Cerpen Hamami Adaby: Dalam Hening Kekasih, Aku
Malam sangat sepi mengabarkan rindu padamu, kekasih. Lama kutinggalkan malam dalam pengembaraan tak tentu. Terasa malam ini aku merindukanmu. Amat dalam pada nuraniku, mengingat waktu terus berputar tak menunggu. Semakin berlari dari satu noktah ke noktah kian mendekat pada kulminasi tanpa jeda menuju pelayaran hakiki.Terasa kau panggil namaku, kau eja hati dalam zikir kian menderaskan bunyi kalimahmu, asma yang cemerlang menerang bumi, dari pagi ke malam tiada henti seluruh jagad raya ini mengumandang kebesaran dan kasih sayang. Aku tak henti-hentinya memuji hingga luruh tinggal sepertiga, ya rabb aku benamkan dalam kehambaan berbagi kasih hingga subuh tahrim menjelma.
Aku tafakkur dihunjur sajadah, diam dalam kehampaan rasa, manunggal pada jasadku, maka meresap sekujur tubuh pelangi bianglala sehabis gerimis membasah bumi. Sudah lama kemarau dibumi, kering tanah, lekang hati terasa menjuntai dikedua belah fijar mata. Debu yang berterbangan ditiupnya angin melekat di daun jendela hingga kubersihkan dengan kipas-kipas bulu ayam, kupercik air hingga beningnya mengkilat.
Dalam kembara yang tak tahu kemana arah pikiran sempat terhanyut antara tidur dengan bangun dalam kelelapan igau siang, entah mimpi apa yang menggantung pada rasa, tak mengerti juga apalah maknanya. Mimpi siang yang bolong terbawa eja hati membekas pekik dihati kutepis padahal selalu bacaan ayat kursi sebelumnya tidur, kapan saja kumulai jikalau mau merebahkan diri.
Masih kusebut tiap detak nafas namamu indah, namamu kulantun dalam kalimah bertasbih, bertahmid dan zikir raga fi’li, zikir nurani kalbu yang orang tak tahu hanya aku dengan kekasihku. Betapa amat luas hakikat samudera, hakikat gelombang, hakikat yang kau berikan pada akal, otak untuk fikiran senantiasa bertanya, luasnya samuderamu, kayanya ikan-ikan didalam taman air biru belederu ini.
Buat apa Tuhanmu menciptakan laut 2/3 air daratan 1/3 untuk didiami manusia dan segala hayawan, semua ini harus kita renungkan, apala tatapakkarun, apa sudah kamu pikirkan kejadian ini? Jawab saja mungkin tak terpikirkan, bahkan sama sekali tidak!. Gamang sekali pikiran otak manusianya kalau belum sampai pada pertanyaan itu. Apakah sudah kau ucapkan syukur pada sang pencipta, Kun terciptanya dirimu?. Ah, yakin ada yang belum sempat memikirkan itu, sebab sibuknya mereka mereka yang menumpuk harta, memanipulasi kertas-kertas berharga buat beli mobil dan villa, padahal telah menjarah harta negara, duit jerih sumbangan rakyat uang buat membangun negeri, telah dia korupsi.
Coba bayangkan dengan gaji 3 setengahjuta sebulan atau 6 juta bersamsa isteri dan anak satu, apa cukup buat kredit mobil apalagi beli secara cash and carry, ah diluar nalar akal sehat otaknya petis udang, hem orang sekelas sekolah lanjutan atas saja bisa menafsir pasti hasil tidak beres, hasil sebaat.
Dalam kenyataan yang pernah kuhadapi seorang sahabat karibku yang tadinya tidak punya apa-apa sama halnya dengan aku yang tidak punya apa-apa lantas ia mendadak punya mobil. Aku tak heran dengan kehadirannya kerumah mungkin saja ia pamer bahwa ia punya mobil. Dugaan ini amat mengundang prasangka yang syah beralasan bagiku, tapi sedikitpun tak pernah aku bertanya padanya, darimana bisa beli mobil dengan uang harga berpuluh kali lipat dengan imbalan perbulan gaji.
Tanpa kuminta darimana ia beli mobil, ia sendiri yang bercerita panjang lebar kepadaku. Aku tak pernah menanyakan apalagi menginterview secara guyon atau memancing-mancing. Pribadiku fair bukan bunglon iri dengki mengubah status jadi haus harta materialistik. Transparan saja, amat munafik jika merubah-rubah diri seperti ini jahil dan terkutuk di depan Maha Pencipta.
Dalam benak ini ada rangkuman peristiwa yang harus kusampaikan padamu, bukan masalah cinta atau rindu. Bukan masalah harta dan airmata, bukan indah kemilaunya dunia ini, jangan salah pula menafsirkan akidah hidup yang kita jalani saat ini. Harta amat penting dicari, bertebarlah dimuka bumi mencari ke halalan, untuk jadi daging dan tulang keluargamu, begitu indahnya ajaran ini.
Hari itu sekira habis Asyar, sebuah mobil AVANZA hitam metalik berhenti dihalaman rumah, aku melihatnya dari kamar tamu saat kutulis cerita ini di elektro laptop jariku asyik merangkai kata jadi bunga yang kusuguhkan buat penggila dan haus akan butiran kata laksana secawan anggur hitam manis buat dituang kegelas kaca sebagai hidangan sore.
Aku harus jujur mengatakan padamu bahwa yang datang itu sahabat dekatku, sewaktu sama-sama kuliah di Fakultas Publisistik dulu, kusebut saja namanya “AROL” termasuk keluarga dekat sekali. Kusampuk depan pintu dan ku gendong anaknya, ia merebahkan kepala didada lalu kucium pipinya yang masih bersih itu, tanpa setitik dosapun.
Setelah selang beberapa menit mulai terjadi dialog kekeluargaan, dari satu garis ke garis dan memanjang jadi sebuah sungai berujung ke muara, laut yang menampung larutan air, ia memulai dari awal cakap itu. Aku tak memintanya buat bercerita, ia sendiri berorasi didepanku.Isteriku juga dengar.
“Paman, jangan kaget, mobil AVANZA yang itu”.
Arol menunjuk mobil halaman parkir adalah kreditan diangsur 5 tahunan. Setelah itu ada beberapa saat terhenti bicaranya entah apa. Mungkin kebablasan loncat gumaman saja. Lalu aku memutuskan buat membuka cakapan saja.
“Lalu, apa yang kau maksud Arol, paman kurang ngerti”, ujarku agak ragu-ragu menanya.
“Begini paman, ini mobil kreditan baru 6 bulan jalan, uang mukanya 20 juta kemarin”.
“Lalu mau di apakan mobil ini Rol?. Mau dipindah tangankan?. Begitu?”
“Kira-kira begitu paman, ketimbang jatuh pada orang lain!”, kata Arol bimbang.
“Kredit sebulan berapa Rol?”, ujar pamannya Tompi.
“Lima juta paman!”
Terhenti pembicaraan itu. Tompi pamannya Arol manggut-manggut kecil sambil memainkan ujung jarinya seakan memainkan biji sempoa, terang sekali kalkulator sudah ada saat itu tapi pamannya lebih akurat mengetik-ngetik biji-biji itu seperti memainkan toet-toet piano klasik yang masih ada di ruang khusus benda-benda antiknya.
“Bagaimana paman?”, ujar Arol agak bingung juga kelihatannya.
“Paman bukan berarti tidak mau membantu Arol, mobil Kijang yang di grasi itu!”
“Ya, Arol paham paman, jarang keluar masih bagus !” sambil guyon lirih tertawa sengal.
“Begini saja Arol, mobil kamu AVANZA itu kita tawarkan dengan Rifi sepupumu?”
“Terserah paman saja, apa Rifi mau melanjutkannya”.
“Paman meyakinkan, sebab baru 3 hari ia bicara dengan paman mau cari mobil kredit”
“O, begitu paman. Terserah paman saja, lebih baik dengan Rifi dari pada orang lain”
“Ya paman, sangat lega hati ananda dengan solusi yang tepat ini”.
Sudah selesaikah pembicaraan itu? Bagi Arol kurasa masih ada ketidak pastian mengganjal di otak fikirannya.Terlihat dia mengerutkan dahi menekan perasaan yang buncah melingkar diawangan antara ya dan tidak. Bagaimana pun aku tidak menuding Arol tak bisa mengendalikan labil emosi. Hal yang biasa terjadi pada tiap orang gejolak pasti timbul karena reaksi turut mengendos keras.
Suasana sore itu tak jadi kaku seperti mumi yang dibalsem, telah hidup kembali susana perhelatan keluarga itu walau ada seret duri mendirus kulit, tak ada pedih yang membeban diantara pertemuan rutine setiap satu bulan sekali arisan dan ceramah siraman rohani bertetangga yang baik dan solidaritas kekeluargaan yang utuh.
Pemberi ceramah pada pertemuan tiap bulan itu anak keponakanku sendiri dari Sarjana Agama, IAIN Antasari Banjarmasin, Muhammad Nahli bekerja pada salah satu instansi pemerintahan dikota air SERIBU SUNGAI empat tahun lalu dipercaya menjabat penghulu wilayah Banjarmasin Timur dan berakhir pensiun Januari tahun 2011.
Kenapa jadi Arol memindah tangankan mobil kredit itu pada sepupunya lewat paman aku juga tidak tahu dan tidak mau tahu. Yang pasti persis antara paman dan Arol saja. Tak perlu kita berandai-andai nanti jadi fitnah, salah satu keluarga akan jadi retak, padahal aku sebagai keluarga tertua dijajaran kedudukan status kepangkatan seharusnya berkepentingan untuk masalah apa dan kenapa.
Sudah, tak perlu dipertajam cengkeramannya, kita tutupi saja dengan rasa tak curiga paling dalam hingga anggap saja masalah ini tak pernah ada dan selesai. Itulah lika liku perjalanan yang membingungkan dalam keinginan yang ego dan kurangnya nalar kontrol, akibat pengaruh materi untuk cepat mengejar kebendaan semata. Cukup menjadi gambaran pelajaran bagi anggota keluarga masing-masing.
Tanpa diberikan pernyataan luaspun kita bisa menduga dalam kapasitas sederhana saja, kehadiran ponakan pamanku itu bisa juga pamer terselubung bahwa ia talah mampu beli mobil yang penting jalannya kita tak perlu tahu. Fakta menunjukkan aku kalah dengan Arol yang Cuma sepuluh tahun kerja di Koperasi MUNDUR MAJU telah mampu menggapai cita-cita beli atau kredit aku tahu, mobil AVANZA.
Terserah anda memperidiksi ada yang mengatakan dapat hadiah dari undian berharga, ada yang mengatakan ia kolektor atau pengumpul uang Bank bergerak dibidang jual tukar, takar uang kolega penabung yang bisa digombal untuk mendapat keuntungan melebihi bunga Bank resmi. Makanya tak jarang pasti orang tertarik dan ngiler mata hijau 10 persen dari penanaman modalnya, hebat amat sungguh menyilaukan dari pereka yasa Bank berjalan itu dengan Direkturnya Bihan dan kolektorkolektor itulah uang bisa terkumpul beratus miliar, tapi apa berjalan mulus? Jawabnya masuk penjara dan jadi miskinnya kembali kolektor itu tadi.
Banjarbaru, 12 Juni 2011
Sumber:
https://www.facebook.com/notes/hamami-adaby/cerpen-40-dalam-hening-kekasih-aku/226680310695453
0 komentar: