Cerpen Sandi Firly: Lelaki dan Pelacur
BEGITULAH. Abidin seolah-olah baru tersadar. Dan mendapatkan dirinya sudah berada di sebuah lokalisasi, dalam kamar bersama seorang pelacur. Ketika pelacur itu hendak melucuti pakaiannya sendiri, kontan Abidin tersentak. Kaget.“Tunggu…tunggu. Apa-apaan ini,” katanya bingung.
“Lho, bukankah mas berada di sini untuk ini?” jawab pelacur itu tak kalah bingung.
Sialan, maki Abidin dalam hati. Dia menyalahkan diri sendiri.
“Begini mbak, sebenarnya keberadaan saya di sini tanpa saya sadari. Saya tidak mengerti, kenapa tahu-tahu saya sudah berada di tempat ini,” katanya mencoba menjelaskan keberadaan dirinya.
“Ha..ha…ha mas jangan bersandiwara. Emangnya mas dibawa hantu, lantas diletakkan di kamar ini?”
“Sunguh, saya benar-benar tak menyadarinya.” Abidin tetap mencoba meyakinkan pelacur di depannya.
“Baiklah, jika mas benar-benar tak menyadarinya. Tapi mas mau kan?” Pelacur itu lantas mulai membuka kancing bajunya sembari melirik genit.
“Hai…hai, saya bukan tipe lelaki begituan,” cegahnya setengah berteriak.
“Mas, gimana sih?” pelacur itu mulai gusar. “Kalau memang nggak mau, ya cepat ke luar sana. Buang-buang waktu saya saja.”
Bagaimana pelacur itu tidak marah, sudah hampir seminggu dia tidak mendapat tamu. Sedang ada lelaki di depannya malah main-main.
“Sungguh mbak, saya benar-benar tidak mengerti mengapa bisa sampai berada di sini.” Abidin mencoba meyakinkan perempuan itu. “Tapi karena saya sudah terlanjur membuang-buang waktu mbak, dan saya juga sudah kepalang basah masuk ke kamar mbak, bagaimana bila mbak menemani saya bicara saja? Dan saya tetap akan membayar.”
Sebenarnya janji Abidin untuk membayar hanyalah akal-akalan saja. Bagaimana mau bayar, di kantongnya cuma ada dua lembar ribuan yang hanya cukup untuk ongkos pulang.
Didorong rasa ingin tahu dan untuk menumpahkan kekesalan yang menyesak, juga karena pengaruh minuman keras masih menguasai dirinya, dia terpaksa berbohong.
“Ha… ha… ha… mas ini lucu. Mana ada orang ke tempat seperti ini hanya untuk bicara saja. Ha… ha… ha…” tawa pelacur itu sinis.
“Jika mbak tidak mau diajak bicara, jadi pendengar saja juga boleh. Saya juga tetap akan bayar.”
Pelacur itu kembali tertawa, hingga dadanya terguncang-guncang. Guncangan ini terlihat jelas dari celah baju, yang dua kancingnya atasnya terlepas.
Meski kelelakian Abidin sempat tersentuh juga, namun ia berusaha meredamnya. Sejak pertama dia menyadari, begitu berada di tempat mesum itu, hatinya sudah bersikukuh agar tak terpikat pelacur di depannya. Walaupun dalam hati kecilnya, Abidin mengakui pelacur yang bertubuh montok ini, cukup menggairahkan.
“Mas sudah beristri atau belum?” selidik pelacur itu, setelah tawanya reda.
“Su…sudah,” jawab Abidin ragu.
“Nah, kalau begitu mengapa tidak mengajak istri mas saja bicara?”
“Justru itu….”
“Justru apanya?”
“Justru masalah istri saya itulah, yang ingin saya bicarakan sama mbak.”
“Lho mengapa mesti dengan saya? Mengapa tidak dengan yang lainnya saja?” tanya pelacur itu tambah tak mengerti.
“Bukankah dari semula tadi sudah saya katakan, saya terlanjur masuk ke kamar mbak dan membuang-buang waktu mbak? Jadi, untuk menebusnya saya minta mbak mendengarkan cerita saya. Dan jangan khawatir, saya pasti bayar.”
“Memangnya ada apa dengan istri mas?”
“Jadi mbak setuju?”
“Sudahlah. Sekarang mas cerita saja,” jawab pelacur itu sambil meletakkan rokok putih di bibirnya yang merah menyala. Cepat-cepat Abidin merogoh korek api dan menyalakan untuk si pelacur. Kemudian Abidin menyalakan rokoknya sendiri.
Ia mulai bercerita. Pertama dia menceritakan bagaimana sampai berada di kamar si pelacur. Setelah menenggak habis minuman sebotol minuman keras di kedai pinggir jalan bersama-sama temannya, Abidin mulai kehilangan kesadaran. Dia tidak dapat mengontrol dirinya lagi. Langkah kakinya menghempaskan kesadarannya di tempat di mana sekarang dia berada.
“Sebenarnya saya bukan laki-laki pemabuk,” tegas Abidin.
“Lalu kenapa kamu tenggak minuman itu?”
Abidin terdiam. Pelacur menunggu. Dia juga terdiam duduk di kursi meja rias sambil menikmati rokok putihnya. Dalam hati si pelacur memuji ketampanan laki-laki di hadapannya.
Merasa tidak enak diperhatikan, Abidin meneruskan ceritanya. Bahwa dia bertengkar dengan istrinya. Hampir sebulan ini, rumah tangga Abidin memang sering diwarnai pertengkaran. Dan pertengkaran malam ini merupakan klimaks dari ketidaktahanan Abidin mendengar omelan istrinya.
Semenjak terkena PHK dari tempatnya bekerja, pertengkaran-pertengkaran kecil mulai sering terjadi dengan istrinya. Pokok persoalan sebenarnya berawal dari masalah perut.
Setelah uang pesangon menipis dan pekerjaan belum juga didapat, istrinya mulai sering ngomel, karena pemenuhan keperluan dapur menjadi tersendat-sendat. Ditambah lagi persoalan dua anaknya. Si Junai yang duduk di bangku kelas tiga SD, sudah dua bulan SPP-nya tertunggak. Si Jufri yang berumur 2 tahun, hampir dua minggu ini sering menangis terus karena susunya tak terbeli lagi.
“Saya bingung. Benar-benar bingung,” sungut Abidin sambil mengucek-ucek rambutnya. Lelaki ini salah satu korban keadaan, batin pelacur itu.
Tiba-tiba wanita ini tertawa keras. Abidin tersentak kaget.
“Ha.. ha.. ha.., kamu salah alamat. Salah alamat,” kata pelacur itu masih dalam sisa tawanya.
“Aaa…aaapanya yang salah alamat?” tanya Abidin bingung.
“Kau salah. Kau salah menumpahkan keluh kesahnya padaku. Kupikir, hidupku lebih susah dari kamu. Kamu hanya terlalu lemah. Sebagai seorang lelaki, apalagi seorang bapak, kepala rumah tangga, kamu harus mampu mempertahankan kehidupan keluargamu. Sekarang keadaan memang lagi susah. Tapi jangan sampai keadaan itu, menghancurkan kehidupan rumah tanggamu. Kita jangan begitu saja menyerah dengan keadaan. Kita harus mampu menyiasati kehidupan, jika tetap ingin bertahan hidup.”
Perlahan pelacur itu bangkit dari tempat duduknya dan membuka pintu.
“Sekarang kau pulanglah kepada istri dan anak-anakmu. Jangan sampai mereka tambah menderita lagi karena kau tidak ada di antara mereka. Simpan saja uang yang kau janjikan kepadaku.” Pelacur itu mempersilakan tamu lelakinya keluar.
Abidin cepat bangkit dari duduknya. Dalam benaknya hanya ada satu keinginan, memeluk istri dan anak-anaknya.***
updated: 08/22/98 09:42:18 PM
Sumber:
https://sfirly.wordpress.com/2008/07/20/lelaki-dan-pelacur/
0 komentar: