Cerpen Miranda Seftiana: Abiku Bukan Teroris

23.20 Zian 0 Comments

Tadi malam banyak orang datang dengan pakaian hitam dan senapan di tangan. Kupikir tamu Abi dari pesantren Darul Qalam, tetapi tanpa salam mereka bertandang. Pintu kayu tanpa polesan cat itu ditentang dan ditembaki beberapa kali.
Di dalam Abi tak lepas memetiki bulir tasbihnya yang terbuat tulang unta. Sorban putihnya sesekali tersingkap oleh hembusan angin malam. Abi bilang tamu harus dimuliakan, itu sebabnya ia tak menyuguhkan sebilah parang untuk menyambut tamu tak diundang tersebut.
"Yusuf, ambilah Qur'anmu, nak. Mengajilah untuk menangkan hati Ummi dan adikmu." ucap Abi padaku.
Kulirik sesaat wajah Ummi dan Aisyah yang nampak pucat pasi dalam pelukan bersanding dzikir nan panjang. Kedatangan tamu dengan seragam hitam tanpa salam itu seolah begitu menggetarkan hati Ummi dan Aisyah, menyelipkan ketakutan akan tindakan yang tak dapat kami pastikan.
An- Nas, Al- Ikhlas, An- Nasr, dan Al- Insyirah kulafadzkan berulang-ulang, berharap pertolongan Allah menyertai keluarga kami.

"Katakanlah,"Aku berlindung kepada Tuhannya manusia." Dan tidak ada yang setara dengan Dia. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat." demikian janji Allah dalam kitab yang dibawa oleh Nabi Muhammad, dan tidak ada keraguan atas itu.
Aku tak tahu apa kesalahan Abi hingga ia begitu diburu bak kijang di tengah hutan. Pemburu dengan mata seperti banteng hendak perang dan senapan tergantung di lengan tak ubahnya malaikat pencabut nyawa bagi keluarga kami. Berteriak seperti malaikat Izrofil dengan sangkakalanya. Namun bukan berita akan pertemuan dengan Allah yang mereka bawa, melainkan fitnah atas Abi yang diumbarkan berkali-kali.
"Menyerahlah kau teroris!" teriak salah satu makhluk berseragam hitam itu sembari menembakkan satu peluru ke udara.
Tubuh Ummi bergetar, Aisyah menangis sejadi-jadinya. Abi masih berdiam diri dalam kekhusyukan dzikirnya. Jiwa lelaki berjenggot panjang itu tak sedikitpun gentar. Sorban putihnya kian basah oleh keringat yang terus bercucuran.

***

Orang bilang Abi adalah anggota teroris, organisasi pembunuh berkedok jihad yang tak berdasar. Orang bilang Islam adalah penebar teror kerusuhan, sedang sesungguhnya Islam adalah kedamaian, agama rahmatan lil alamin.
Abi adalah pemilik toko buku Al- Kahfi yang berisi buku-buku Islami juga surat kabar harian serta majalah anak-anak. Dengan sorban dan janggut panjang, kadangkala orang salah mengartikan, bahkan menganggap Abi adalah seorang teroris. Pemberitaan simpang-siur di media massa tentang para teroris yang sering ditampilkan dengan wajah berjenggot panjang dan sorban terlilit di kepala juga turut menjadi alasan.
Sudah hampir dua puluh empat jam rumah kami dilanda ketegangan. Abi tak mau menyerah, sebab ia tak bersalah. Sedang kumpulan orang berseragam hitam itupun bersikap demikian, sebab menurut mereka gerak-gerik Abi mencurikan ditambah dengan bukti yang sebenarnya mereka ada-adakan.
Mereka bilang Abi menyimpan bahan peledak disebuah tas yang ada di dalam rumah. Meski sesungguhnya Abi tak pernah memiliki tas hijau yang diduga berisi bahan peledak dan bom rakitan itu. Tetapi itulah, yang berkuasa selalu menjadi pemenangnya. Sekuat apapun Abi membantah, pada akhirnya Abi tetaplah tak mampu membendung tuduhan tak berdasar itu.
"Keluar kau teroris! Keluar atau kami hancurkan rumahmu berserta isinya!" teriak salah seorang dari mereka.
Mereka bilang Abi teroris, penebar teror yang membahayakan. Lalu, jika mereka dianggap penegak keadilan, tetapi mengapa mereka justru mengancam ingin menghancurkan rumah keluarga kami? Rumah yang tak seberapa luasnya, namun dibangun Abi dari hasil keringatnya sendiri.
"Sudah komandan, bom saja rumahnnya jika teroris itu tak juga mau menyerah." kembali salah seorang di antara mereka mencoba memprovokasi keadaan agar menjadi ricuh.
Kusibak sedikit tirai dari kain perca buatan Ummi agar bisa melihat keadaan di luar. Namun, bukan surutnya massa yang terlihat di luar sana, melainkan juga warga yang turut berteriak mendukung penangkapan Abi. Ya Allah... Kupasrahkan keadilan ini pada-Mu.
"Keluarlah kau teroris laknat! Atau kami bom rumah berserta keluargamu itu?!" ucap seseorang yang kuperkirakan komandan itu.
Abi akhirnya pasrah, sebagai seorang lelaki dan imam bagi keluarga kecil kami, dengan tangguh ia menghadapi para tamu tak bersalam itu. Abi tak ingin para serdadu itu bertindak dzalim padaku, Ummi, juga Aisyah. Bagi Abi, cukuplah ia yang kini harus menanggung perihnya tuduhan tak berdasar.
"Aku bukanlah seorang teroris seperti yang kalian tuduhkan dan jangan sekali-kali kalian sakiti anak-anakku juga istriku, mereka tak bersalah." ucap Abi coba menjelaskan.
"Dooorrr!" suara letupan senapan yang datang entah dari penjuru mana langsung mengenai dada sebelah kiri Abi. Seketika Abi limbung, berdebam ke tanah dengan darah bersimbah membasahi tubuh.
Penantian penyerahan diri Abi selama dua puluh empat jam rupanya cukup menguras tenaga tamu tak bersalam itu, hingga kehadiran Abi bak kehadiran mangsa yang telah lama dinanti dan harus segera dihabisi. Abi luruh bersama kepasrahan pada Allah. Izrail menjemputnya dari kedzaliman tamu-tamu yang tak bersalam.
"Aaaabbbbbiiiiii....." teriak Ummi dan Aisyah bersamaan dalam tangis yang mengiba.
Dadaku sesak, lidahku kelu, kerongkonganku tercekat, hingga tak ada kata yang mampu meluncur dari mulutku. Hatiku hanya mampu berteriak perih. "Abiku bukan teroris! Abiku bukan teroris!"

Sumber:
https://www.facebook.com/notes/miranda-seftiana/abiku-bukan-teroris/10152229445325548

0 komentar: