Cerpen Kayla Untara: Indrokunesia

20.53 Zian 0 Comments

“REVOLUSI!!!”
Lantang gemuruh suara dari beratus bibir yang bergerombol seraya membawa spanduk-spanduk bertuliskan bermacam-macam hujatan dan cacian. Demonstrasi besar-besaran mengalami puncaknya pada hari ini. Kekesalan yang ditunjukan para demonstran dengan melakukan teriakan dan yel-yel revolusi terus menggema di seluruh antero negeri Indrokunesia. Krisis multidimensi melanda negeri ini, apalagi sejak dulu, sejak negeri ini mulai dinamakan Indrokunesia tak pernah rakyatnya merasakan kesejahteraan. Yang ada malah terjadi berbagai macam ketimpangan-ketimpangan. Sistem pemerintahan yang sangat berbau nepotisme juga menambah semaraknya ‘ke-anehan’ di negeri Indrokunesia yang pada dasarnya memang aneh.

Rakyatnya mulai bosan dengan pemimpin mereka yang dikenal otoriter, bengis, dan segala macam hal-hal yang bikin gemes lainnya. Entah bagaimana cerita dan sejarahnya, yang namanya Drakula dan para konco-konconya yang sejenis termasuk Vampire menguasai negeri ini. Mulai dari struktur pemerintahan pusat sampai ke daerah-daerah. Padahal yang namanya Drakula dan Vampire itu bukan makhluk dari negeri sini asalnya. Mereka dari sono, jauuuh sekale! Sampai nggak kebayang jauhnya Mungkin ini juga yang jadi asbab kenapa negeri ini dinamakan Indrokunesia. Karena yang memimpin para Drakula, mungkin!? Sedang mahluk yang asli di negeri ini cuman jadi peran pembantu doang. Kerjanya, ya, iseng-in manusia-lah, kalau ada juga yang agak berpendidikan, bisa berkongsi ria ama manusia yang diberi gelar dukun. Itupun juga mesti ikut seleksi ketat! Ketat gimana? Ketat banget dah pokoknya!.  Yah…, ada juga yang lebih beruntung, mereka bisa ikut casting maen film ‘join-an’ ama manusia. Lumayan lah buat nambah ‘tabungan’ ( dosa ), biar nanti ketika nenek moyangnya, si burung belibis, eh, si Iblis sadis, berkudis, bau amis, pake kumis and ceriwis (maaf, ya, Blis. Sengaja!) nanya-in mereka, “Udah bikin apa saja buat saya?”, mereka udah punya black list-nya. Nah karena hal itulah demo ini dilakukan. Bersama-sama mereka turun jalan, mulai dari golongan Tuyul, Kolor Ijo, Genderowo yang kurang serem (karena yang serem udah jadi polisinya Drakula), Sundel bolong, Kuntilanak, Wewe Gombel, Pocong, Kuyang, Pulasit, Tanggalanan, Hantu beranak, Jenglot, Muka rata, Hantu bekisut, Mayat hidup, Demit, dan berbagai siluman jejadian, serta tak ketinggalan Mak Lampir ama Nini Pelet juga ikut dalam demo akbar itu.
“Bagaimanapun, kita mesti melakukan Revolusi! Itu jalan satu-satunya!” Teriak seorang, eh, se-hantu pocong dari atas podium dengan lantang menggunakan pengeras suara.
“Booo…!!!” Jawab hadirin serentak yang berarti menyetujui.
Itulah salah satu ‘anehnya’ negeri Indrokunesia. Mereka mempunyai bahasa persatuan yang menjadi bahasa nasional mereka. Padahal masing-masing jenis mahluk yang ‘hidup’ di dalamnya mempunyai bahasa sendiri-sendiri.Yang kadang-kadang saja sih mereka pergunakan. Sebenarnya jauuuh… sebelumnya, pemerintah menganjurkan untuk berbahasa Indrokunesia dengan baik dan benar. Emang gue pikirin! Begitu yang sering dilontarkan para hantu. Apalagi bagi bu Kuntilanak yang taunya cuman ketawa-ketiwi doang. Ditanya manusia; “lu siapa?”, eh, dijawabnya; “hi…hi…hi…” sambil mamerin taring yang kuning kagak pernah gosok gigi. Nah, lu!
Back to the situation. Massa yang semakin beringas berusaha merengsek masuk ke dalam istana kepresidenan para Drakula. Tentu saja itu menimbulkan reaksi keras dari para Drakula dan konconya. Gimana tidak marah, wong lagi uenak-uenak duduk di kursi empuk trus ada yang ngegoyangin ini kursi? Emang ini kursi goyang apa? Mungkin seperti itu yang ada dalam kepala tuh Drakula-drakula. Namun massa yang semakin banyak saja tetap tak peduli, mereka terus berusaha masuk. Walau istana itu di batasi pagar anti hantu, tapi mereka tak peduli. Yang penting usaha, yang penting masuk! Kalau udah di dalam mau ngapain, kagak ada yang tahu. Pokoknya masuk dulu, urusan mau ngapa-ngapain, ntar aja! Serbu!
“Apakah kita perlu menambah personil lagi, Sir?” Tanya mahluk bertubuh besar tinggi hitam dengan wajah dingin kepada si Presiden Drakula setelah berada dalam ruangan Presiden. Tanpa ketuk pintu lagi.
Si Drakula menatap tajam pada mahluk yang berdiri dihadapannya, setajam taring yang memanjang di sela bibirnya, lantas dia berdiri dan berucap keras, “Sit! Apa kau tidak lihat itu para mahluk sialan pada makin banyak?!”
“Siap, sir. Saya akan melaksanakan perintah!” jawabnya dengan nada sedikit bersalah. Lalu dia pun segera beranjak keluar lagi. Tapi belum sampai di pintu si Presiden memberi perintah lagi.
“Kalau perlu tempatkan para sniper, bunuh saja yang kira-kira akan membahayakan!”
“Siap, sir!” angguknya ragu.
“Genderowo bodoh!” sumpah drakula itu setelah pimpinan militernya keluar dari ruangan.
“Drakula sialan!” si genderowo balas nyumpah, tapi saking kagak beraninya, dia cuman ngedumel dalam hati. Badannya doang gede, nyalinya? Sepet!
“Enak aja lu bilang gua sepet! Gua nunggu kesempatan aja. Awas nanti, gua bukti-in. Emang enak, di suruh ngebunuh sodara sebangsa dan setanah air sendiri?! Maaf, ye. Biar imut (item mutlak!) gini, gua juga masih punya hati nurani tauk!”
Trus kenapa mau-maunya jadi tentaranya tuh Drakula?
“Kepaksa tauk! Daripada gua kagak ada pekerjaan, sekarang susah nyari pekerjaan! Anak bini gua mau diberi makan apaan? Huh! Eh, gua barusan ngomong ama siapa tadi? Bangsat! Gila juga nih otak ‘ntar…!!”
Beberapa Drakula lain dan para Vampire yang sejak tadi memang sudah berada di ruangan itu membisu dan tak berani mengeluarkan kalimat apapun. Entah karena takut dengan Drakula yang satu itu, atau memang sudah kehabisan akal, entahlah. Namun yang pasti di luar istana para demonstran terlibat saling dorong dengan para genderowo-genderowo pilihan yang bertubuh tinggi besar hitam berwajah seram dan kagak pernah senyum, apalagi nyengir (kuda dong?!). Mungkin sudah bawaan dari orok kali, ya?! Mereka memang sengaja dijadikan pasukan pengawal presiden atau kerennya dikenal dengan sebutan PASPAMPRES, dan dijadi-in polisinya negeri Indrokunesia ini karena dianggap mahluk yang paling guede dan paling kuat.
“Pokoknya kita harus melaksanakan pemilu ulang yang lebih adil dan ber-demokrasi! Betul kawan-kawan?” teriak seorang Kolor ijo yang saat itu juga ditunjuk jadi orator.
“Booo…!!!”. Hadirin mengiyakan.
“Selama ini kita telah tertindas, sudah berapa generasi kita merasakan penderitaan. Kita tak bisa lagi dengan leluasa ke dunia manusia karena kebijaksanaan sepihak dari pemerintah yang melakukan kerjasama bilateral dengan manusia. Para tuyul sejati tak bisa dengan leluasa nilep uang, trus manusia kagak takut lagi ama si otong, eh, si pocong, bu Kunti (Kuntilanak maksudnya) udah kehilangan wibawanya ampe kutilan, sedang dari kaum gue sendiri jadi bahan tertawaan manusia! Malah manusia itu makin berani nantang ketemu ama kita yang dulu dikenal seremnya minta ampun! Apalagi gue dianggap tidak eksis oleh mereka …” teriak si Kolor ijo lagi dengan perasaan haru. Badannya ikut ijo ngikutin warna kolornya yang udah mulai kedodoran. Lalu dia melanjutkan orasinya, “Kaum gue kagak ada lagi mata pencaharian! Padahal ‘adik’ gue udah kagak tahan lagi! Sedang para pemerintah enak ngisapin darah manusia terus, bahkan ada aja yang ngisap darah rakyatnya sendiri ampe ludes…des! kayak kasus bu Wewe Gombel yang dadanya makin kempes…!?! Apalagi kite tau semua, di negeri ini, drakula itu para imigran gelap karena mereka pakai baju item terus! Eh, apa gue kagak salah, nih? Sekarang BBM (Bahan Bakar Menyan) pada naik lagi! Pokoknya harus ada revolusi. Kagak adil…dil…dil…!!!”
“Ijo…, Ijo…, Ijo…!!!” koor para pendemo dengan irama kaya iklan di televisinya manusia.
Massa yang makin membludak memaksa pasukan anti huru-hara siaga penuh. Penambahan personil dilakukan guna mencegah hal yang tidak di inginkan, bahkan kali ini dilengkapi dengan berbagai atribut dan pakaian anti kerasukan hantu karena dikhawatirkan ada hantu yang bisa merasuki para polisi Genderowo gendeng. Namun desakan para demonstran juga tak kalah hebatnya, yang membuat para aparat semakin kewalahan menghadapi desakan-desakan itu. Sedang gemuruh yel-yel anti Malaysia, eh, anti Drakula semakin riuh seiring bertambahnya para hantu yang ikut demo.
Situasi dalam istana semakin mencekam. Kebingungan melanda ruang pertemuan para pejabat Drakula.
“Bagaimana sebaiknya ini, penasihat?” Tanya si presiden Drakula pada seorang penasihat dari jenis Vampire.
Penasihat yang dulunya berasal dari yang negeri tetangga RRC (Republik Rakyat Civampina) lalu migrasi ke Indrokunesia dan langsung diangkat menjabat penasihat itupun tertunduk sebentar. Lalu dia mengangkat dagunya dan berjalan, eh, meloncat-loncat ke arah meja presiden sembari berbisik. “Sebaiknya kita halus membicalakan ini ha pada pala anggota dewan dan melaksanakan lapat teltutup…” katanya dengan logat yang khas.
“Kau yakin, penasihat, kalau ini jalan yang terakhir? Tapi bagaimana dengan para mahluk sialan di luar itu?”
“Hayya…! Bapak Dlakula yang telholmat, untuk mengatasi massa di lual, cukup anda pelintahkan kepada oe dan bebelapa olang untuk melakukan diskusi dengan pemimpin meleka.”
Drakula mikir sebentar. “Baik! Semuanya saya serahkan padamu, penasihat.” Sang Drakula pun kemudian beranjak dari kursi kebesarannya, namun sebelum itu dia menunjuk dua orang, aduh! Maaf kesalahan penulis! Dua hantu lainnya maksudnya. Satu dari kaumnya sendiri, Drakula juga, yang kedua dari bangsa Vampire tapi bukan dari jenis si penasihat yang notebane dari Civampina.
Para pejabat pemerintahan Drakula pun membubarkan diri bersama-sama menuju ke ruang para dewan. Sedang si penasihat dan dua mahluk penghisap darah tadi menuju keluar istana dengan dikawal beberapa genderowo. Agak keder juga tuh penasihat melihat muka para demonstran yang marah. Udah emang dari sononya serem kini jadi tambah serem, kagak kebayang dah kaya apa seremnya. Saking seremnya!
“Tenang, tenang, tenang sodala-sodala sesama hantu!” ucap penasihat dari balik pagar pembatas. Namun massa yang terlanjur kesel abis tetep aja kagak mau tenang. Melihat massa seperti itu, si penasihat minta bantuan. “Hayya…!Tolong kamu bilang kami mau membelikan pelnyataan!” katanya pada komandan genderowo.
Tanpa basa-basi, perintah langsung dilaksanakan. “Saudaraku setanah air, mohon tenang sebentar. Penasihat ingin bicara!”
Nada suara yang kayak ledakan gunung Krakatau itu akhirnya bisa mendiamkan kehiruk-pikukan massa. Untung aja tadi nih komendan batal minta bantuan dari para dukun manusia. Kalau jadi, hiii… kagak kebayang bakal gimana para hantu-hantu yang lagi demo. Ngebayanginnya aja kagak sanggup!
“Sodala-sodala. Kami faham dengan maksud sodala semua. maka dari itu kami bersedia melakukan dialog, tapi kami meminta hanya bebelapa olang saja sebagai pelwakilan dali semuanya untuk masuk dan duduk satu meja dengan kami. Bagaimana?”
Massa yang tadi beberapa jenak sunyi kembali gaduh. Tiap mulut memberi tanggapan, hanya kaum bu Kunti aja yang tetep ketawa-ketiwi menanggapi. Namun ada aja hantu yang sempat nyeletuk, “bicala aja gak benel, gimana mau diskusi? Dasar pecel lele?! (gak ada hubungannya!)”.
Si penasihat yang mendengar pasang muka masem. “Walengsek!” umpatnya.
Setelah itu terjadilah diskusi kilat para pendemo dan diputuskan empat orang perwakilan. Yaitu si Pocong, Kolor ijo, si Tuyul, dan bu Kunti sebagai pelengkap penderita. Sedang yang lain tetap berada di luar. Maka masuklah empat perwakilan tersebut mengiringi loncatan penasihat dan konconya.
Dialog pun terjadi. Empat perwakilan dari rakyat Indrokunesia itu menyampaikan point-point yang mereka jadikan tuntutan. Mulai dari kebijakan-kebijakan sepihak pemerintah yang selalu jauh dari nilai demokrasi, beberapa kasus korupsi dan nepotisme dalam pemerintahan serta berbagai kasus pelanggaran HAH (Hak Asasi Hantu) yang tidak selesai-selesai seperti kasus Bu Wewe gombel, dan tuntutan pelaksanaan ulang pemilu. Tak ketinggalan juga perbaikan kesejahteraan secara merata di semua kalangan, tak mengenal kaum dan golongan. Mau dia golongan pocong kek, golongan zombie kek, golongan mak lampir kek, golongan kuyang kek, golongan kolor ijo kek, golongan tuyul gundul pacul kek, golongan karya kek, eh, golongan karya itu jenis hantu juga, ya? Hiii… takut!
“Pokoknya kami hanya minta keadilan dan pemilu dilakukan ulang! Revolusi!!!” tegas si Kolor Ijo yang paling vokal di antara yang lain.
“Ya, kami tak mau dibodohi lagi oleh kalian. Kami ingin hak kami sebagai hantu diperhatikan! Kami sudah bosan!” sambung si pocong tak kalah tegas.
“hi…hi…hi…” bu Kunti mengiyakan diiringi anggukan tuyul gundul pacul yang ada di sebelahnya.
Penasihat dan konconya saling berbisik mendengar pernyataan mereka beberapa jenak sebelum menanggapi.
“Baik. Kami akan sampaikan tuntutan kalian, tapi kami minta waktu untuk melakukan lapat…,”  kata si penasihat berusaha meyakinkan. “kami mohon kalian bubalkan dili dulu, kalena kami khawatil ada plopokatol yang memanfaatkan momen ini…”
“Kami akan membubarkan diri apabila sampeyan-sampeyan bisa meyakinkan kami terlebih dahulu bahwa negeri Indrokunesia yang kami cintai ini makmur sesuai dengan harapan kami!” guntur si pocong.
“Kalian orang saya jamin tak akan kecewa. Semua tuntutan akan ditampung dan akan dibicarakan!” ucap si Drakula, konconya si Vampire berusaha meyakinkan, dengan logat kebarat-baratan.
Akhirnya dengan perdebatan yang singkat namun alot, penasihat berhasil meyakinkan Kolor ijo, Pocong, bu Kunti, dan si tuyul gundul pacul. Mereka pun keluar lagi dan memberikan beberapa pernyataan dari janji-janji pemerintah serta mengajak massa untuk membubarkan diri. Karena udah yakin en percaya ama orator si Kolor Ijo, mereka pun membubarkan diri namun tetap dengan gemuruh yel-yel revolusi. Untunglah kagak ada hantu yang mati dibidik sniper, karena, konon kabarnya, yang namanya mati untuk kedua kali itu sakitnya luar biasa. Heh! Emang enak jadi hantu? Kasiaa…an deh lu!

***

Situasi di ruang dewan sedang camuh. Berbagai suara memenuhi ruangan ketika si penasihat mengumumkan hasil dialog dengan para demonstran. Sedang bapak Presiden Drakula yang terhormat habis akal, nggak bisa ngomong apa-apa. Rambutnya yang biasa licin kaya jalan tol udah awut-awutan kagak karuan mikirin nasibnya nanti bagaimana. Rapat yang menghadirkan seluruh anggota dewan itu, rupanya kagak selesai-selesai. Karena banyak yang beda pendapat bahkan hampir terjadi pertarungan sengit dari beberapa anggota, namun bisa ditenangkan si ketua rapat. Rapat yang cukup alot dan rame banget plus lucu. (bayangin aja deh, ketika nonton film paling lucu yang pernah pembaca lihat. Nah, seperti itulah rapat di dewan ini, dewan perwakilan rakyat Indrokunesia. He…he…he…, lucu banget dah!)
Tok! Tok! Tok!
Palu pimpinan rapat dihantamkan ke meja.
“Perhatian seluruhnya! Berhubung sampai ini hari tidak didapat juga kesimpulan yang berarti, maka diputuskan bahwa akan dilakukan voting untuk menentukan apakah kita akan melakukan pemilu ulang atau tidak! Keputusan ini tak dapat diganggu-gugat, apabila ada yang keberatan harap berenti aja jadi dewan! Karena ini merupakan tuntutan dari rakyat Indrokunesia juga. Dan kita akan mengundang seorang manusia untuk saksi atas peristiwa ini, ini adalah aplikasi dari hubungan bilateral yang telah kita sepakati bersama. Namun tuh manusia tidak berhak mengucapkan apapun karena posisinya hanya sebagai saksi saja.”
Hadirin yang sedari tadi gaduhnya bukan main pun akhirnya senyap sesaat. Dan mau tidak mau menerima keputusan dari pimpinan. Keputusan itu disambut sebagian besar anggota dengan teriakan yang sama. Booo….!!! “Biar hantu-hantu gini, kami juga tahu yang namanya hormat pada pimpinan”. Seperti itu yang ada di benak para anggota dewan.
Yang namanya menghadirkan manusia itu bukan hal yang mudah. Maka diutuslah mahluk hantu yang paling sakti untuk menjemput manusia pilihan itu untuk dihadirkan dalam ruang rapat. Cukup lama juga acara ritual penjemputan itu, hingga akhirnya berhasil juga.
Setelah situasi agak tenang, akhirnya dilakukan voting. Sedang si Presiden yang sejak tadi hanya manggut-manggut kagak karuan dengan berat hati terpaksa menerima keputusan itu juga. Voting yang dilakukan cukup rahasia dan terjamin keadilannya. Hingga pada puncaknya didapatlah hasil perhitungan voting yang disaksikan seluruh anggota tak terkecuali si presiden  Drakula yang terhormat dan si manusia pilihan sabagai saksi.
Sang pimpinan mengetuk palu untuk yang kedua kali minta perhatian. “Tadi sudah anda lihat hasil perhitungan dari voting yang baru saja kita lakukan. Maka bahwasanya, menimbang, memperhatikan, mengingat, dan memutuskan, pemilu di negeri Indrokunesia akan dilakukan ulang yang berarti Yang Terhormat Presiden Drakula lengser dari kursi kepresidenannya sekarang!”
Sang Drakula langsung kena stroke! “Apes dah! Bakal disumpahin moyang gua tujuh turunan. Nasib, nasib!”. Setelah ngedumel begitu dia langsung diantar ke peti matinya.
“Booo…!!!” koor para sebagian anggota dewan yang delapan puluh persen menyatakan setuju. Dan diikuti sorak sorai seluruh makhluk yang juga ikut menyaksikan jalannya rapat lewat stasiun televisi kabel-nya hantu.

***

Setelah proses yang njelimet en rumit dengan dana APBN Indrokunesia. Dilakukanlah pemilihan umum ulang untuk memilih presiden baru, namun kali ini berbeda cara pemilihannya. Pemilihan dilakukan secara langsung oleh seluruh mahkluk yang ada dan harus benar-benar anak pribumi yang mbrojol dari perut hantu asli pribumi, keturunan hantu pribumi dan diamnya di negeri Indrokunesia. Bukan manusia yang jadi hantu karena ‘gigitan’ dari negaranya si Count of Drakula di sono! Jauuuhh… sekale nuju ke arah matahari terbenam sono! Lagian hal itu juga merupakan pasal kesekian dari tuntutan rakyat Indrokunesia.
Manusia yang dijadi-in saksi pelaksanaan perhitungan suara dari awal rapat sampai sekarang perhitungan hasil pemilu kerjanya diee…em aja, kaya patung. Kagak boleh ngomong soalnya, pamali kata tetuha hantu disana. Si manusia itu manggut-manggut doang.
Seluruh mata rakyat Indrokunesia, kecuali hantu si muka rata yang emang kagak ada matanya, tertuju pada satu hal, pengumuman pemenang pemilu. Siapakah dia? Sebuah pengeras suara yang berkekuatan dahsyat disiapkan untuk mengumumkan hasil pemilu. Diharapkan pengumuman ini akan terdengar sampai langit ke tujuh! Biar para malaikat juga tahu. Nah, lu!
Pimpinan dewan berdiri tegak di sebuah podium di depan istana kepresidenan sambil membawa beberapa lembar kertas, dan dengan lantang dia mengumumkan. “Ehm! Setelah dilakukan perhitungan dengan jujur dan seadil-adilnya, maka diperolehlah hasil pemenang pemilu. Dan yang berhak untuk menduduki jabatan ini menurut rakyat Indrokunesia adalah…,” pimpinan dewan itu berhenti sejenak sambil membuka lembaran halaman selanjutnya, “ee…Bapak Yang Terhormat Genderowo!”
“Booo…. (lagi)!!!” Serentak gemuruh suara dari rakyat Indrokunesia. Akhirnya, tercapai juga. Biar dari militer juga nggak papa, yang penting asli anak pribumi!
Mantan presiden terdahulu yang langsung jatuh sakit ketika mendengar dia lengser dari kursi goyangnya, eh, kursi empuknya, seketika pingsan mendengar pengumuman itu. Taring yang dulunya jadi kebanggaannya langsung ikut keropos. Jadilah si Drakula ompong! He…he…he… rasain lu!
“Yah…, kagak ada bedanya dong! Sama aja, dulu yang mimpin hantu, sekarang juga kagak jauh beda. Hantu juga…!!!” Celetuk si manusia pilihan yang sedari tadi duduk di sudut ruang.
Hus! Dibilangin jangan ikut ngomong, malah ngeyel! Diem aja kenapa sih?! Kuwalat kau nanti! Dasar lu Sumanto![]


Sumber:
Syahrani, Aliman, dkk. 2007. Orkestra Wayang. Kandangan: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan
http://dkhss.blogspot.co.id/p/kumpulan-cerpen.html

0 komentar: