Cerpen Fahrurraji Asmuni: Amplop Kosong
Dia begitu gembira pulang ke rumah. Gaji baru golongan IV/a telah diterima.Semoga dengan gaji itu si istri tidak mengomel lagi. Tetangga pun tidak akan menonton percekcokannya lagi. Gaji baru itu lebih dari cukup. Hampir tiga juga. Sudah termasuk tunjangan keluarga dan tunjangan fungsional.Memang selama ini gaji yang diterima selalu tidak mencukupi untuk menghidupi satu istri dan empat orang anak. Sementara si istri tidak pandai menghemat. Akibatnya minggu akhir setiap bulan selalu terjadi pertengkaran.Bila demikian ramailah tetangga berdatangan menonton pertunjukan gratis. Jalan keluarnya adalah mengutang dengan tetangga atau sanak saudara.
“ Ma ! Mama,” katanya kepada istrinya ketika tiba di rumah. “ Ini gaji Ma gaji kita yang baru.”
Dengan sigap si istri mengambil amplop dari tangan suaminya lalu membukanya.
“ Mana uangnya,Pa! Amplopnya kosong doang.”
“ Jangan bercanda ,Ma .”
“ Papa yang bercanda. Masa amplop kosong yang diberikan kepada mama , “ cecar istrinya.
Bondan kaget. Amplop itu memang kosong. Raib kemana ya uangnya , pikirnya. Diambil tuyulkah ? Atau uang itu diolesi minyak kuyangkah ? Kalau tidak , mengapa uangnya tidak ada ?
Dia yakin seyakinnya bahwa uang itu ada dalam amplop.Sebelum meninggalkan bendaharawan gaji dia menghitungnya beberapa kali. Ada dua puluh delapan lembar uang ratus ribuan. Tercecer ? Tidak mungkin. Saku celana tempat menyimpan amplop itu tidak bolong. Ataukah ada teman yang diam-diam mengambil amplop dari saku celananya ketika ngobrol tadi.Sekadar untuk bercanda seperti yang sudah-sudah.
“ Coba diingat-ingat, Pa ! Di mana menaruhnya .“
“ Ini lagi mikir , Ma.”
“ Kalau hilang celaka, Pa! Kan hari ini Mama mau bayar arisan. Malu kalau nunggak. Nanti orang bilang masa baru gajian tak punya uang. Mana beras sudah habis. Begitu pula minyak, garam dan keperluan dapur lainnya. Hari ini Papa juga berjanji mau membelikan pakaian seragam , sepatu , buku ,dan kaset CD , kaset PS ,” cecar istrinya.
Tanpa mendengarkan ocehan istrinya Bondan kembali ke kantor , tempat dia mengambil gaji. Untung bendaharawan gaji teman-teman lain belum pulang. Tanpa mengetuk pintu dan memberi salam Bondan masuk ruang bendaharawan gaji. Matanya liar. Setiap benda yang ada di ruang itu tidak lepas dari sorotan mata elangnya. Lebih-lebih tatapan kepada bendaharawan.
“ Ada apa, Dan ? Kon beringas begitu ,” sapa Bendaharawan.
“ Uang gaji saya tidak ada dalam amplop.”
“ Tercecer barangkali.”
“ Tidak mungkin.”
“ Lalu kau mencurigai aku ? “
“ Tidak”
“ Mengapa tatapanmu kepadaku penuh curiga ? “
“ Kalau-kalau uang gajiku ada ketinggalan di ruang ini dan Bapak mengamankannya.”
“ Tadi aku lihat kau memasukkan uang itu ke dalam saku celanamu.”
“ Benar Bapak melihatnya ? “
“ Suer, masa aku bohong.”
“ Kalau begitu permisi.”
Dia keluar ruang bendaharawan.Dicarinya uang itu di tempat ngobrol dengan teman-teman tadi. Tetapi uang itu tidak ditemukannya. Dicari di sepanjang jalan yang pernah dilaluinya. Juga tidak ada.
“ Barangkali Hasan tahu tentang uangku. Dia tadi duduk mepet denganku ketika ngobrol.,” ocehnya.
Meluncurlah Yamaha Super Delux menuju rumah Hasan , di jalan Sabran Afandi. Karena pikiran kacau nyaris tertabrak seorang nenek yang sedang menyebrang jalan.
Ternyata Hasan tidak ada di rumah. Dia pergi ke pasar membeli keperluan rumah tangga. Sebenarnya Bondan ingin menunggunya. Tetapi istri Hasan itu sangat genit. Takut kalau timbul fitnah.
Kemudian Bondan menyambangi rumah Amir di Alamatan , belakang Masjid Raya Amuntai. Siapa tahu uang gajinya ada di tangan Amir.Kan dia tadi saat ngobrol beberapa kali menepuk saku celana bagian belakang.
“ Mir , aku ingin bertanya, “ kata Bondan ketika sampai di rumah Amir.
“ Silakan ! Silakan Tanya ! Soal politik, ekonomi, keamanan , budaya atau yang lainnya ,” jawab amir.
“ Bukan soal itu.”
“ Lantas mengenai apa ?”
“ Mir , uang gajiku tidak ada dalam amplop.”
“ Kau mencurigai aku yang mengambilnya.”
“ Tidak.”
“ Mengapa kau datang ke rumahku.”
“ Barusan kukatakan bahwa aku ingin bertanya. Apakah kau ada menemukan uang itu.”
“ Tidak ada, Dan !”
“ Bukankah kau tadi yang menepuk-nepuk pantatku ? “
“ Benar. Tetapi bukan berarti aku yang mengambil uangmu.”
“ Ah, jangan bercanda , Mir.”
“ Aku serius.”
“ Lalu kemana ya raibnya uangku ? “
“ Mana aku tahu ! “
Dia tinggalkan rumah Amir. Pulang ke rumah. Di atas kenderaan pikirannya semakin kalut , istrinya bakalan marah-marah kalau uang tersebut tidak ditemukan. Tetapi kemana lagi mencarinya ? Mengapa setelah menerima gaji tidak langsung pulang ? Mengapa uang tersebut diletakkan di saku celana belakang ? Mengapa tidak di dalam dompet ? Mengapa ? Mengapa ? Sesalnya tiada henti.
Sesampai di rumah ternyata pintu terkunci , istri dan keempat anaknya tidak ada.Kemanakah mereka ? Mungkin mengadukan perihal kecerobohannya kepada orang tuanya. Bondan bergegas pergi ke rumah mertuanya. Namun mereka tidak ada. Dicarinya ke rumah adik ipar perempuannya di CPS I Kotaraja . Juga tidak ada.
Kabur ? wah, kalau benar malu besar. Masyarakat akan mencemooh. Masyarakat akan mengatakan bahwa dia tidak becus mengurus rumah tangga. Dia lelaki lemah. Menagtasi masalah kecil saja tidak mampu. Pikirannya makin pusing. Pusiing!
Dengan pasrah dia dan penuh tawakal dia kembali ke rumah.dalam hati dia berdoa semoga Allah memberinya jalan keluar dari kemelut intern ini.
Ketika baru saja menginjakkan kaki di halaman rumah , berhentilah dua buah becak. Penumpangnya adalah istri dan keempat anaknya. Becak yang satunya penuh dengan muatan barang.
“ Dari mana saja kamu.Ma ? Aku lelah mencarimu ke sana-sini.”
“ Pasar.”
“ Dari mana kamu memperoleh uang berbelanja sebanyak ini ? “
“ Uang gaji ,Pa ! “
“ Katamu aku menyerahkan amplop kosong doang.”
“ Begini , Pa. Ketika mau berangkat ke rumah teman Papa. Papa kan ganti celana. Di dalam saku celana bagian depan itu Mama temukan uang gaji kita berbungkus amplop, “ kata istri Bondan menjelaskan.
“ Astagfirullah, aku memang pikun. Tadi aku memang membawa tiga amplop. Satu ampolop berisi uang gaji aku simpan di saku bagian depan. Yang lainnya di saku bagian belakang.”
“ Papa, mari kita bersujud syukur kepada Allah.”
Sumber:
Jumbawuya, Aliansyah, dkk. 2011. Ketika Api Bicara: Kumpulan Cerpen Pendidikan Berkarakter. Banjarmasin: Tahura Media
http://wwwkaryaraji.blogspot.co.id/2008/10/cerpen-cerpen_26.html
0 komentar: