Cerpen Haderi Ideris: Pilihan Terindah
Rinai hujan masih menyapa atap, menyisakan lantunan tembang rahmat Tuhan. Dinginnya hembusan angin membentur dinding-dinding rumah yang tertata rapi di komplik pemukiman warga kota ini. Sementara itu, kodok yang bermain di selokan menyungging senyum, mendendangkan lagu gembira.Sementara itu, di rumah yang luas dan megah itu, terasa lengang dan sunyi, seolah tak berpenghuni. Namun, di sudut ruangan pada sebuah kamar, masih terdengar percakapan pasangan suami-istri. Nampaknya terlibat pembicaraan yang serius. Apa gerangan yang mereka bicarakan? Adakah masalah yang menghimpit rumah tangga mereka?
“Linda istriku,” kata Galih Pratama sambil memeluk istrinya.
“Ada apa Mas,” sahut Linda lembut.
Galih kemudian beralih menuju bibir ranjang dan mengajak istrinya duduk bersebelahan, sambil tangan mereka tetap bertaut. Galih mendesah seolah ada persoalan berat yang menghimpit dadanya yang ingin diutarakan pada istrinya malam itu.
“Lin, masih ingat gak kamu, ketika aku melamarmu dulu?” Tanya Galih.
“Tentu saja mas aku masih ingat,” sahut Linda. ”Memangnya ada apa Mas bertanya begitu?”
“Ya, tidak apa-apa, aku merasa sangat beruntung mendapatkanmu, aku yang miskin dan belum punya pekerjaan tetap, berani-beraninya melamar anak gadis orang.” Galih, belum bisa mengutarakan maksud hati yang sebenarnya, malah itu yang dia ucapkan.
“Ah, Mas, kita memang sudah jodoh, cinta tidak memandang kaya dan miskin, cinta itu suci, ia datang dan pergi tak terduga Mas.” Sahut Linda manja.
“Itulah sebabnya aku sangat senang dan bersyukur mendapatkanmu, kamu orangnya pengertian, bisa menerima aku apa adanya, tapi...”. Galih tidak melanjutkan kata-katanya, ia hanya mendesah, menarik nafas dalam-dalam.
“Tapi apa Mas?” sergah Linda, sambil menyelami perasaan suaminya. Linda mulai merasakan ada suatu beban yang hendak disampaikan suaminya, apakah ada kaitannya dengan rumah tangganya akhir-akhir ini?
“Begini Lin ...” Galih menarik nafas. “Aku bahagia hidup bersamamu, dulu kita hidup apa adanya, kini Alhamdulillah kita sudah mapan, namun, ada sesuatu yang terasa kurang”.
“Mas, aku bisa merasakan kegundahanmu, aku juga merasakan hal yang sama, karena selama sembilan tahun berumah tangga, kita belum mendapatkan keturunan, lalu bagaimana lagi, ini mungkin suratan buat kita Mas, kita ambil hikmahnya saja Mas”, Ucap Linda mantap, Linda sudah bisa menebak arah pembicaraan suaminya, pasti soal momongan. Ya, walau mereka sudah berikhtiar kemana-mana, namun, belum mendapatkan hasil yang memuaskan.
“Lin, Gimana kalau kita tempuh cara lain, soalnya hampir semua cara sudah kita tempuh, namun belum berhasil?”
“Maksud Mas, cara lain bagaimana? Mengadopsi anak maksudnya?”
“Bukan, bukan itu maksudnya!”
“Lalu?”
“Maksudku begini,...” Galih mengubah posisi duduknya menghadap wajah istrinya. “Aku kan maunya kalau dikarunia anak, ya harus dari darah dagingku sendiri.” Galih mempertegas keinginannya.
“Jadi, maksud Mas apa?” Dengan sedikit cemas Linda coba menyelami pikiran suaminya lewat tatapan matanya.
Galih menarik nafas dalam-dalam, seolah mencari kekuatan untuk bisa mengatakan sesuatu yang teramat berat, “Lin, maafkan aku, kalau apa yang akanku katakan ini menyakiti hatimu!”
“Mas, katakanlah ! Aku siap menerima hal yang terburuk sekalipun.”
Linda menggenggam jemari suaminya lebih erat. Apa yang ia katakan itu bertolak belakang dengan hatinya. Sebenarnya itu hanya ungkapan bibirnya saja, karena bagaimanapun perasaan wanita lebih halus, sehingga ia mampu menangkap ketidaknyamanan atas sikap suaminya.
“Lin, Bagaimana kalau aku menikah lagi?”
Kata-kata Galih ini bagi linda seolah petir yang menyambar dadanya. Dengan sekejap awan hitam datang menggulung, disertai badai dan hujan lebat, sehingga menumbangkan pohon-pohon tua yang sudah lapuk.
Linda terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan suaminya. Kekhawatiran yang selama ini selalu menghantui pikirannya, kini sudah di ambang mata. Ia sadar, dan tahu betul, karena berkaca pada pengalaman orang lain bahwa banyak rumah tangga hancur lantaran masalah momongan. Apakah hal yang sama akan terjadi pada rumah tangganya?
Linda tertunduk, berurai air mata. hancur hatinya berkeping-keping mendengar ucapan suaminya itu. Walau ia tahu dan tidak menyangkal bahwa agama tidak melarang laki-laki memiliki istri lebih dari satu. Namun, hati wanita mana yang tidak remuk mendengar kata-kata seperti itu. Andai saja, Linda tidak memiliki kelainan pada rahimnya, mungkin ia sudah mengamuk saat itu juga.
Namun, Ia tetap berusaha dengan sekuat tenaga, mengungkapkan perasaannya, walau sambil terisak. “Mas ... aku sadar, aku memang memiliki kekurangan, tapi, sakiiit hati ini Mas mendengar kamu berkata seperti itu. Mas sudah lupa ketika kita sama-sama susah dulu? Waktu itu kita berjanji akan tetap saling mencintai dan saling mengerti dengan kelebihan dan kekurangan kita masing-masing. Kini setelah kita mapan, Mas coba mengkhianati janji setia kita?”
Galih menunduk, tak berani menatap mata istrinya yang sembab, ia sadar dengan apa yang dikatakan istrinya, tak sepantasnya ia berkata seperti itu pada istri yang selama ini dengan setia mendampingi dirinya baik dalam keadaan senang maupun susah. Namun, justru dengan mengatakan seperti itu ia menganggap apa yang ia lakukan adalah bagian dari rasa kesetiaannya. Andai saja ia menurutkan egonya, mungkin ia akan menikah dengan sembunyi-sembunyi, tapi itu tidak ia lakukan, karena menurutnya menikah dengan sembunyi-sembunyi justru merupakan pengkhianatan.
“Lin, aku bukan bermaksud mengkhianati janji setia kita dulu!” Suara Galih bergetar, rupanya sejak istrinya mengingatkan janji setia mereka, ia pun tak mampu membendung air matanya.
“Lalu, apa maksud Mas mengatakan hal itu, apa memang Mas sudah memiliki calon pengganti diriku?, Sudah, sana pergi, pergi! ... temui calon istrimu itu dan ceraikan aku sekarang juga!”
Setelah berkata seperti itu Linda menghempaskan tubuhnya ke ranjang membelakangi suaminya. Air mata dan isak tangis Linda semakin memuncak. Api cemburu yang redup lantaran sadar kekurangan dirinya, rupanya tak mampu dipadamkannya. Ya, wanita mana yang tidak cemburu? Wanita mana yang tak terpantik emosinya mendengar suaminya pengin kawin lagi?
Melihat keadaan seperti itu, Galih coba membujuk istrinya, dan coba menenangkannya dengan mendekapnya dari belakang, namun, ditepis oleh istrinya. Galih tetap berusaha memperbaiki keadaan. Ia coba sekali lagi menyentuh bahu istrinya.
“Lin, maafkan Mas sudah menyakiti hatimu dengan perkataanku tadi, Mas tidak bermaksud mengkhianati janji setia kita dulu. Aku masih ingat, dan aku akan tetap mencintaimu sampai kapan pun. Maafkan aku ya!”
Linda membalikkan punggungnya menghadap suaminya, isak tangisnya mulai mereda. Galih menghapus sisa air mata istrinya dengan ibu jarinya, sambil berkata, ”Sekali lagi maafkan aku, aku menyesal berkata seperti itu. Sebenarnya tidak ada niat sedikit pun untuk menduakanmu, memang benar aku menginginkan anak dari darah dagingku sendiri, tapi bukan dari rahim orang lain, tapi, dari rahimmu sendiri, tadi cuma bercanda kok, gitu aja diambil hati.”
Linda duduk dan manatap suaminya,“Kalau tidak diambil hati, pastinya Mas akan menurutkan kata-kata Mas sendiri, enak aja, jelas saja aku tidak setuju Mas.” Linda masih terlihat ngambek.
“Lin, asal kamu tahu, aku berkata seperti itu justru menunjukkan kesetiaanku padamu, aku tahu, sangat jarang seorang istri mau mengizinkan suaminya kawin lagi walau dengan alasan apapun. Makanya kalau aku tidak setia, mungkin sudah sejak dulu aku menikah dengan wanita lain secara diam-diam. Tapi, sudahlah kita lupakan saja kata-kata Mas itu. sampai kapanpun aku tetap mencintaimu dan tak mungkin mengkhianati janji kita. Lin, sekali lagi maafkan Mas ya!”
Linda memeluk suaminya dan berkata,” Ya Mas, Mas sudah saya maafkan.”
”Alhamdulillah, aku janji tidak akan pernah berkata seperti itu lagi.” Pungkas Galih.
Dua insan yang belum mendapatkan amanah anak itu larut dalam pelukan malam. Perlahan Galih melepas pelukannya, lalu berkata lirih, “Lin, sebenarnya ada satu cara lagi yang belum pernah kita coba.”
“Apa itu Mas?” Tanya Linda antusias.
“Selama ini kita terlalu mengandalkan ikhtiar kita kepada dokter, sehingga melupakan Allah sebagai Tuhan yang Maha Pemberi.”
“Lalu bagaimana yang harus kita lakukan?”
“Begini, selama ini kita selalu konsoltasi sama dokter, namun dua minggu yang lalau saya coba konsoltasi sama Ustadz Jamil mengenai masalah kita, menurut beliau, kita jangan sampai putus asa, hendaknya kita terus meminta, berdoa pada Allah, serahkan semuanya pada Allah, semua mudah saja bagi Allah. Waktu itu beliau menyetir ayat yang ada pada Surah Maryam, tentang cerita Nabi Zakaria yang sudah tua dan istrinya yang diponis mandul, namun dengan izin Allah istrinya bisa hamil. Beliau menyarankan agar kita mengamalkan Surah Maryam itu, dan tak lupa kita bertaubat, serta mohon ampun kepada Allah, dan kita juga disarankan minta maaf pada orang tua, terutama pada mama, sekaligus minta doakan pada mereka, dan memperbanyak tahajjud serta bersedekah dengan anak yatim.”
“Ahh, Mas ini bercandanya keterlaluan, andai saja Mas langsung bercerita solusi yang ditawarkan Pak Ustadz tadi, mungkin sakit hati ini tidak akan terjadi Mas.” Ungkap Linda sambil mencubit pantat suaminya.
“Aduh, hehehe, aku cuma ngetes aja, cemburu apa kaga.” Sambil nyenger.
“Huuuh, dasar, mau dicubit lagi?”
“Sudah, sudah, gimana pedapatmu dengan solusi yang disarankan Ustadz Jamil tadi?”
“Ya, Mas, sepertinya benar apa yang dikatakan Ustadz Jamil, selama ini kita terlalu sibuk dengan urusan bisnis, sehingga orang tua kita sendiri kurang terperhatikan, dan kita juga jarang bersedekah, apalagi salat tahajjud, salat lima waktu pun terkadang kita lalai, mungkin ini teguran Tuhan Mas sama kita, sehingga aku diberi kelainan pada rahim dan kita belum dikasih momongan.”
“Kalau begitu, mulai malam ini kita ubah kebiasaan lama dengan kebiasaan yang disarankan Ustadz Jamil tadi, gimana, setuju?”
“Ya Mas, saya setuju.”
Malam pun terus merangkak dan menjadi saksi ikrar dua insan yang sama-sama merindukan hadirnya tangisan bayi di tengah-tengah mereka.
***
Dua bulan berlalu, pasangan suami istri itu terus dengan tekun menjalankan saran dari Ustadz Jamil. Pada suatu ketika, sepulang di Kantor, Galih mendapati istrinya uring-uringan, emosinya kadang tak terkontrol, dan terkadang merasakan pusing serta mual yang teramat sangat. Secepatnya Galih membwa istrinya ke dokter. Setelah dilakukan pemeriksaan, Galih secepat kilat menyambar Dokter dengan pertanyaan” Pak! Gimana keadaan istri saya?, sakit apa dia?”
“Pak Galih, Bapak yang sabar ya!” Kata dokter.
“Dok!, sakit apa istri saya?” Galih semakin cemas.
“Maaf Pak Galih, saya bercanda, Selamat ya!” Sambil menjabat tangan Pak Galih” Anda akan menjadi seorang ayah.”
Mendengar ucapan dokter itu, Galih langsung sujud syukur, kemudian dia memeluk istrinya.
“Alhamdulillah Ya Allah, Engkau telah mengabulkan doa kami.”
Terngiang di hati pasangan suami istri yang merasakan kebahagiaan yang teramat sangat itu, Firman Allah dalam Surat Maryam ayat 7 – 9 yang sering mereka baca.
(Allah Berfirman), “Wahai Zakariyya! Kami Memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah Memberikan nama seperti itu sebelumnya.”Dia (Zakariyya) berkata, “Ya Tuhan-ku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?”
(Allah) Berfirman, “Demikianlah.” Tuhan-mu Berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku Ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.”
Dokter tersenyum bangga, karena turut merasakan kebahagiaan mereka berdua. Pasangan Suami istri itu tak henti-hentinya mengucapkan puji syukur kepada Allah, dan tak lupa pula mereka berterima kasih pada dokter, sebelum mereka pulang mengkhabarkan berita gembira itu pada keluarga yang lain.
“Alhamdulillah, Allah telah memberikan pilihan terindah buat rumah tangga kita Mas, alhamdulillah kita diberi kesabaran tuk terus mendayung bahtera rumah tangga kita.” Linda berkata sambil memegangi perutnya, yang diikuti senyum bahagia sang suami, saat mereka pulang ke rumah.
Sumber:
Majalah Cahaya Nabawiy edisi Maret 2012
https://www.facebook.com/notes/haderi-ideris/cerpen-pilihan-terindah/10150613464643813
0 komentar: