah ia jika hadirnya telah dinanti begitu banyak manusia? Dibaluri doa sejak awal tubuhnya menetap di rahim sang ibunda.
***
Teuku Muda, jika kau masih belum bersedia menatap dunia -meski sudah waktunya- mari kuceritakan kisah sepasang manusia yang berjuang untuk bahagia. Apa kau setuju?
"Rambutnya kelihatan, ayo terus dorong ..." terdengar suara sang dokter di ujung sana.
Ah Teuku Muda, mengapa tak sejak tadi begini? Baiklah, kuanggap ini persetujuan darimu. Mari kita mulai kisahnya.
Teuku Muda, saat usiamu hendak memasuki dua belas minggu di dalam semesta sebelum dunia, kau hampir saja dipanggil kembali oleh Sang Kuasa.
Hari itu, di sepertiga malam terakhir menjelang waktu Subuh, ibumu berteriak dari kamar mandi. Tubuhnya berlumur darah. Ayahmu dalam balutan wudhu sehabis qiyamul lail terperangah, wajahnya basah dengan airmata. Bergegas ia mandikan tubuh ibumu, mulutnya tanpa henti melangitkan doa agar engkau tidak pergi sebelum waktunya.
Ketakutan jelas terpancar di mata elang miliknya. Terlebih kala menyaksikan ibumu merintih dengan rasa sakitnya. Malam itu mereka berjuang semampunya untuk mempertahankanmu, Teuku Muda. Bukan semata-mata demi ayah dan ibumu saja. Tetapi juga untuk harapan dan doa yang telah dilantunkan bahkan sebelum hadirmu.
"Kepalanya sudah mulai keliatan ..."
Pintar, Teuku Muda. Mari teruskan perjuanganmu. Aku juga akan meneruskan ceritaku agar terpompa rasa penasaranmu akan bumi.
Tuhan nampaknya memang mencintai hambah-hamba yang meminta di saat jiwa lain terlelap dalam buaian mimpi semu. Ia masih bersedia membiarkanmu bertahan di rumah kokoh bernama rahim itu. Hanya saja, setelah itu ibumu harus benar-benar beristirahat total di tempat tidurnya. Hal yang dulu sulit ia lakukan karna kesibukan.
Di saat yang sama, ayahmu harus terbang ke tanah kelahirannya. Demi tugas dakwah dan janjinya pada umat. Jelas ia bimbang, Teuku Muda. Meninggalkan bidadarinya yang sedang berjuang demi hadirmu atau melunasi janji di jalan Tuhan? Namun hati ibumu amatlah lapang, Teuku Muda. Ia merelakan ayahmu melunasi janjinya pada umat agar tak menghadirkan kecewa lain nantinya. Meski pada kenyataannya ayahmu tak berhasrat menyantap kudapan di sana. Lantaran memikirkanmu dan ibumu.
Kau ini Teuku Muda, belum lahir saja sudah menyita perhatian banyak manusia. Kadang aku sendiri dibuat geleng-geleng kepala atas ulahmu. Bayangkan, saat berusia empat minggu, kau kuat sekali diajak ibumu naik tangga hingga ke lantai lima. Tetapi kemarin, usai acara bahagia pamanmu, kau malah mau keluar sebelum waktunya.
Tak apa, Teuku Muda. Doa dan perhatian kami memang kini tercurah untukmu. Sebab hadirmu telah dinanti bahkan sejak tujuh tahun yang lalu. Jauh melebihi usiamu sendiri ya? Tetapi begitulah kenyataannya.
"Kepalanya hampir keluar semua. Ayoo, Buu ..." Pekik bahagia itu kembali terdengar memantul pada dinding putih bersih.
Raut bahagia nampak terpancar di wajah sepasang manusia yang menanti hadirmu, Teuku Muda. Lihat, ibumu nampak tersenyum disela rintihan rasa sakitnya. Berjuanglah terus, Teuku Muda. Aku juga akan melanjutkan kisah itu.
Kau tahu Teuku Muda, sejak kejadian itu doa kian melangit untukmu. Bahkan ayahmu dengan setia membacakan sajak cinta Tuhan di perut ibumu agar engkau bisa turut mendengarkan. Berharap agar kau selalu dalam lindungan-Nya dan selamat hingga lahir ke dunia.
Bukankah kini kau lihat doa itu telah dijawab oleh Tuhan? Kau bertumbuh dengan sangat baik, Teuku Muda. Kudengar kau telah belajar menendang saat berusia lima bulan dalam kandungan. Anak pintar. Jika kemarin orangtuamu telah berjuang dengan sepenuh hati, sekarang mari kau bantu mereka. Keluarlah dengan mudah demi ibumu, Teuku Muda.
"Bu, kepalanya sudah keluar. Tinggal sedikit lagi ..."
Ibumu mengangguk, Teuku Muda. Lihatlah, ayahmu juga menggenggam kian kuat. Ikutlah berjuang, Teuku Muda. Sepertinya kau pun sudah mulai bosan menghuni negeri dengan tiga tirai kegelapan itu kan?
Keluarlah, Teuku Muda. Jangan takut, ada ayah dan ibumu, serta manusia-manusia yang mencintaimu di sini. Mereka akan menemanimu menyelesaikan kisah kehidupan selanjutnya. Sedang kisahku nampaknya cukup sampai di sini. Mari Teuku Muda, keluarlah ...
"Aallllaaahh ..."
***
"Haiyaalal falah ... haiyaalal falaah ..."
Bayi laki-laki mungil itu tampak menggeliat di samping ibunya saat sang ayah mengumandangkan adzan sebagai sambutan untuknya. Tangisnya tadi kencang sekali, seakan ingin berkabar bahwa ia telah tiba di bumi. Laksana hujan yang membasahi tanah usai kemarau panjang.
Teuku Muda, matanya terpejam, tetapi bibirnya tersenyum. Nampak menikmati sekali rengkuh sang ibunda yang tadi hampir kehabisan nafas beradu ketentuan dengan Izrail.
Haiyaalal falaah ...
Mari menuju kemenangan, Teuku Muda. Kemenangan usai perjalanan panjang menaklukkan negeri dengan tiga tirai kegelapan. Berjuanglah untuk kemenangan lain di dunia sebagai seorang khalifah Allah, sayang. Doa kami menyertaimu.
Allahumma’alhu thawwil umrahu washahhih jasadahu wahassin khuluqohu wafashshih lisaanaahu. Wajalhu insaanan kaamilan saaliman fiddunya wal aakhirah. Aamiin
Sumber:
Mata Banua, Jumat, 23 Januari 2015
https://www.facebook.com/notes/miranda-seftiana/cerpen-teuku-muda-lahir-ke-dunia-terbit-di-skh-sastra-mata-banua-edisi-jumat-23-/10155121235930548
0 komentar: