Esai Hamberan Syahbana: Menikmati Puisi Zikir Senja Karya Arsyad Indradi
Zikir SenjaTak terbaca lagi ayatayat
Yang Kau hamparkan sepanjang perjalanan
Menuju rumahMu
Tak mungkin kembali
Menangkap AlipLamMim dari pintu bumi
Kandang dombadomba yang lapar
Semakin jauh berjalan
Kucurigai langit
Menyembunyikan bintangbintangMu
BulanMu bahkan matahariMu
Kucurigai laut
Menyentuh kakiku
Buihbuih merajah pausMu yang kian punah
Jasadku untaunta
Rohku kafilahkafilah
Di gurungurun bukit Thursina
Kucurigai rumahMu lengang
Kucurigai mengapa Kau tunggu aku
Di Jabal Rahmah
Aku
Anak Adam
Yang tersesat di sajadahMu
Banjarbaru, 2000
Berdasarkan paparan di atas kita ketahui bahwa puisi Zikir Senja karya Arsyad Indradi ini ditulis dengan menggunakan tipografi konvensional yang hanya terdiri satu bait dengan lariknya yang berjumlah 22 larik.
Puisi ini dibangun dengan diksi yang bernafaskan religie. Puisi ini juga disebut Puisi Metafisikal bahkan bisa disebut Puisi Sufistik yang mengajak pembaca merenungkan tentang kehidupan, keberiman dan ketakwaan. Untuk memahami makna dan keindahan puisi ini, kita bisa memilahnya menjadi beberapa bagian. Ini sama sekali bukan merubah tipografi, tetapi hanya sementara semata-mata untuk memudahkan mencermati dan menganalisis puisi ini.
Untuk itu marilah kita cermati pilahan bagian 1 berikut di bawah ini.
1. Tak terbaca lagi ayatayat
2. Yang Kau hamparkan sepanjang perjalanan
3. Menuju rumahMu
4. Tak mungkin kembali
5. Menangkap AlipLamMim dari pintu bumi
6. Kandang dombadomba yang lapar
7. Semakin jauh berjalan
Berdasarkan Paparan di atas kita ketahui bahwa puisi ini diawali dengan ungkapan Tak terbaca lagi ayatayat di larik 1 dan dilanjukan di larik 2 dengan ungkapan Yang Kau hamparkan sepanjang perjalanan menuju rumahMu. Klausa Tak terbaca lagi adalah ungkapan yang bersifat ambiguitas dan bermakna ganda. Pada tataran pertama maknanya memang benar-benar tidak terbaca lagi, atau tidak diketahui lagi. Sedang pada tataran kedua ungkapan tak terbaca lagi bisa bermakna tak terhitung jumlahnya.
Berikutnya di larik 3 ada Menuju rumahMu. Frasa rumahMu ini juga bersifat ambiguitas. Pada tataran pertama frasa rumahMu maknanya adalah Baitullah yang ada di Mekkah sana. Dan yang dimaksud dengan perjalanan menuju rumahMu maksudnya adalah perjalanan ibadah haji dan umrah. Dengan demikian maka ungkapan Tak terbaca lagi ayatayat yang Kau hamparkan sepanjang perjalanan menuju rumahMu maknanya adalah begitu banyak dan tak terhitung jumlahnya kemudahan dan rezeki yang diberikanNya sehingga sampai juga akhirnya ke Baitullah yang sangat diidamkan itu.
Pada tataran berikutnya frasa rumahMu maknanya adalah tempat kembali dan berpulang ke rahmatullah. Dengan demikian ungkapan Tak terbaca lagi ayatayat yang Kau hamparkan maknanya adalah begitu naifnya kita tak sempat membaca tanda-tanda akan berakhirnya usia. Telah banyak tanda-tanda yang dinampakkanNya. Di antaranya adalah usia yang sudah tua, tubuh yang sudah uzur, wajah tua keriput, rambut ubanan. Pokoknya semua itu sudah merupakan tanda-tanda yang tak terbaca oleh kita.
Berikutnya di larik 4 ada ungkapan Tak mungkin kembali. Maknanya adalah Usia tak mungkin kembali muda. Rambut ubanan tak mungkin kembali hitam lagi. Tubuh yang sudah tua peot dan keriput tak mungkin lagi menjadi muda dan perkasa.
Berikutnya di larik 5 ada Menangkap AlipLamMim dari pintu bumi. Membaca AlifLamMim ini mengingatkan kita pada ayat pertama Surah Al Baqarah yang dilanjutkan dengan ayat ke dua yang menyatakan bahwa Itulah Kitab yang sedikitpun tak ada keraguan di dalamnya. Itulah Kitab petunjuk yang benar bagi kita semua. Dengan demikian maka ungkapan Menangkap AlipLamMim dari pintu bumi maknanya adalah kita harus senantiasa berpegang pada petunjuk yang benar dalam kehidupan di dunia. Dalam keadaan bagaimanapun. Janganlah hanya karena hidup susah penuh dengan penderitaan membuat kita semakin jauh dari jalan yang lurus. Janganlah kita jadi semakin jauh dari perjalanan menuju ke rumahNya.
Selanjutnya marilah kita cermati larik-larik berikut di bawah ini
8. Kucurigai langit
9. Menyembunyikan bintangbintangMu
10. BulanMu bahkan matahariMu
Berdasaran paparan di atas kita ketahui bahwa untaian larik 8, 9 dan 10 di atas ada kaitannya dengan ungkapan Tak terbaca lagi ayatayat yang Kau hamparkan sepanjang perjalanan.
Ayat-ayat yang dihamparkan itu maknanya adalah semua ciptaanNya meliputi yang ada di langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya. Termasuk juga bintang, bulan dan matahari. Lalu? Kenapa harus dicurigai? Karena barangkali Penyair menganggap bahwa semuanya itu menyembunyikan ayat-ayat yang ada di langit. Sehingga bulan, bintang dan matahari menjadi tak terlihat, akibatnya jadi tak terbaca. Bintang, bulan dan matahari itu sepertinya tak terlihat. Padahal bintang, bulan dan matahari itu tetap ada. Semua itu jadi tak terlihat karena ada yang menutupinya. Yaitu adanya cuaca mendung, Dan cuaca mendung itulah yang metutupi. Istilah puitisnya adalah langit kelabu. Secara denotatif awan kelabu itu memang benar-benar awan kelabu. Bintang, bulan dan matahari juga memang benar-benar bintang bulan dan matahari. Tetapi secara konotatif itu bisa bermakna lain. Awan bintang, bulan dan matahari hanyalah ungkapan perumpamaan.
Bintang adalah petunjuk arah dalam pelayaran di tengah lautan saat malam hari. Bulan adalah penerang di kegelapan malam. Matahari maknanya adalah pemberi cahaya dan sumber energi. Semua itu adalah ayat-ayat atau tanda-tanda dalam perjalanan hidup manusia. Sedangkan awan kelabu maknanya adalah godaan yang mempengaruhi suasana hati. Sehingga seterang apapun ayat-ayat contoh-contoh dan petunjuk yang diperlihatkan, tetap tak terlihat. Semua itu tetap saja tak dapat membuka hati dan pikiran orang-orang yang sudah tertutup. Inilah yang membuat dan menyebabkan sehingga Tak terbaca lagi ayatayat yang Kau hamparkan sepanjang perjalanan menuju rumahMu. Sehingga sebagian besar orang-orang yang sudah tergoda dan sudah tertutup hatinya tentu tak bisa melihat-tanda-tanda yang begitu jelas. Tentu tak akan dapat menuju jalan pulang ke rumahNya.
Selanjutnya marilah kita cermati larik-larik berikut di bawah ini.
11. Kucurigai laut
12. Menyentuh kakiku
13. Buihbuih merajah pausMu yang kian punah
14. Jasadku untaunta
15. Rohku kafilahkafilah
16. Di gurungurun bukit Thursina
Berdasarkan paparan di atas kita ketahui bahwa larik-larik tsb. menyimpan banyak makna yang harus dimaknai secara khusus. Di samping mencurigai langit penyair juga mencurigai laut yang ditandai dengan ungkapan Menyentuh kakiku. Di sini ada majas pars pra toto yang ditandai kata kaki, meskipun yang tertulis adalah kaki tetapi yang dimaksud adalah tubuh dan jiwa yaitu jasmani dan rohani secara keseluruhan. Ungkapan Menyentuh kakiku maknanya adalah menyentuh perasaan tentang masalah kehidupan habitat biota laut yang memprihatinkan, yang ditandai dengan ungkapan pausMu yang kian punah. Hal ini berkaitan dengan ungkapan Tak terbaca lagi ayat-ayat yang Kau hamparkan adalah hal yang tak disadari orang lain justru sangat menyentuh hati para pemerhati yang perduli.
Berikutnya di sini ada penggunaan majas metafora yaitu perumpamaan langsung dalam larik jasadku untaunta, Rohku kafilahkafilah di gurungurun bukit Thursina. Ungkapan untaunta di sini mengingatkan kita pada binatang padang pasir yang khas buat perjalanan yang jauh. Arsyad Indradi merasa dirinya adalah unta yang dalam perjalanan panjang menuju RumahNya. Dan rohnya kafilah-kafilah di gurungurun bukit Thursina.
Pada tataran pertama larik-larik di atas mengingatkan kita pada rangkaian perjalanan haji dan umrah dan ziarah menyusuri jejak para Rasul. Di antaranya Bukit Thursina yang diyakini tempat Nabi Musa AS menerima wahyu 10 shuhuf firman Tuhan sebagai pegangan beragama bagi ummat Nabi Musa AS.
Pada tataran kedua larik-larik tsb. mengungkapkan tentang perjalanan hidup manusia sebelum berpulang ke alam akhirat. Maksudnya adalah sepanjang perjalanan memuju rumahMu. Perjalanan hidup baginya bagaikan perjalanan unta-unta yang harus bertahan menahan haus dan panasnya matahari di gurun padang pasir. Sedangkan roh baginya bagai kafilah-kafilah yang mendaki dan bertahan dalam kelompok di bawah pimpinan seorang junjungan yang senantiasa membimbing umatnya.
Ternyata bukan hanya langit dan laut yang dicurigai dan mengganjal di hati penyair rumah ibadah pun turut dicurigai. Hal ini ditandai dengan ungkapan Kucurigai rumahMu lengang. Frasa rumahMu di sini barangkali sesuatu yang ada di Bukit Thursina itu yang diyakini Arsyad Indradi adalah rumahNya. Suatu tempat untuk ibadat yang saat itu terasa lengang. Atau barangkali yang dimaksud dengan rumahMU di sini adalah rumah ibadah yang biasa hampir semuanya sepi, kecuali hari Jum’at dan Hari Raya saja. Tentu ini karena Tak terbaca lagi ayatayat yang dihamparkanNya di sepanjang perjalanan hidup. Akhirnya puisi ini ditutup dengan untaian larik-larik Kucurigai mengapa Kau tunggu aku. Di Jabal Rahmah Aku Anak Adam Yang tersesat di sajadahMu.
Ungkapan kucurigai ini maksudnya bukan mencurigai secara negatif, tetapi maknanya adalah aku merasa ada yang aneh. Di mana penyair mengaku sebagai Anak Adam yang tersesat di sajadahNya.
Klausa tersesat di sajadahMu di sini adalah sebuah pengakuan seorang Hamba yang tak pernah luput dari dosa. Tetapi mengapa Kau tunggu di Jabal Rahmah? Inilah kecurigaan baik sangka positif Arsyad Indradi. Tentu ada sesuatu rahasia dariNya, sehingga sampailah perjalanan hidupnya ke Jabal Rahmah tsb.
Di sini ada majas totem pra toto, ditandai dengan Kau tunggu aku di Jabal Rahmah, yang maksudya bukan hanya gunung tetapi keseluruhan prosesi ibadah Ibadah Haji dan Umrah.
***
Puisi Arsyad Indradi ini berjudul Zikir Senja. Kata zikir pada judul puisi ini mengingatkan kita pada ritual ibadah yang biasa dilakukan sehabis sholat dan takziah. Zikir itu adalah ritual pendekatan diri kepada Allah SWT baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Baik sendiri-sendiri maupun berjama’ah.
Kata zikr menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan menurut pengertia syariat, zikir adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri kepadaNya. Kita diperintahkan untuk berzikir kepada Allah untuk selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong dan takabbur.
Hal ini mengigatkan kita pada beberapa firman Allah SWT di dalam Surah Al-Ahzab ayat 41 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, (dengan) zikir yang sebanyak-banyaknya."
Berikut di dalam Surah Ali Imran ayat 191 Allah SWT berfirman yang artinya "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Dan satu lagi, yaitu firman Allah SWT di dalam Surah Al- Baqarah aayat 152 yang artinya, "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku..
Berdasarkan Firman Allah SWT tsb. kita ketahui bahwa kita diperintahkan agat banyak-banyak berzikir dengan berbagai cara. Baik zikir hati, zikir lisan maupun zikir perbuatan. Dan dalam keadaan bagaimamanapun hendaknya kita harus selalu berzikir ingat kepadaNya., kecuali ditempat yang tidak sesuai dengan kesucian Allah., seperti di dalam WC.
Dalam konteks inilah Penyair Arsyad Indradi mewarning kita dengan puisinya Zikir Senja ini. Kata senja secara harfiah maksudnya memang benar-benar senja menjelang malam itu. Tetapi secara konotatif kata senja berarti usia lanjut. Dengan kata lain sudah mendekati saat tutup usia. Dengan demikian zikir senja maksudnya adalah zikir di usia tua menjelang saat menutup usia.
Inilah amanat dan pesan moral yang ingin disampaikan penyair Arsyad Indradi kepada para pembaca adalah betapa pentingnya kita membaca ayat-ayat atau tanda-tanda yang ada di langit, di bumi dan di antara keduanya. Membaca tanda-tanda itu adalah merupakan zikir hati yang bisa lebih mendekatkan kita kepadaNya. Dia Yang Maha Pengasih dan Maha Penyang dan Yang Maha Pengampun.. Demikianlah amanat dan pesan moral yang dapat kita petik dalam puisi Arsyad Indradi ini, dengan harapan semoga kita menjadi hamba yang selalu berzikir kepadaNya.
Sumber:
https://www.facebook.com/hamberan.syahbana/posts/10206936194843882
0 komentar: