Cerpen Haderi Ideris: Peristirahatan Terakhir
Gerakan merunduk yang aku lakukan bukan suatu kebetulan. Aku memang sengaja, setiap kali melewati tempat ini, aku merunduk. Ya aku tak perduli apa kata orang. Aku melihat mereka bingung, mengapa aku melakukan hal itu. Merunduk, ya merunduk.Setelah merunduk aku melakukan gerakan melompat ke kiri satu langkah, setelah itu merunduk lagi. Setelah merunduk, aku melompat lagi ke kanan, terus merunduk lagi, kemudian aku berjalan biasa meneruskan perjalanan.
Aku tiba di suatu tempat, aku sendiri tidak tahu apa nama tempat ini. Aku juga bingung, mengapa aku bisa sampai di tempat seperti ini. Semacam sebuah perkampungan, tapi, sepertinya bukan. Kalau perkampungan pasti ada rumah warganya, Nyatanya tidak ada rumah di sini, lalu mereka tidur di mana? Apa jangan-jangan mereka ini …..
Ah itu khayalan saja tak mungkin, yah aku bersangka baik aja ama mereka. Tapi penasaran juga nih, siapa mereka?.
Aku coba menghampiri mereka, dan bertanya. “Maaf, boleh numpang Tanya?”
Orang yang saya ajak bicara tidak menjawab. Mereka malah lari, Aku kejar karena aku memang harus tahu di mana sekarang aku berada. Namun, mereka tak terkejar olehku.
Baiklah, aku akan terus melanjutkan perjalanku. Ah kenapa keinginanku melakukan hal yang serupa ketika melewati tempat sebelumnya kini muncul lagi di tempat ini. Merunduk, terus melompat ke kiri, kemudian merunduk lagi, lalu aku melompat ke kanan, terus merunduk lagi, kemudian aku berjalan lurus ke depan.
Sebenarnya apa yang aku lakukan ini? dan mau kemana? dan apa yang aku cari?, Ahh lakukan aja perjalanan ini.
Oh, itu mereka yang aku temui tadi, apa yang mereka lakukan sekarang? Wajah-wajah mereka kekuning-kuningan, beda dengan mereka yang aku temui sebelumnya, wajah mereka yang aku temui sebelumnya kehitam-hitaman. Kok bisa sih? Apa mereka ini memang berbeda, tapi wajahnya kok mirip, tapi pancaran cahaya muka mereka yang berbeda. Atau mungkin dasar memang beda ya?
Aku menghampiri mereka “Assalamu`alaikum” ucapku pada mereka.
“Alaikum salam” sahut mereka secara bersamaan, sambil melempar senyum padaku.
Masyaallah senyuman mereka tak bisa aku gambarkan, oh… sangat indah, menakjubkan.
“Ada yang bisa kami bantu” Ucap seorang dari mereka.
Masyaallah, suaranya lembut banget, dan terasa nikmat membuat jantungku terasa mau copot.
“I, iya, ya” aku agak gugup dibuatnya.
Coba saja bayangkan gimana tidak gugup tidak hanya wajahnya, suaranya, tapi yang lebih dakhsyat lagi tatapan matanya. Indah sekali. Tidak pernah aku melihat mata seindah ini. subhanallah.
“Mas…, apa yang bisa kami bantu?
“O, Iya, saya mau nanya nih, tapi perkenalkan dulu…”
“Ya, kami sudah tahu namamu”
“Kok bisa tahu?”
“Nama kamu H.Abdullah kan? harus pakai huruf H di depannya.
“Ah, saya tidak terlalu mempersoalkan itu, dipanggil pakai huruf H, atau tidak , tak perlu dipikirin.
“Oh, lalu apa yang hendak anda tanyakan?”
“begini, saya ini berada di mana?"
“Ada yang lain?"
“Tidak. Hanya itu”, sahutku
“Masa kamu tidak mengenal tempat ini?, tempat ini, tempat yang paling romantis yang diingini semua orang”. Godanya.
“Aku benar-benar tidak mengenal tempat seperti ini, karena aku tidak pernah melihat dan pergi ke tempat semacam ini, sebelumnya”, jawabku polos.
“Benarkah?, kalau begitu lebih mendekatlah!, Suara sangat manja.
Ah, aku tidak kuasa melawan perintahnya, gadis yang ada dihadapnku begitu menggoda, aku terus merapatkan tubuhku kepadanya.
Ia pun berbisik.”Kami semua siap melayani kamu, ketahuilah kami tidak akan pernah tua, dan selalu perawan”.
Ooh, tidak bisa kugambarkan betapa bahagianya aku saat ini, dikelilingi bidadari cantik, apa yang kumau selalu tersedia, aku makan dan minum sepuasnya, dari bir, madu, susu, di sini aku tidak pernah buang air, makanan dan minuman keluar menjadi keringat dan sendawa, harumnya lebih harum dari kasturi.
Aku bingung mengapa aku bisa sampai di tempat seperti ini, apakah ini balasan atas semua yang kukerjakan, ah bukan, aku tak pantas menerima kesenangan seperti ini, aku tidak pernah berbuat kebaikan sedikitpun.
Kok diam?, apa yang kamu pikirkan?, Tanya bidadari
Ah tidak, aku cuma bingung, mengapa aku bisa tiba di tempat ini, menurutku aku salah alamat, bukankah aku tidak pernah berbuat kebaikan, malah aku selalu berbuat dosa, dosa dan dosa.
“Kamu tidak salah alamat, Pengakuanmu itulah yang menyebabkan kamu sampai ke tempat ini”, ia coba menjelaskan.
“Maksudnya?” Aku malah bingung.
“Ya seperti itulah keadaanmu, kamu hamba Allah yang benar-benar menghambakan diri kepadaNya, kebaikan dan kebajikanmu tak terhitung, makanya kamu nyampai ke tempat ini. Kamu beramal, tapi tak pernah mengakuinya sebagai amalmu, kamu alim besar, tapi tak pernah mengaku-ngaku alim, kamu tak pernah mencela dan menghina mereka-mereka yang bodoh, kamu mengasihi mereka dan sabar membimbing mereka mengikuti jalanmu, merunduk melompat kekiri, melompat kekakanan menghindari godaan duniawi dan kamu terus merunduk patuh dan istiqamah lurus menuju jalan ke tempat ini”.
“Kamu orang suci, tapi kamu merasa kamulah orang paling banyak dosa diantara mereka”. Itulah yang menyebabkan kamu berada di tempat ini.
Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illallahu wallahu akbar. Tasbih, tahmid, dan takbir bergema, mengiringi jenazahku, menuju tempat peristirahatan terakhir, menunggu datangnya hari kiamat.
Sumber:
https://www.facebook.com/notes/haderi-ideris/peristirahatan-terakhir/10150174832418813
0 komentar: