Cerpen Haderi Ideris: Rahasia yang Tersingkap
Di tepian hutan ujung desa, kurang lebih 25 kilometer dari kota sebelah Selatan, disini aku tinggal seorang diri, di gubuk ini.Sang surya mulai menampakkan wajahnya di upuk Timur, tetesan embun pagi jatuh satu persatu ke bumi dari dedaunan pohon yang ada di samping gubukku, di sana terlihat bermacam burung yang terbang dari ranting pohon yang satu ke ranting yang lain, sambil berkicau mereka mencari makan.
Semilir angin yang segar mengingatkanku aku pada satu janji, bahwa aku harus menjaga sebuah rahasia antara aku dan dia, di gubuk inilah terjalin hubungan yang indah diantara kami berdua, ibarat permata yang teramat mahal, kalau para raja mengetahui apa yang ada padaku ini, tentu mereka akan mengambilnya secara paksa, tapi tidak, mereka tidak akan pernah mendapatkannya, permata ini tetap terjaga sampai kapanpun, kecuali aku sendiri yang akan menyerahkannya kepada orang yang tepat dan waktu yang tepat.
Jiwa dan ragaku sudah menyatu dengan alam, dingin dan panas sama bagiku, siang dan malam tidak bedanya bagiku, aku bisa pergi kemana saja, aku berjalan bersama angin.
Kini umurku sudah lima puluh tahun, sudah lima belas tahun aku menjaga rahasia ini.
Masih ingat, siapa aku?, masa lupa!, tempat dakwahku pasar, masih lupa juga?, baiklah aku ingatin, ciri khasku tertawa, kemudian aku akhiri dengan kata “doom” sambil tanganku mengacung ke langit, nah… sudah ingat kan?
Selagi aku masih hidup, aku akan terus berkiprah dalam duniaku sendiri, membela kebenaran, menegakkan keadilan dengan caraku sendiri. Kalau aku mengambil jalan di luar jalur hukum negara atau hukum agama, aku tidak akan disalahkan, karena aku gila kan?, tapi jangan khawatir bagi rakyat jelata, aku berpihak pada kalian, aku tidak akan bertindak kepada kalian di luar jalur hukum, tapi lain dengan pejabat, yang menurut aku perlu diberi pelajaran, aku akan bertindak di luar jalur, karena kalau menempuh jalur hukum kita akan kalah, mereka kan yang punya hukum. Mereka kan banyak duitnya, mudah saja mereka membeli hukum, ya kan ya toh! Dulu aku pernah menempuh jalur hukum, tapi hasilnya nihil.
Buktinya lihat saja sekarang, sampai saat ini kasus terbunuhnya pejuang Hak Asasi manusia, siapa tu namanya, ah…lupa, maklum udah tua, “ya… Munir, betul Munir”, masih belum tuntas kan? Tidak diketahui siapa pelakunya. Mengapa ia sampai terbunuh, tentu ada pihak yang menginginkan kematiannya, ya kan? Satu lagi namanya Faisal, ia dipenjara gara-gara mengkritik pejabat, padahal kritikan baik untuk memperbaiki diri.
Sungguh teramat langka sekarang, dan mungkin tidak akan pernah ada sosok pemimpin seperti Sayidana Umar, yang mengumumkan kepada rakyatnya, bahwa bagi siapa yang memberikan kritikan akan mendapatkan imbalan diut, coba ada nda sekarang yang seperti itu?. Sampai-sampai ulama ada saja yang marah kalau dikritik. Kalau aku…, aku kan gila, nda apa-apa dikritik, jangankan dikritik, dikatakan orang gila aku nda marah, karena bagi aku pujian dan hinaan itu sama, tidak ada bedanya, siapa yang dihina dan yang menghina, siapa yang dipuji dan yang memuji , samakan, ya sama bersumber dari Nya, yakan, ya toh!
Sekarang aku berada di negara tetangga kita. Ngakunya bertetangga, bangsa serumpun, ih Pulau Sipadan dan Ligitan diembat. Lagu Rasa Yayangi, reok Ponorogo, Batik, diakui punya mereka, mau mereka apa sih? Jangan-jangan lagu Ampar-Ampar Pisang, Sinuman, Bamadihin, kain Sasirangan diakui juga, wah gawat kalau gitcu. Makanya kita mesti waspada , waspadalah…waspadalah…Orang pinter tahu yang bener , orang pinter minum tolak angin, ha…ha…ha…doom. Terus kasus pemukulan wasit Karate, penahanan isteri Atase kita, sampai pada dunia olah raga yakni permainan sipak bola antar kesebelasan artis Malaysia dan Indonesia, ih mereka main curang, bukannya artis yang diturunkan ke lapangan tetapi pemain Nasional Malaysia, jelas saja permainan tidak seimbang. Belum lagi kasus TKI, yang bekerja di sana.
Kita akui mereka memang pintar, mereka mampu meluluhkan hati kita dengan kalimat “kita bangse serumpun”, ataukah kita yang lemah? Atau adakah dibalik semua itu pihak ketiga, yang memang sengaja mengadu domba kita?
Sekarang lihat tindakanku, kalau mereka memukul wasit karate dan menahan Ibu Atase kita, aku akan balas dengan pukulan juga, habis mukul aku tertawa, ha…ha…ha…doom, gampangkan ngebalasnya? Trus aku menghilang bersama angin.
Masih bersama angin aku pulang, di tengah perjalanan aku banyak menyaksikan keanehan, sungguh aneh bangsa kita ini, kaya dengan sumber alamnya yang berlimpah, tapi mengapa hanya segelintir orang yang menikmati kesejahteraan, mestinya kita negara terkaya di dunia, tapi mengapa masih banyak menangung hutang luar negeri, mengapa?, koropsi kali yee.
Aku tahu penyebab intinya, iman kita yang kurang, karena kita mulai menjauhi agama, coba lihat negara Malaysia, satu sisi melecehkan negara kita, tetapi di sisi lain kita bisa mencontoh, mengapa mereka maju, bahkan dulu mereka belajar kepada kita tapi sekarang kita yang belajar pada mereka, mereka maju karena pemerintahnya sangat memperhatikan pendidikan dan kehidupan keagamaan.
Hampir setiap Mesjid dan Langgar Imamnya orang yang hafal al qur`an, tidak hanya pemerintahnya , kalangan rakyat yang memiliki kemampuan mereka tidak segan-segan mengorbankan hartanya untuk kepentingan agama.
Para hafizh yang ada di sana kebanyakan berasal dari Indonesia, mengapa mereka ada di sana? Jawabnya tidak lain karena Malaysia perduli sama mereka. Para hafizh disediakan disediakan berbagai fasilitas mualai dari rumah sampai pada mobil demi lancarnya ta`mir Mesjid yang ada di sana. Sedangkan kita, baik dari pemerintah maupun para hartawan kuruang perduli pada mereka, sehingga orang lain yang memanfaatkannya, istilahnya kita yang menanam, orang lain yang memetik hasilnya.
Aku terus berjalan bersama angin, aku ingin bangsa ini sejahtera dunia akhirat, aku punya cara sendiri.
“Aaah…!”, Hanya satu teriakan saja, pejabat yang divonis bebas atas tuduhan koropsi itu mati, karena pukulanku telak mengenai jantungnya.
Keesokan harinya, semua koran di kota ini memberitakan kejadian itu, bahwa pejabat yang dibebaskan dari tuduhan koropsi itu mati karena dipukul oleh orang gila. Secara hukum aku tidak bisa disalahkan, karena aku gila.
Hari berikutnya, satu lagi pejabat mati, karena teriakanku mengejutkan dia sehingga penyakit jantungnya kambuh, dan mati seketika.
Satu minggu kemudian, aku mencekik anak kecil hingga tewas. Aku dikejar massa, tapi aku berhasil mengecoh mereka, pengejaran mereka salah arah, terus aku menghilang dibawa angin ke gubukku.
Tiga hari kemudian, aku bakar rumah perjudian, tempat pelacuran di kota ini. Tidak satu pun orang yang bisa mencegahku waktu itu.
Pada suatu malam, aku bergerak cepat bersama angin, memasuki rumah-rumah mereka yang enggan membayar zakat, seratus buah rumah malam itu berhasil aku curi uang dan perhiasan mereka. Malam itu juga aku bagikan ke seribu rumah orang fakir miskin.
Keesokan harinya, polisi mendapat laporan yang sama dari seratus orang kaya yang uang dan perhiasan mereka hilang entah kemana. Di sisi lain seribu fakir miskin sangat senang mendapat rezki yang tidak disangka.
Dua hari berturut-turut, aku habisi semua bandar narkoba, dengan menaruh racun tikus pada minuman mereka., tanpa sepengetahuan mereka.
Berita tentang aku sudah tersebar ke pelosok negeri, melalui media cetak dan elektronik.
Para pejabat dan isteri pajabat mulai resah, orang yang memiliki anak kecil juga resah, mereka yang memiliki tempat hiburan dan pelacuran mulai was-was, mereka yang enggan bayar zakat mulai takut, kalau-kalau hal yang diberitakan itu akan menimpa mereka.
Hari itu aparat kepolisian mengadakan rapat istemewa, ngebahas kasus yang terjadi akhir-akhir ini, mereka berkesimpulan, pelakunya harus ditangkap dan diadili karena sudah bikin resah masyarakat.
“Hai…! Saudara…!” Teriak salah seorang polisi, mungkin dia pimpinannya. “Gubuk ini sudah kami kepung!... keluarlah!...menyerahlah!...”
Sebenarnya aku bisa saja meloloskan diri, tapi mungkin inilah saatnya.
Kasus aku ini berbeda dari lain, tanpa melalui proses pengadilan, tanpa ada kesempatan membela diri. Hakim langsung memutuskan bahwa aku bersalah telah melakukan tindak kriminal, dan aku divonis hukuman mati. Lagi-lagi mereka,…ya keluarga pejabat yang mati itu menggunakan raktik lamanya.
Hari dan tanggal eksekusi telah ditetapkan, berita akan dieksekusinya aku menjadi berita utama semua surat kabar dan media elektronik.
Tibalah hari dan tanggal yang ditetapkan, tanpa adanya penundaan. Hari itu berkumpul ribuan massa yang ingin menyaksikan jalannya eksekusi.
Semua yang hadir di alun-alun dicekam suasana tegang, menjelang menit-menit terakhir. Dua puluh menit lagi, lima orang yang bertugas akan menarik platok senjata yang ada di tangan mereka.
Aku diberikan kesempatan untuk menyhampaikan pesan dan kesan terakhir. Rupanya mereka bisa juga menghargai orang gila. Barangkali mereka juga ingin membuat lelucon, mereka tahunya yang bisa aku lakukan hanya tertawa ha..ha…ha…doom. Tapi kali ini aku bikin kejutan buat mereka. Aku tidak tertawa seperti biasanya, namun, aku langsung mengucapkan salam:
“Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!”
Mereka langsung menjawab salamku, sambil keheranan. “Waah, ini orang gila kah atau orang waras?”
Saudara-saudaraku semua, Aku datang ke dunia ini sendiri, dan akan pulang menghadap Kekasih juga sendiri, aku tidak takut kematian, karena semua kita pasti mati, mati bagi aku adalah perjumpaan dengan Kekasih, mati adalah awal kehidupan yang sebenarnya. Jasad akan dikembalikan ke bumi dan roh akan menghadap Sang Kekasih, Sang Pencipta jagad raya, tiada tanding, tiada banding.
Aku melakukan semua yang dituhkan itu atas dasar tiada daya dan kekuatan serta keinginanku sendiri, melainkan atas dasar keinginan dan kekuatan Sang Kekasih. Aku bunuh mereka itu karena mereka memang pantas mati. Aku juga yang menaruh racun tikus di minuman para bandar narkoba, dan aku juga yang melakukan pencurian di seratus rumah mereka yang enggan bayar zakat, dan membagikannya kepada seribu rumah fakir miskin, sedang anak kecil itu, kalau aku biarkan hidup, ia akan tumbuh menjadi pemimpin yang tak bertanggung jawab, ia akan rela melakukan apa saja untuk mendapatkan kedudukan , sebelum hal itu terjadi, aku habisi saja riwayatnya, dan aku mohonkan agar digantikan dengan anak yang nantinya tumbuh menjadi sosok pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab, mampu membawa negara ini menjadi negara yang diidamkan, yaitu negara yang selalu mendapat bimbingan dan pertolongan Sang Kekasih, taibatun warabbun ghafur.
Selebihnya kalian semua tahu, kemaksiatan perlu kita hilangkan, karena hal itulah yang mengundang kemurkaan Sang Kekasih. Kalian tahu bencana telah terjadi dimana-mana, karena di negara kita terlalu banyak tempat maksiat, baik terselubung maupun terang-terangan.
Kalau Negeri kita mau sejahtera dunia akhirat, hapus dan hilangkan kemaksiatan. Kembalilah kita kepada Al qur`an. Pahami dan amalkan kandungannya.
Demikian kesan dan pesanku yang terakhir.
Wassalamu`alaikum Warahmatullahi wabarakatuh”.
Waktu eksekusi tinggal lima menit, hadirin semakin tegang. Ada juga diantara kerumunan massa itu yang berteriak.
“Cepat laksanakan eksekusinya!, biar lekas mampus”. Rupanya mereka adalah keluarga yang sakit hati kepadaku. Namun, banyak juga yang bersimpati kepadaku, mereka menganggap aku pahlawan mereka, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya rakyat kecil yang lemah, tapi ada juga yang berani berteriak,” Namanya aja Lembaga Penegak Keadilan, tapi nyatanya tidak bisa berlaku adil!”.
Teriakan mereka percuma. Petugas sudah membawa kain hitam untuk menutup mataku, tetapi aku menolak, aku ingin menyaksikan dengan mata kepala tarian bedil di kepalaku, aku yakin kalau memang ajalku sampai hari ini, tentu aku akan mati hari ini, dan itu tidak mungkin aku tolak, dan kalau ketentuanNya lain tentu aku tidak akan mati, walau semua orang menginginkan aku mati.***
Sumber:
Banjarmasin Post, 2 Maret 2008
https://www.facebook.com/notes/haderi-ideris/cerpen-rahasia-yang-tersingkap-sambungan-dari-cerpen-kujaga-rahasimu/382046953812
0 komentar: