Cerpen Taufik Rahman: Sermone Farcalis
Pagi sekali, ketika itu sisa-sisa embun masih belum mengering di untaian daun talas, matahari masih malas bangun dari tidurnya karena begitu mesranya selimut dari awan kumukus di langit kota Banjarmasin. Bukan hanya redup, tapi suasananya terlampau gelap, padahal jam sudah menunjukan pukul 8 tepat.Seorang pemuda dangan tatapan mata kosong berdiri menatap gelapnya langit, tatapannya jauh menerawang, tidak ada yang mengetahui apa yang ada dalam benaknya. Pria tinggi dan agak sedikit gemuk itu bernama Mahfud. Beberapa hari ini, Mahfud merasakan suasana yang sangat berbeda dari 18 tahun perjalanan hidupnya, sudah tujuh bulan ia menempati Asrama IAIN Antasari, Ma’had Al-Jami’ah Wisma Putra 3. Ia merasa seperti burung yang masuk dalam sangkar. Hah, jiwa kebebasan dari seorang anak pindahan asal Jawa.
Merantau ke Banjarmasin untuk kuliah memang bukan kehendak dari Mahfud, iya dipaksa oleh kakeknya untuk kuliah di IAIN. Padahal dilihat dari latar belakang jenjang pendidikannya, Mahfud tidaklah pantas untuk kuliah di perguruan tinggi berbasis agama seperti IAIN. Iya lulusan SMK jurusan Otomotif, pengetahuan agamanya pun tidak memadai. Namun, kehendak kakeknya itu bukanlah suatu pengharapan melainkan suatu wasiat yang menurut adat di daerahnya, hal itu tidak boleh tidak diwujudkan.Kakeknya sudah meninggal.
***
Tidak Seperti biasa, sepulang kuliah langkah laki Mahfud nampak lesu. Tidak seperti biasanya tatapan sayu itu menghiasi wajahnya dalam tujuh bulan ini, bagaimana tidak, dua orang temannya Rahmat dan Zain dikeluarkan dengan sepihak dari asrama oleh Murabbi. Tidak adil. Sungguh. Sesampainya di depan gerbang asrama dia coba menyandarkan tubuhnya di salah satu dari enam tiang penyangga balkon, kecamuk pikirannya masih saja tidak hilang, dilihat dari semua hal yang terjadi beberapa bulan terkahir ini, Mahfud merasa asrama sudah merampas hak semua orang yang ada didalamnya.
Bangunan dua tingkat inilah yang menampung hampir 130 an mahasiswa semester 1 dari berbagai daerah, arsitekturnya memang tidak terlalu menawan, tapi warnanya yang hijau Full Colour terkesan elegan dan segar bagi siapa saja yang melihatnya. Bagian beranda depan asrama ini memiliki enam tiang penyangga yang berdiri kokoh menahan beban abadi.
Masuk ke bagian dalam, di bagian ruang tamu terpancang televisi dan juga sebuah komputer umum bagi mahasantri, dua karpet merah disisi kanan ruang tamu ini menjadi tempat yang pas bagi setiap mahasantri untuk mengerjakan tugas atau hanya duduk santai, sementara di sisi kanan ada dua karpet merah yang berwarna cerah dan terlihat baru, disisi kiri ruang tamu ada sepasang karpet coklat yang agak tua dan kusam tak terawat. Namun, walaupun begitu, ruang tamu tetaplah menjadi tempat favorit bagi mahasantri untuk bersantai dan surving karena sinyal wi-fi nya yang kuat ditempat ini.
Sementara itu, bagian bawah asrama terdapat 19 kamar berseberangan yang disebut lorong Abu Bakar. Lurus menuju tangga dari ruang tamu terdapat Mushola dan dapur umum disebelah kiri dan kanan tangga. Mushola di asrama ini tidak difungsikan hanya sebgai tempat sholat, tapi lebih dari itu Mushola biasanya juga dijadikan tempat pembelajaraan Al-Qur’an bagi mahasantri yang belajar kepada murabbi dan latihan dari anak-anak theater asrama.
***
Beranjak dari tempat duduknya, Mahfud mencoba memberikan senyum yang terpaksa untuk menyembunyikan perasaan hatinya kepada mahasantri lain yang hendak dan datang dari kuliah yang ada di beranda.
Memasuki ruang tamu, Mahfud tidak langsung pergi ke kamarnya yang ada di lantai dua.iya justeru membelokan langkahnya ke sebelah kanan lorong Abu Bakar. Mahfud mencoba mengintip kamar A1 yang ada diujung lorong, tampak kamar tersebut sudah kosong tak berpenghuni. Penghuni kamar A1 sudah dikeluarkan oleh dewan Musrif dan murabbi karena sesuatu hal yang tidak jelas menurut Mahfud. Iya tidak bisa menerima Zain dan Rahmat dikeluarkan secara sepihak.
***
Kumandang adzan Isya, segera derapan gemercik air wudhu mencucur menghantam wajah, tangah, kepala, dan kaki para mahasantri. Tak terkecuali Mahfud dan dua teman sekamarnya Kamil dan Busra yang bergegas keluar kamar dari lorong Ali bin Abi Thalib. Kamar mereka tepat berada di ujung lorong dekat kamar mandi, lorong Ali bin Abi Thalib hanya terdiri dari 12 kamar yang saling berseberangan. Sementara 12 kamar sisa di sebut lorong Usman ibn Affan.
Langkah cepat mereka sgera sampai di ujung tangga turun, terlihat nampak oleh Mahfud musyrif Akbar keluar dari kamarnya yang berada di lorong Umar ibn Affan, terlihat dari perawakannya musyrif ini bisa dibilang gempal namun berotot. Masih jelas dalam ingatan Mahfud ketika Akbar hendak berkelahi dengan Kamil karena masalah Kamil terlalu keras menutup pintu pada waktu Akbar berjalan dilorong Ali. Tak pelak teguran keras dengan menggunakan nada tinggi dan sumpah serapah dari Akbar membuat siapapun yang mendengarnya akan terbawa emosi, begitu juga dengan Kamil. Untung saja perkelahian tidak sampai benar-benar terjadi karena Mahfud dan Bursa segera melerai keduanya. Namun, karena kejadian itu Kamil disidang oleh dewan musyrif dengan tuduhan menantang musrif tanpa mendengarkan penjelasan dari Kamil. Denda administratif dikenakan kepadanya sebesar 50.000 karena di kategorikan sebagai pelanggaran berat.
***
Lorong Umar sendiri terdiri dari 12 kamar yang tidak bersebarangan, kamar-kamar dilorong Umar berada disamping tangga, sebelah kanan berada tepat dibelakang lorong Ali, sementara bagian kiri berada dibelakang lorong Usman.
***
Gerakan harmonis mahasantri dan murabbi yang menadi imam sholat pada malam itu terlihat hikmat, deruan takbir yang menandai transisi gerakan dari tkbiratul ihram hingga salam seakan-akan mematikan seluruh suara yang ada dalam mushala, tak ada apapun selain doa dan pujian untuk Tuhan.
“Assalamu alaikum warahmatullah..” Murabbi menengok kan wajahnya kesebelah kanan dan kiri. Menandakan salam, rukun terakhir dalam sholat. Di ikuti oleh seluruh Mahasantri yang menjadi makmum.
***
Berhenti sudah aktivitas asrama, jam sudah menunjukan pukul 12 malam. Bunyi detik jam dinding semakin mendominasi keadaan. Tapi tidak bagi Mahfud, matanya masih saja terjaga, sudah dari pukul 11 tadi iya mencoba tidur tapi tidak bisa. Peluh dari tubuhnya tak berhenti keluar, gerahnya suhu udara dalam kamar berukuran 3x5 meter ini mendesaknya untuk meninggalkan kamar dan dua temannya yang sudah pulas tertidur.
Dari ujung lorong Ali, Mahfud dengan membawa buku yang baru di belinya dua hari yang lalu menuju balkon yang ada tepat ditengah-tengah asrama yang menonjol keluar. Dia mengarahkan pandangannya kearah SC(Student Center), yang berada di seberang sebelah kiri asrama, terlihat aktivitas dari anak-anak Mapala di halaman SC yang pada malam itu masih beraktivitas, tidak jelas apa yang sedang mereka lakukan dari penglihatan Mahfud. Tapi yang jelas, betapa asyiknya mereka berorganisasi, tidak seperti di asrama yang, menjemukan menurutnya. Hanya ada dua hal yang menurut Mahfud sangat mengasikkan di Asrama ini, yang pertama bermain futsal di sore hari dan yang kedua adalah akses internet gratisnya, selebihnya hanya membuang-buang waktu pikir jiwa kebebasannya.
***
The Lesson,begitulah judul cover buku yang sedang dibaca oleh Mahfud, sebuah buku terjemahan karya Kingsley G. Ward yang menjadi bestseller di 16 negara. Buku ini berisi tentang surat-surat Kingley G. Ward seorang pengusaha sukses yang memiliki tujuh perusahaan besar di Amerika Serikat, kepada anaknya tentang etika hidup dan bisnis. Buku ini sendiri juga memuat kutipan – ucapan para filsuf, penyair, pemimpin dan negarawan yang pemikiran-pemikirannya telah tercatat selama berabad-abad untuk generasi mendatang. Isi buku ini juga terkesan maskulin disebabkan surat ini sebenarnya ditujukan dari seorang ayah kepada putranya, karena pada saat surat tersebut ditulis, anak perempuan Ward tidak tertarik dengan dunia bisnis. Namun buku ini tetap bisa dijadikan peganan buat para putra dan putri yang berniat terjun kedunia bisnis.
Buku ini sangat direkomendasikan untuk orang tua bagaimana mengajarkan memotivasi kepada anak-anak mereka guna mencapai cita-cita, dan jika kamu adalah seorang anak yang sedang berusaha meraih mimpi, inilah nasihat-nasihat yang berguna bagi Anda.
Halaman demi halaman di bacanya dengan santai sambil berdiri di tepi balkon. Saking asiknya membaca, Mahfud tidak menyadari langkah kaki dari bawah tangga yang sedang menuju naik ke atas, langkah kaki itu semakin dekat, dan dekat. Hingga.
“Mahfud”. Sapa lelaki paruh baya berumur 50 tahun itu.
“Iya”, jawabnya terkejut
Lelaki itu tidak lain adalah Murabbi, namanya Abdurrahman, perawakan yang tinggi sedang, berjenggot dan wajahnya yang khas membuat siapa saja lekas mengenalinya. Murabbi dikenal sebagai pribadi yang murah snyum, tapi tegas. Saking tegasnya sudah 4 orang kenalan Mahfud yang dikeluarkan dari asrama.
“Sudah pukul 12, ayo cepat kekamar” seru Murabbi Abdur.
“Dikamar panas sekali bi, gerah” Jawab Mahfud, gentar takut dihukum.
“Tapi kan kawan-kawan mu yang lain juga tidak ada yang keluar”.
“Iya bi, tapi…..”
“Ada yang ingin saya bicarakan kepada Abi, tentang Asrama” Mahfud memberanikan diri.
“Iya silakan, tanyakan saja” jawab Murabbi dengan nada rendah.
“Saya pikir… Asrama ini sudah sangat tidak adil karena sudah menerapkan peraturan yang tidak memperbolehkan para Mahasantri ikut organisasi” Jelas Mahfud ketus tapi agak tersendat.
Sambil melirik buku yang di pegang Mahfud, Murabbi Menjawab.
“Ada sebuah dalil di dalam Al-qur’an yang mengatakan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama Mahfud, begitupun dengan Asrama. Sebetulnya tidak ada paksaan untuk masuk kedalam asrama ini.”
“Tapi, ketika kamu sudah masuk kedalam agama islam dengan menbaca dua kalimat syahadat, maka menjadi sebuah kewajiban bagimu untuk selalu ada di dalamnya dan mematuhi segala ajaran dan larangan agama ini. Atau jika tidak maka agama ini akan menghalalkan darahmu jika kau keluar atau membangkan dengannya.”
“Sama seperti Asrama, asrama dalam hal ini sangat memperhatikan keutuhan dan kelangsungan kegiatannya,kalau asrama memberikan porsi untuk para mahsantri maka kami takut kalau-kalau kejadian seperti tahun-tahun belakangan terjadi lagi, para mahasantri banyak yang kabur saat jam malam, mengantuk saat pembelajaran dan banyak kegiatan asrama yang terkesan dispelekan, lagiankan sebelum masuk ke asrama ini, bukankah kami sudah menyodorkan kontrak perjanjian ?”
Mendengar jawaban yang begitu rinci, Mahfud sudah tidak ada dapat berkata apa-apa lagi. Tapi, tetap saja… iya merasa asrama masih tidak adil.
“Lalu bagaimana dengan Rahmat dan Zain Bi,,,, Mereka di keluarkan oleh anda dengan sepihak ?, bukankah dulu saat Fahmi kehilangan uangnya dan anda tahu siapa malingnya, mengapa tidak dikeluarkan ?”
“hahahhahahahha…..” Murabbi tertawa lepas, seakan-akan itu adalah pertanyaan konyol yang tidak mestinya di jawab.
“Mahfud,, Mahfud,, kamu pikir kami tidak tahu apa yang dua orang itu lakukan ??”
“Mata kami ada dimana-mana, Rahmat dan Zain sudah sering memanjat pagar di waktu shubuh. Nah, lalu kamu pikir, datang dari mana mereka ????” Tanya Murabbi, yang sudah menyimpan jawaban.
“kemana…..?????” Mahfud heran.
“Kamu lihat tulisan BOEC di seberang ??? kesana mereka pergi bersenang-senang” sambil menunjuk ke arah Hotel Banjarmasin Internasional.
“bukan hanya sekali, tapi sudah hampir setiap malam rabu. Hal itu juga di amini oleh para satpam di gerbang depan yang sudah kami kontak untuk mengintai para mahasantri. Jadi ketika mereka beralasan malam itu terlambat pulang ke asrama karena pecah ban, tidak ada lagi alasan kami untuk percaya” jelas Murabbi dengan lugas.
“Lalu bagaimana dengan maling ????” serang Mahfud
“Tidak ada yang tahu pasti siapa yang mengambil uang itu, aku berani bertaruh… saat kalian ditanya satu-satu nanti, tidak akan ada yang berani bersaksi secara tegas., termasuk kamu” Tantang Murabbi dengan nada menjelaskan.
Sejenak Mahfud terdiam kehabisan kata-kata mendengar penjelasan itu.
“Tapi bukankah ada pasal peraturan dari pihak kampus untuk membebaskan mahasiswa berorganisasi Bi” Mahfud mengalihkan pembicaraan.
“Mahfud,,, sebagai seorang mahasiswa hendaknya kamu harus lebih sering lagi membaca buku, apa lagi kamu seorang mahasiswa fakultas syariah. Seharusnya konsep tentang hukum dan asasnya sudah dipelajari disemester satu lalu.”
“Di dalam hukum negara kita mengenal sebuah asas yang disebut Lex Specialis derogatio legi generalis, artinya, peraturan yang umum di kalahkan oleh peraturan yang lebih khusus. Nah, artinya peraturan dari institut itu dapat di ketepikan oleh peraturan Ma’had sebagai UPT dari institut, dan sah-sah saja jika kami menerapkan peraturan untuk mahasantri agar tidak berorganisasi selama masih menjadi anggota dari UPT ini. Dan yang harus kamu sadari…. Asrama ini bukan rumah atau tempat tinggal, melainkan lembaga yang di tunjuk pihak institut untuk meningkatkan SDM mahasiswa dalam bidang agama dan bahasa khususnya.” Tukas murabbi.
Terdengar suara sepeda motor mendekat kearah asrama, terlihat seorang berpakaian satpam lengkap, dengan sebatang pentungan. Iya berhenti tepat di tiang listrik depan pagar asrama dan memukulkan pentungannya ke tiang satu kali.
Sebuah isyarat penunjuk waktu.
Perlahan, pikiran Mahfud mulai menemukan pencerahan baru terhadap pemahamannya keliru selama ini terhadap asrama, tapi masih ada beberapa petanyaan yang masih menghantui dan mengganggu pikirannya.
Teringat lagi iya, ketika Kamil terlibat perselisihan dengan Akbar, musyrif lorong Umar dan dewan musrif menjatuhkan sanksi administratif 50.000 kepada Kamil.
“Bagaimana dengan Kamil, Bi…???”
“Bukankah Akbar menyumpah serapah kepada Kamil” jelas Mahfud
“Inilah dinamika asrama Fud, tidak semua hal yang terjadi selalu sama dengan kehidupan mu sebelum kesini, kamu harus pandai-pandai menemoatkan dan menyesuaikan keadaan. Baik itu dengan kawan sekamar maupun dewan musrif, kamu harus menyadari posisi mu sebagai mahasantri, setinggi apapun kamu meludah dari bawah, ludah itu tetap akan jatuh kebawah, berbeda dengan ludah orang yang berada di atas.”
“Kamu harus mengetahui karakter setiap orang dan beradaptasi dengan lingkungan baru, termasuk sifat Akbar yang agak temprament.”
“Lihatlah sejarah !!! ketika Uni Soviet yang mencoba mempertahankan ideologi sosialisnya yang terkesan kaku dan tidak mau menerima pengaruh dan keadaan apapun,Kamu tahu apa yang terjadi dengan negara itu ????? ”
“Negara itu tidak pernah ada lagi.” Kata murabbi yang terlihat sudah mulai mengantuk.
“Oh…. Dan juga, jangan men Judge apapun sebelum mengerti keadaan yang sebenarnya.” Tambah Murabbi.
“Iya bi….,”Logika Mahfud menjadi tak berkutik lagi, semua keresahan dan kecamuk pikirannya menjadi jinak mendengar semua penjelasan dari murabbi. Benar-benar jinak.
Sambil mengambil buku yang dipegang oleh Mahfud, Murabbi melanjutkan pembicaraan.
“Jangan Cuma jadi seorang pembaca, jadilah seorang penulis juga….”
“Kenapa Bi, ?” Mahfud heran
“Kita belum tentu akan menjadi seorang presiden, menjadi seorang pemimpin, atau menjadi seorang yang hebat. Tapi dengan menjadi seorang penulis, kita dapat mengajari orang-orang hebat itu bagaimana cara bersikap dan memengaruhi mereka.” Jelas Murabbi sambil membuka buku The Lessons.
“Seperti hitler yang terinspirasi dengan karya-karya Karl May” Sambung Mahfud
“Betul sekali…, sudah jam dua, cepat pergi ke kamar mu”
“Iya bi….”
Perlahan-lahan dua orang itu pergi meninggalkan balkon dan hilang ditelan kegelapan lorong, Murabbi menuju tangga turun, dan Mahfud pergi kekamarnya dengan perasaaan yang benar-benar damai.
Mahfud akhirnya menyadari bahwa selama ini iya sudah salah sangka dengan semua kebijakan asrama.[]
Sumber:
http://tu-rom.blogspot.co.id/2014/04/karya-cerpen-di-pekan-rajabiyyah-mahad.html
0 komentar: