Cerpen Rabiatul Adawiah: Sedih Senang di Perantauan

21.22 Zian 0 Comments

Setelah lulus di bangku sekolah lanjutan tingkat atas, kini demi melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi yakni menjadi Mahasiswa. Menjadi mahasiswa memang harus rela pergi keluar dari kenyamanan kampung halaman, tinggal jauh dari orang tua di kampung orang lain, bahkan kadang kampung yang begitu asing di telinga ini. apalagi untuk seorang perempuan tentu tidak mudah begitu juga Nadia. Dan pilihan kampusnya IAIN Antasari Banjarmasin. Namun, sebelum nadia benar-benar pergi dari kampungnya demi kuliah dia masih bisa berpuasa sebulan penuh dikampung halamannya bersama orang tuannya sebelum masa orientasi kampus di mulai.
Hari-hari yang paling di sedihkan pun  sampai pada saat ini, yakni merantau ke kampung orang untuk memperdalam ilmu. Sebelum OPAK dimulai Nadia berangkat menuju Banjarmasin lebih awal agar lebih mengenal kampung orang yang masih begitu asing bagi Nadia yakni Banjarmasin. Dan untuk semester pertama nadia tinggal di asrama I sedangkan temannya dari satu sekolahan yang sama tinggal di asrama II. Nadia sering menetiskan air matanya dikala selesai shalat dan memanjatkan do’a untuk orang tuanya. Ia merasa sangat rindu dan sedih jauh dari orang tuanya.

Menjadi Mahasiswa sangat berbeda dengan siswa, hal inilah yang dirasakan Nadia. Dulu waktu sekolah Nadia pergi ke sekolah menggunakan seragam yang sama, masuk pada pukul 07.30 dan menerima pelajaran dari gurunya selepas itu ia pulang pukul 02.00.  Sedangkan perkuliahan, masuk kuliah sesuai dengan KRS (Kartu Rencana Studi) yang diambil mahasiswa tersebut. Mahasiswa tidak hanya mendapat pelajaran dari dosen tetapi lebih banyak presentasi, berdiskusi dengan teman-temannya. Tugas merupakan makanan sehari-hari bagi mahasiswa.
Biasanya Nadia ketika pulang sekolah di rumah langsung makan, karena Ibunya tentu pasti sudah memasak. Terus istirahat sebentar. Setelah salat asar  tiba Nadia langsung salat asar berjama’ah dirumahnya bersama ayah dan ibunya. Kemudian setelah shalat asar Nadia sering membantu Ibunya membuat kue. Hal inilah yang membuat Nadia rindu dengan orang tuanya.
Suasana yang baru dan lingkungan yang berbeda membuat Nadia harus bisa beradaptasi dengan teman-temannya sesama Mahasiswa. Namun, perasaan sedih dan rindu tidak hanya Nadia yang merasakannya, teman-temannya juga sama sepertinya. Ketika Nadia masuk ke kamarnya terdengar isak tangis kedua temannya. Nadia tinggal di asrama yang satu kamarnya di isi dengan 3 orang.
“Ada apa ini Kok pada nangis?..” Nadia bertanya kepada ke dua teman barunya.
“ngak ada apa kok Nad”..
Nadia duduk disamping mereka, mencoba mencari sebab mereka menangis.
“kalau gak ada apa-apa kok kalian menangis?.. ayo ada apa, cerita dong” ucap Nadia dengan manja dan ingin tahu.
“Gini lo Nad”, Dina dan Rita  memandang ke arah Nadia
Dina mau menceritakan kenapa mereka menangis.
“Kami itu rindu sekali dengan kedua orang tua kami masing-masing, Kami merasa jauh dari mereka. Namun jiwa ini ingin sekali bersama mereka, kami merasa sedih. Dari kecil memang kami juga jauh dari orang tua, tapi tidak sejauh ini. Kalau dulu waktu sekolah kami masih bisa pulang ke rumah kalau rindu dengan orang tua meskipun kami kost waktu sekolah.”
Tak sadar, air mata Nadia juga meleleh.
Ternyata tidak hanya Nadia yang merasakan kesedihan jauh dari orang tua. Nadia pikir perasaan sedih seperti ini hanya ia yang  merasakannya.
“aku juga sedih teman-teman, ternyata kita sama kawan-kawan..!” mereka saling berpelukan, sambil menangis!
Nadia, mengusap pipinya dari sisa-sisa air matanya dan berkata:
“Baik lah teman-teman, sekarang kita harus bisa mengatasi kesedihan kita ini..?  demi amanah dan harapan yang digantungkan orang tua kita. Kita jangan lupa tujuan kita ke IAIN Antasari Banjarmasin. Kita sama-sama bertujuan untuk menuntut ilmu. Kalau memang kita merasa rindu dan sedih karena jauh dengan orang tua kita, barang kali kita bisa  mengatasinya dengan menelphon beliau. Ayo sekarang kita hubungi orang tua kita masing-masing bilang kita rindu, sayang sama mereka, dan jangan lupa selalu minta do’a kepada keduanya. Karena ridho Allah terletak pada ridho kedua orang tua. Ayo semangat teman-teman, kita tidak boleh sedih seperti ini.”
Nadia berusaha menyemangati dirinya dan teman-temannya. Karena Nadia percaya tidak ada kesedihan yang abadi.
Nadia dan teman-temannya mengambil handphon mereka masing-masing dan menelphon kedua orang tua mereka masing masing.
“Alhamdulillah, ibu juga merindukanku,” Nadia kembali duduk bersama teman sekamarnya. Dengan wajah bahagia, begitu pula dengan kedua temannya.
“Rasanya bahagia hati ini bisa berbagi dan bercerita dengan Ibu, Ibu ku selalu mendengarkan ceritaku dan beliau juga menasehatiku dan aku selalu meminta ridho Ibuku”
“Iya, Nad, kami juga sudah tidak merasa sedih kok,.. memang suatu hal yang wajar jika kita sedih jauh dari orang tua. Mungkin cobaan yang berat menurutku yang harus dihadapi saat kuliah  seperti ini.”
“Selain tugas-tugas kuliah,..” celetus Rita.
Seminggu, dua minggu sebulan, dua bulan berlalu. Nadia sudah pandai mengatasi kesedihannya, ia lebih banyak membaca buku di asramanya dikala tidak kuliah, berdiskusi, memasak, dan berkegiatan dengan teman-temannya. Lama kelamaan Nadia sudah terbiasa dengan rutinitasnya menjadi Mahasiswa.


Sumber:
http://www.lpmsukma.com/2015/09/sedih-senang-di-perantauan.html

0 komentar: