Cerpen Haderi Ideris: Pilihan Terbaik
Awan berarak bagai kapas putih menghias langit. Mentari siang memperlihatkan ketajaman matanya menusuk bumi. Tapi, biarpun demikian cuaca akhir-akhir ini tidak bisa ditebak, cuaca bisa berubah cepat, hujan bisa saja datang tiba-tiba.Jas hujan, jangan sampai ketinggalan, ini yang perlu aku siapkan sebelum berangkat ke Banjarmasin. Rasa rindu tidak bisa ku sembunyikan dan tidak bisa di tahan-tahan, untuk bertemu Putri.
Bayangan sidoi terus menari di pelupuk mata. Makan siang pun tak begitu lahap, seakan rasa lapar terkalahkan rasa rindu yang begitu dalam. Maklum sudah agak lama kami tidak bertemu. Ya kalau ngomong lewat Hp beda dong ketimbang langsung berdekatan ama dia.
Tapi, yang bikin aku penasaran kenapa dua minggu terakhir ini agak sulit dihubungi, kalaupun bisa, pembicaraannya kaya tidak semangat begitu, biasa-biasa aja. Ah, mungkin cuma perasaanku aja.
Setelah dirasa cukup bekal yang disiapkan, aku pamitan sama nenek, dan langsung tancap gas menuju Banjarmasin. Sekitar jam enam aku udah nyampai. Aku mampir dulu ke rumah Paman Syarif di Komplik Banjar Indah Permai.
“Tomben, ke rumah Paman tidak ngabari duluan,” kata paman
“Ya Paman, saya minta maaf, sebelumnya tidak memberi kabar, soalnya tadi buru-buru.” aku beralasan.
“Ya, gak apa-apa, yang penting kamu selamat nyampai ke sini, lain kali kalau mau ke sini beri kabar dulu, saya khawatir kalau terjadi apa-apa di jalan.” nasehat paman.
“Ya Paman, lain kali saya tidak akan lupa.” sahutku.
“Gimana, khabar nenekmu di Amuntai, beliau sehat?”
“Nenek sehat aja, beliau sangat rindu pada Paman dan keluarga yang ada di sini.”
“Ya, Paman juga rindu pada beliau, kamu tahu sendiri kan kesibukan paman!, kapan-kapan saya akan berkunjung ke Amuntai.”
“Mandi dulu, nanti disambung ngobrolnya,” kata Bibi Rosita, menimpali pembicaraanku sama paman.
“Ya, Bi, kalau begitu saya mandi dulu.”
***
Setelah salat magrib, aku berpamitan sama paman dan bibi, mau ke rumah Putri. Aku sengaja tidak mengabarinya, kalau aku akan datang, ya sedikit bikin kejutan.
“Assalamualaikum,” ucapku pada paman dan bibi.
“Alaikum salam,” sahut mereka.
Aku langsung tancap gas motorku menuju rumah Putri yang jaraknya sekitar satu kelo dari rumah pamanku. Sebentar saja aku sudah nyampai di depan pagar rumahnya. Pintu pagar tidak tertutup. Aku langsung masuk ke halaman rumah Putri. Aku akan bikin kejutan sama Putri. Tapi bukannya aku yang bikin kejutan, justeru aku yang terkejut.
“Kok Ada mobil?, mobil siapa ya, setahu aku orang tua Putri tidak punya mobil,”aku membatin.
Rasa penasaran dan terkejutku terjawab, saat Putri membukakan pintu untukku, ternyata sudah ada tamu laki-laki duduk sendirian, tanpa di dampingi orang tua Putri.
“Ohh rupanya ini yang membuat Putri akhir-akhir ini sulit dihubungi, kalau diajak bicara lewat Hp tidak bisa berlama-lama seperti dulu.” aku membatin.
“Put !, siapa dia?” tanyaku kesal.
“Mas, jangan salah paham dulu, a…aku.”
“Ahh,” aku memotong pembicaraan Putri. “Rupanya dia yang membuatmu belakangan ini sulit dihubungi, katanya sibuk, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan lah, alasan aja. Tega kamu ya Put membohongiku.” Aku tak bisa mengontrol emosiku, aku terus menumpahkan kekesalanku.
“Mas, emang belakangan ini saya sibuk,” sahut Putri coba menjelaskan.
“Aku tak percaya, sesibuk apapun pasti ada dong waktu untuk menghubungiku,” cecarku. “Apa kamu udah tidak mencintaiku lagi? Karena sudah ada lelaki bajingan ini!” Aku menunjuk ke arah muka tamu Putri.
Sang Tamu berdiri, “ Jangan berkata kesar seperti itu Mas! Saya tidak terima dikatangan bajingan.”
“Apa kamu bilang?!” Bentakku. “Tidak terima, dasar!, nyadar gak sih, apa tidak bajingan kalau sudah tahu Putri ini tunanganku, gara-gara kamu, Putri sekarang berubah.”
“Jaga omongan Mas, jangan menuduh sembarangan ya,” Sang Tamu terpantik emosinya.
“Kalau kamu tidak terima, sekarang mau apa?” tantangku. Emosiku memuncak, aku langsung merengsik maju dan meninju muka sang tamu. Sang tamu langsung tersungkur.
“Mas Hendra !” Putri langsung menghampiri Hendra yang tersungkur.
“Mas, tidak apa-apa?”
“Tidak Put, gak apa-apa kok.”
Putri berdiri, “Mas Haderi!, sudah, sudah, kok jadi begini sih!” semberi mencoba memegangiku, karena aku merengsik mau menendang bajingan yang ada di hadapanku.
“Ayu bangun, kita selesaikan masalah ini secara laki-laki! lepaskan aku Put.”
Hendra berdiri sambil memegangi mulutnya yang berdarah.
“Mas Haderi, aku masih bisa menghargai kamu dan Putri, aku tahu kalian sudah bertunangan. Tapi, kalau memang Mas menentangku, aku terima, terus terang aku juga mencintai Putri. Buktikan saja omonganku ini, aku akan bisa merebut Putri dari tanganmu, aku akan selalu ingat tamparan Mas in.i” Hendra beranjak keluar menuju mobil Avanza yang parker di depan rumah Putri.
“Mas Hendra!, tunggu Mas!” Putri menghambur ke luar menyusul Hendra. “Mas, maafkan ya atas sikap Mas Haderi padamu.”
“Put, aku tidak akan bisa memaafkannya, apa yang aku omongin pantang kutarik kembali, aku mencintaimu Put, aku akan rebut kamu darinya, aku laki-laki yang suka tantangan, semakin ditantang, aku semakin bersemangat mendapatkanmu.”
“Maaf Mas, bukankah Mas tahu kami sudah bertunangan? aku harap Mas mengerti.”
“Put, urusan yang satu ini, aku tidak bisa, karena aku sudah ditantang, buktikan saja.” Hendra masuk ke mobil, kemudian membanting pintu mobilnya.
“Dasar laki-laki, keduanya sama, bawaannya emosian.” Putri membatin.
“Puas, Mas sekarang, sudah melampiaskan amarah Mas?” tanya Putri agak kesal padaku.
“Puas banget Put, kalau perlu aku bunuh aja sekalian. Aku tidak akan pernah rela siapapun orangnya yang coba menghalangi cintaku dan merebut kamu dari ku, tidak akan pernah!” tegasku.
“Kalau begitu, kapan Mas kita menikah? Sudah enam bulan kita bertunangan,” desak Putri.
“Put, jangan bahas itu dulu, aku pusing.”
“Mas, setiap kali aku ngebahas tentang pernikahan, Mas selalu beralasan, aku jadi sangsi, apa benar Mas bersungguh ingin menikahiku, aku butuh kepastian Mas!”
“Put, apa kamu meragukan cintaku, aku bilangin ya ama kamu, aku sangat mencintaimu, tapi soal pernikahan jangan kita bahas sekarang, aku masih pusing, aku mau pulang dulu.”
“Mas, ku tegaskan ya, aku perlu kepastian, kalau seperti ini sama halnya mas menggantung aku.”
“Terserah, aku tak peduli.”
“Mas egois, kalau Mas bilang seperti itu, lebih baik kita selesaikan saja sekarang.”
“Maksudmu?”
“Ya, lebih baik kita putus saja, apa gunanya mengharap sesuatu yang tidak pasti.”
“Apa! putus katamu! Ohh...aku tahu sekarang kau begitu mudah mengucapkan kata putus, karena kau sudah ada calon penggantiku, Hendrakan?, jadi benar dugaanku selama ini, dibelakangku kamu sudah bermain api dengan Hendra. Gadis macam apa kamu? Oh, aku tahu, Hendra orang kaya, bermobil, pasti kamu lebih memilih Hendra dari pada aku, dasar cewe matre.”
“Tarik ucapan Mas, aku hanya butuh kepastian.”
“Baiklah, kalau memang kamu butuh kepastian, aku kabulkan permintaanmu, kita akhiri saja pertunangan kita, Puas kamu sekarang!” kataku keras sambil melangkah pulang.
***
“Haderi, pulang apel malam minggu, kok cemberut seperti itu,” sapa Paman saat aku pulang ke rumahnya.
“Aku udah putus ama Putri.”
“Putus! Kok bisa! sahut Bibi Rosita.
Ya, Bi, ternyata dugagan dan kecurigaanku benar, ia lebih memilih pengusaha itu ketimbang aku yang baru CPNS.
“Sudahlah, ambil saja hikmah dari semua kejadian ini, berarti Putri bukan jodohmu, dan itu pilihan terbaik buatmu menurut kehendakNya, siapa tahu kamu akan mendapat calon isteri yang lebih baik,” nasehat Paman padaku.
“Ya, Pamanmu benar, tenangkan hatimu dengan salat, lagian kamu kan belum salat Isya, serahkan semua urusanmu kepada Allah.” sahut bibi menenangkan gundahku.
“Ya, Bi. Makasih kata-kata Bibi mengingatkanku dan menenangkanku,” sahutku sambil beranjak ke tempat wudhu.
Setelah salat, aku tenggelam dalam munajat. “Astaghfirullah…Ya Allah, ampuni segala kesalahan hamba, hamba khilaf, hamba tak mampu menahan emosi, ampuni ya Allah, hamba belum bisa menahan marah. Ya Allah hamba memohon ampun padaMu, karena selama ini cintaku pada Putri udah menutupi hatiku melebihi cintaku padaMu, hamba yakin, ini teguran dariMu. Alhamdulillah Engkau telah membukakan hidayahMu. Hilangkanlah perasaan cintaku pada Putri yang hanya bikin sakit hatiku ini, gantikanlah dengan cinta yang lain berdasarkan kecintaanMu.
Ya Allah hamba tarik perkataan hamba tuk mempertahankan Cintaku pada Putri, hamba sadar sekarang setiap cinta memang harus diperjuangkan, tapi kalau cinta itu malah bikin jauh dariMU, hamba mohon hapuskanlah rasa cinta itu dari hati hamba.
Aku mohon ya Allah, ya wahhab, ya mujib, ya hayyu ya qayyum, berilah hamba ketegaran dalam menghadapi persoalan hidup ini. Ya Allah Ya Rahman, karuniakanlah kepadaku cinta karena cintaMu. Ya Allah Ya Rahim, berikanlah hamba jodoh isteri yang salehah, isteri yang mengerti keadaan suaminya, yang mencintaiku karena cintaMu jua. PilihanMulah Pilihan terbaik untukku. Amin.
Sumber:
https://www.facebook.com/notes/haderi-ideris/cerpen-pilihan-terbaik/10150676082038813
0 komentar: