Cerpen Rezy D Riswandy: Hati Sirius

00.35 Zian 0 Comments

"Mereka bilang bintang yang paling terang itu Sirius, dan aku menangis ketika sinarnya menerpa wajah ku untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Kini setelah hujan reda, ditaman ku genggam hati Sirius seolah sinarnya hanya untuk ku".

***


Hujan
Masih ingat ketika itu hari kamis, hujan turun begitu lembut, awan mendung perlahan menutupi terang, semakin lama semakin gelap saja disini. Kau dengan motor tuamu tiba-tiba saja merapat ke mini market. Kau masuk dan membeli sebotol beer kecil dan sebungkus snack kentang rasa pedas. "Beer nya jangan yang dingin mba", ucap mu kala itu. Kemudian kau duduk dibangku halaman depan dimana payung meja disana cukup besar untuk meneduhkan siapapun dari hujan.
Diluar semakin dingin, hujan tak kunjung reda, kau pun kembali kedalam dan membeli dua botol kecil beer, sejak kau lihat hujan dengan angin kencang itu juga membasahi tempat kau berteduh. Kau lebih memilih duduk didalam dekat mesin kasir yang setiap hujan datang selalu saja begitu dingin menemani ku.
Mata tajam dengan alis tebal mu tiba-tiba saja menatap ku, aku ingin mengalihkan mata ku dari tatapan mu, tapi entah mengapa ini seolah membuat ku hangat ditengah hujan yang dingin, dan sekarang aku bahkan tak mau berada didalam, aku tak mau berteduh aku ingin keluar, terus dibawah siraman hujan ini saja. Karna aku tau sehabis ini, sehabis hujan dengan angin kencang yang menerbangkan dedaunan akan muncul pelangi yang berwarna cerah, cerah yang begitu indah seperti cerah cahaya fajar merekah.
Kau semakin hangat, hati mu yang hangat, pelukan mu juga dan sejak hujan itu hingga hari ini, hari dimana aku telah menggandengmu sebagai kekasih ketika berjalan ditaman ini.

Sirius
Malam itu kau mengajakku ke taman tepi dermaga, angin masih saja kencang, tapi ini lebih romantis menurutku, asap penganan jalanan dengan kerlap-kerlip cahaya lampu gedung-gedung juga lampu jalanan, ditambah pagelaran megah langit malam dengan bintang yang berjejer tak runut membentuk pola mistery disekitar bulan.
"Itu sagitarius, kau lihat bintang yang itu? tariklah garis lurus kebagian bintang yang agak terang hingga bintang diujung itu, kau akan menemukan aku dibintang itu, aku sagitarius", ucap mu seraya tersenyum.
"Aku tidak terlalu pandai menghayalkan yang se-matematis itu, kau suka sagitarius?", sahut ku dengan malu.
"Oh cobalah semua orang berbakat, kau pasti bisa ayo coba saja dulu, Aku Sagitaius tapi aku lebih suka Sirius, lihat lah yang paling terang itu, orang-orang astronom Yunani menyebutnya sebagai Sirius", jawab mu penuh semangat.
"Kenapa kau menyukai Sirius?" tanya ku penasaran.
"Dia adalah bintang yang paling terang diantara semua bintang, dan siapapun pasti ingin jadi yang paling terang seperti itu, seolah kau punya kuasa atas segala hal ditata surya ini" jawab mu,
Dan kulihat tanganmu mengepal disisi gelap. Kita melanjutkan malam ini, aku menyenderkan bahu ku, seolah kau miliki ku malam ini, ditaman ini dikolong langit disaksikan Sagitarius dan Sirius. Angin semakin kencang bulanpun semakin condong ke timur. Kau mengantar ku pulang tepat waktu malam ini, menjadikan wanita tomboy seperti aku sebagai seorang wanita melankolis dibawah malam indah.

Terang
Ketika itu Jum'at sore, seperti inilah hari Jum'at selalu saja matahari bersinar terlalu terang. Macet seolah sahih menjadi teman terang yang terlalu terang, sejak ku baca pesan singkat mu diponsel yang baru beberapa hari ku beli dari toko kokoh Hery, aku bergegas ke taman itu. Disana kau sudah duduk dengan sebuah buku kecil bersampul merah, 'Masa Depan Kebebasan', ku eja perlahan hingga kau akhirnya menyadari aku telah datang. Aku duduk di samping mu seraya menyenderkan kepalaku.
Kita bicara lebih banyak sore ini, tapi pembicaraan seolah berbau masa depan kini, ya kau mengarahkannya kesitu, aku dapat membacanya kini. Hati ku berdegup, imajinasiku mulai membentuk hal-hal indah di terang yang kini benar-benar sangat terang. Jantung ini semakin berdegup kencang ketika kau dengan terbata-bata karna gugup mengucapkan sesuatau yang masih belum jelas bagiku.
"Aku akan pergi..", ucapmu dengan tegas kali ini. Aku terhenyak seolah terompet sangkakala itu ditiupkan terlalu cepat sore ini. Kita berdebat singkat, namun hati terdalam ku bisa mengerti tentang kepergianmu itu yang ingin melanjutkan pendidikan untuk bisa menjadi seterang sirius. Sejak hari itu dimana Jum'at sore begitu terang, kau pulang dan hilang menuju Sirius terang yang begitu terang dan teramat terang untuk wanita yang lebih akrab dengan hujan dengan gelap mendung yang begitu dingin.

Taman
Ditaman, duapuluh tahun berselang. Aku disini menikmati ramai sore Jum'at dengan cahaya yang begitu terang. Mobil bersirine tampak bergerak hilir mudik, suaranya menambah ramai sore ini. Aku duduk dibangku yang sama, disampingku koran pagi ini bergerak-gerak ditiup angin, judul headline nya ditulis begitu besar, "Menteri Kehutanan Mudik Pagi Ini".
Sore ini aku mengenang semua tentang kita, tentang hujan, langit malam, Sagitarius, Sirius dan terang yang membuat mu hilang. Bersama Botot, anjing buldog kesayangan ku, aku menghirup setiap udara musim panas ditengah hembusan angin.
Duapuluh tahun berselang aku tetap menjaga hatiku, cintaku dapat bertahan tapi umurku tidak, rambutku memutih di beberapa bagian, aku menjalani hidup sebagai perawan tua, tapi semua “kata mereka” tak ku hiraukan, yang penting bagiku kau akan kembali seperti pelangi yang kau tunjukan dipermulaan, indah, lebih indah dari cahaya cerah fajar merekah. Dan aku disini setia menanti hingga kini di ulang tahunku ke-47 di Jum'at sore dengan siraman cahaya begitu terang aku kembali ke taman ini.
Apa kau tak pernah ingat aku? Apa kau telah jadi Sirius yang terlalu terang untuk aku yang mendung dingin ini? Apa kau tidak tau begitu lelahnya aku!! Aku lelah disini, menunggu mu dalam terang yang tak pernah padam!! Apa yang kau pikirkan ketika ku tau kau telah menikah dengan orang lain, hah?!!!  Mereka bilang bintang yang paling terang itu Sirius, dan aku menangis ketika sinarnya menerpa wajah ku untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
Kini setelah hujan reda, ditaman ku genggam hati Sirius seolah sinarnya hanya untuk ku. Aku menggengam hati mu kini, hati yang hanya untuk ku. Ku genggam begitu kuat hingga darah segarnya berceceran ke lantai taman dan seketika buldog kesayangan ku menjilati darah dari hatimu itu dengan wajah polos.
"Hey Sirius, kau Sagitarius yang dulu itukan? Kini hati mu hanya untuk ku lihatlah ini".
Aku menganggkat hati mu kearah matahari yang begitu terang. Orang-orang tercengang, aku yakin mereka tak menyangka jika sore ini aku memilikimu seutuhnya. Aku menurunkan hati mu dan mendekapnya di antara buah dadaku. Aku kemudian berdiri di tengah jatuhnya sinar matahari sore ini. Dan tiba-tiba terdengar letupan senjata, sekali, dua kali, dan semakin banyak aku tak bisa menghitungnya kini, tembakan itu bertubi-tubi, aku hanya tersenyum bahagia seraya jatuh gontai, terus kupeluk hati Sirius didadaku, kini hati mu dan hati ku akan menyatu selamanyaa.. Sirius.

***

Menjelang senja dari sebuah radio tua; ”Hari ini ditaman seorang maniak, pembunuh sadis yang telah membunuh Menteri Kehutanan telah ditembak mati oleh jajaran POLRI, wanita tua berumur 40 tahunan itu mati seraya menggenggam hati Menteri yang telah dibunuhnya beberapa jam sebelumnya, sekian headline news RRI petang ini, kita akan kembali beberapa jam mendatang…tiitttttttttttttttttt”

Sumber:
http://www.kompasiana.com/reizy/hati-sirius_550de9b0a33311ac2dba7d80

0 komentar: