Cerpen M. Hasbi Salim: Gara-gara Layang-layang

03.33 Zian 0 Comments

Sejak jam pelajaran terakhir dimulai,  Ferdi dan Ajai tidak dapat berkonsentrasi pada pelajaran lagi. Sebab, perhatian mereka terpaut pada sebuah layang-layang putus yang nyangkut di ujung ranting pohon kasturi di samping sekolah. Sebentar-sebentar mereka  mencuri-curi pandang pada layang-layang yang nampak terlihat melalui jendela yang terkuak, saat Pak Rudi masih ada di depan kelas.
Begitu lonceng pulang sekolah dibunyikan,  Ferdi dan Ajai langsung berlarian   menerobos kerumunan siswa yang hendak pulang. Mereka mau mengambil  layang-layang tersebut.
“Hii! Layang-layang itu milikku! Sebab, aku yang melihatnya lebih dahulu!” ucap Ferdi ketus sambil memegang bilah panjang untuk meraih layang-layang yang berayun-ayun karena ditiup angin.
“Masa bodoh! Siapa yang dapat mengambilnya lebih dahulu, itulah yang berhak memilikinya!” sanggah Ajai tak kalah serunya sambil bergegas memanjat pohon dengan lincah.
Ajai kaget ketika melihat layang-layang yang hampir dapat diraihnya tiba-tiba  melayang ke bawah lantaran ranting pohon bergoyang. Ajai segera melompat turun tanpa menghiraukan resiko lagi. Usahanya ternyata tidak sia-sia. Ajai sempat menarik benangnya. Akibatnya layang-layang yang hampir jatuh ke tangan Ferdi kembali melambung ke atas.

Baik Ferdi maupun Ajai sama-sama hendak memiliki sendiri layang-layang tersebut. Bahkan, tidak ada yang mau mengalah. Mereka nampaknya lebih suka layang-layang itu hancur di tangan jika tidak bisa medapatkannya. Persaingan untuk mendapatkan layang-layang itu pun kian memanas, bahkan sudah mengarah pada perkelahian yang sengit. Mereka tidak memperdulikan lagi hubungan  persahabatan yang telah lama terjalin. Ini benar-benar ibarat hujan sehari mengalahkan panas setahun.
Tiba-tiba Ferdi dan Ajai terperosok ke dalam sumur berlumpur. Kontan saja badan mereka penuh lumpur,  sementara layang-layang yang mereka perebutkan malah tergeletak di bibir sumur. Dan, saat mereka hendak naik ke tepi sumur, tiba-tiba seorang anak bertubuh gendut mendekat dengan berkacak pinggang.
“Stop! Stop! Tidak ada gunanya kalian berkelahi. Layang-layang itu milikku!” ucap anak itu dengan mata melotot. “Jika kalian tidak percaya, lihatlah sisa benang yang ada di tanganku ini,” lanjutnya.
Ferdi dan Ajai lemas seketika. Mereka  tak berkutik di hadapan anak itu. Setelah memungut layang-layang itu dengan leluasa anak itu  kemudian melenggang pergi tanpa permisi.
Lama Ferdi dan Ajai melongo seperti orang linglung. Sesaat kemudian, mereka saling berpandangan.
“Kau yakin layang-layang tadi miliknya?” tanya Ferdi.
“Kira-kira saja,” ucap Ajai ragu.
“Rasa-rasanya, tidak,” ucap Ferdi sambil mengingat-ingat sesuatu.
“Kenapa kau berpendapat begitu?” desak Ajai.
“Soalnya benang yang ada di tangannya tidak sewarna dengan ujung benang yang terikat pada layang-layang,” ucap Ferdi.
“Ya, aku juga melihat itu,” ucap Ajai membenarkan.
“Tapi, kenapa tadi, kita tidak  protes, ya?” Tanya Ferdi.
“Barangkali kita terkena hipnotes,” jawab Ajai geleng-geleng kepala.
“Ah, masa?” sanggah Ferdi.
Ferdi dan Ajai  sepakat mengejar anak yang mengambil layang-layang itu untuk merebutnya. Namun, ia kian mempercepat langkahnya. Ketika mereka menyerunya dengan keras dan berberulang-ulang, ia malah pura-pura tidak mendengar dan berlari hingga ditelan semak-semak yang rimbun.
“Jangan-jangan ia bukan anak manusia biasa,” ucap Ferdi dengan pikiran menerawang sambil menatap pohon-pohon kasturi yang besar-besar.
“Ya, barangkali anak hantu penghuni pohon kasturi,” ucap Ajai ketakutan lantaran teringat cerita orang-orang yang mengatakan bahwa pohon kasturi yang besar tidak jarang menjadi tempat hantu bermukim.
“Ah, kamu percaya yang begituan?” sanggah Ferdi.
“Jadi kau tidak percaya hal itu?” desak Ajai.
“Ya,” ucap Ferdi.
Walaupun Ferdi berkata begitu. Namun,  diam-diam ia malah mengambil ancang-ancang untuk berlari mendahului Ajai, agar tidak tertinggal sendiri di kebun kasturi yang lebat itu. Apalagi hari kian gelap lantaran hari mulai mendung.
Tidak lama kemudian, keduanya lari terbirit-birit hingga sampai ke pintu gerbang sekolah. Di sini mereka bertemu Pak Rudiman, penjaga sekolah. Dengan berapi-api mereka   menceritakan peristiwa yang baru mereka alami kepada lelaki tua yang sudah puluhan tahun diam di lingkungan sekolah itu.
“Apa di sini ada hantu?” tanya Ajai ketakutan.
“Saya rasa, tidak ada. Apalagi di siang bolong begini,” ucap Pak Rudiman seraya tertawa geli.
“Kok! Bapak ketawa?”
“Malah  kalianlah yang nampak seperti hantu, lantaran pakaian dan tubuh kalian belepotan lumpur,” lanjutnya.
Ferdi dan Ajai tersipu malu. Diam-diam muncul kesadaran yang diiringi dengan penyesalan di hati mereka yang dalam.
“Andaikan salah satu dari  kita  mau sedikit mengalah, maka layang-layang cantik itu tentulah masih berada di tengah-tengah kita, lalu bisa dimainkan bersama,” ucap Ferdi.
“Kau benar,” ucap Ajai seraya mengangguk.
Keduanya kemudian berangkulan dan saling memaafkan.***

Catatan :
Kasturi = sejenis pohon mangga (maskot plora Kalimantan Selatan) pohonnya besar, namun buahnya kecil sebesar telur bebek, dengan bau yang harum dan rasa manis yang khas. Pohon ini tidak jarang dianggap masyarakat setempat dihuni oleh mahluk halus.

Sumber:
https://hasbisalim.wordpress.com/2008/03/30/gara-gara-layang-layang-2/

0 komentar: