Cerpen Noor Efendy El-Barabayie: Tetesan Air Mata Cinta
Cinta itu butuh kesabaran, butuh pengertian, butuh perjuangan, juga butuh keikhlasan... Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita ?? Hari itu... Aku bersama pacarku berkomitmen untuk menjaga cinta kita. Aku menjadi perempuan yg paling bahagia...Singkat cerita, kamipun menikah. Pernikahan kami sederhana namun meriah. Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu. Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula. Ketika kami berpacaran dulu, dia sudah sukses dalam karirnya. Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu.
Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh & menunaikan rukun Islam yang kelima ke tanah suci. Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku. Sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku. Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihatsekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.
***
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami. Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.
Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku. Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-Nya. Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku. Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka.
Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu. Ia dirawat di rumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku (karena aku juga masih seorang aktifis), aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.
Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga. Aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.
Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suamiku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya. Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, “Assalammu’alaikum” dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup. Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum”, ia punmenjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya. Lalu... Ibu nya berbicara denganku.
“Lisa, kenalkan ini Desi teman Rendy”. Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangandengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut. Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.
Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik iparku yang bernama Cintia mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya. Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, “lebih baik kau pulang saja, ada kami yang menjaga kakak disini. Kau istirahat saja”.
Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan dia harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama.
Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.
Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembalidari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.
***
Hari itu. Aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain. Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggilku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk diayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam airmancur itu.
Aku bertanya “Ada apa kamu memanggilku?”. Ia berkata, “Besok aku akan menjenguk keluargaku di Barabai”. Aku menjawab, “Ia sayang,,, aku tau, aku sudah mengemasi barang-barangmu sayang dan kamu sudah siapkan ??” “Ya tapi aku gak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku”, jawabnya tegas.
“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana ?” tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.
“Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas. “Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan ??” lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.
Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku. Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena suamiku sangat sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami. Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.
Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus air mata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bias menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.
Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi. Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku. Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku terus menangis,,, menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.
***
Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku gak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Barabai. Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Gak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker rahim, artinya aku tidak bisa hamil, aku menangis,,, apa yang bisa aku banggakan lagi.
Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku,,, namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.
Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya,”kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu. Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku.
Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Barabai. Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Barabai, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung.
Sudah 3 minggu suamiku di Barabai, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, hpku berbunyi menandakan ada sms yang masuk. Kubuka di pesan hpku, ternyata dari suamiku yang sms. Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”. Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yang aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.
Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yang buruk akhir-akhir ini.
Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami.
Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya... Masya Allah,,, ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku. Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaannya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.
Biasanya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengeelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.
***
Di pagi hari, aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi. Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku ?? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku ??.
Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Cintia yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, “Loe pikir aja sendiri !!!”. Telpon pun langsung terputus.
Ada apa ini ?? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku. Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggungjawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah.
Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat pesan dari Pondok almamaterku dulu, bahwa bagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang. Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan prilakunya.
***
Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan. Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiapkan segala yang ia perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaanku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.
Bersyukurlah,,, aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku gak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatankanku. Aku pun hanya berobat semampuku. Sungguh,,, suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.
“Ya, ada apa Kanda!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya “Kanda”. “Lusa kita siap-siap ke Barabai ya.” Jawabnya tegas. “Ada apa ?? Mengapa ??”, sahutku penuh dengan keheranan. Astaghfirullah,,, suamiku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami. Dia mengatakan “Kau ikut saja jangan banyak Tanya !!”
Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Barabai sambil menangis, sedih karena suamiku kini gak ku kenal lagi. Dua tahun pacaran, lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin,,, sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.
Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku.
Kami telah sampai di Barabai, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini. Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.
Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yang berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggilku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.
Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya. Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.
“Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Lisa”. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam. “Ada apa ya Nek ??” sahutku dengan penuh tanya. Nenek pun menjawab, “kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran !!”
Aku menangis,,, untuk inikah aku diundang kemari ?? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku ?? “Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Rendy, dari dulu,,, sebelum kau menikah dengannya. Tapi Rendy anak yang keras kepala, tak mau di atur, dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.” Neneknya berbicara sangat lantang.
Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.
“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu. Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.
Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannyadengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, “kau maunya gimana ?? kau dimadu atau diceraikan?” MasyaAllah,,, kuatkan hati ini,,, aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku. Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau seberang sana, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.
“Lisa, jawab !!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab. Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas. “Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami.”
Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikitpun menetes di hadapan mereka.
Aku lalu bertanya kepada suamiku, “Kanda siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti ??” Suamiku menjawab, “Dia Desi !!” Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, “kapan pernikahannya berlangsung ?? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek ??”.
Ayah mertuaku menjawab, “Pernikahannya 2 minggu lagi”. “Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus rumah kami”, setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar. Tak tahan lagi,,, air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini ??.
Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, “sudah tidak cantikkah aku ini ??” Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hamper habis,,, kepalaku sudah botak dibagian tengahnya. Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu. Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, “terima kasih Kanda, kamu memberi sahabat kepadaku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti, iya kan ??”.
Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo. Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia sangat cuek ??” dan ia sudah tak memanjakankulagi. Lalu dia berkata, “sudah malam, kita istirahat yuk !!”. “Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang.
Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku. Aku tak tahu kalau Desi orang Barabai juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa saying dan cintanya itu.
***
Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku. Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas. Apa salahku ?? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku save di my document yang bertitle “Aku Mencintaimu Suamiku.”
Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama,,, lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku. “Apakah kamu sudah siap ??”.
Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata : “Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu,,,” perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak. Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa Bunda ??”.
Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar,,, “bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan ??” pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar. Dia mengangguk dan berkata, “baik Bunda akan Kanda ulangi, lalu apa Bunda ??”sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata, “kita liat saja nanti ya !!”. Dia memelukku dan berkata, “Bunda adalah wanita yang paling kuat yang Kanda temui”. Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, “Kanda, apakah ini akan segera berakhir ?? Kanda kemana saja ?? Mengapa Kanda berubah ?? Aku kangen sama Kanda ?? Aku kangen belaian kasih sayang Kanda ?? Aku kangen dengan manjanya Kanda ?? Aku kesepian Kanda ?? Dan satu hal lagi yang harus Kanda tau, bahwa aku tidak pernah berzinah !! Dulu,,, waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Kanda baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina Kanda.” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata ”Aku minta maaf Kanda, telah membuatmu susah”. Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.
Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, “Bunda baik-baik saja kan ?? ” tanyanya dengan penuh khawatir. Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik. Aku hanya tak bisa bicara sekarang, karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.
Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku. Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, “Kanda jangan !!”, tapi aku ingat akan kondisiku.
Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu,memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya,,, aku kuat.
Gak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu,,, hatiku menangis. Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencucikakinya, aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini ??
Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dulu yang di musuhi. Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bias ?? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur di sofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. Masya Allah,,, suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur di sofa, aku duduk di sofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget. “Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku”.
Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah,,, apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi,,, masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini.
Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus ??” Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan. Aku pun berkata, “Kanda kenapa tidak tidur dengan Desi ??”. “Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.
Lalu suamiku berkata, “Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda, selama Kanda di Barabai, Kanda dengar kalau bunda tidak tulus mencintai Kanda, Bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta Kanda dan satu lagi,,, Kanda pernah melihat sms Bunda dengan mantan pacar Bunda dimana isinya kalau Bunda gak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“seperti itu”). Kanda ingin ngomong tapi takut Bunda tersinggung dan Kanda berpikir kalau Bunda pernah tidur dengannya sebelum Bunda bertemu Kanda, terus Kanda dimarahi oleh keluarga Kanda karena Karena terlalu memanjakan Bunda”.
Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan didirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini. Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan itu kan. Aku tidak pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku Kanda, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu ?? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu”.
Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga. Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.
***
Keesokan harinya,,, ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali,,, aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku. Aku pun dilarikan ke rumah sakit. Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku. Aku merasakan tanganku basah. Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.
Ia menggenggam tanganku dengan erat,,, dan mengatakan, “Bunda, Kanda minta maaf...” Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku ?? Aku berkata dengan suara yang lirih, “Kanda,,, Bunda ingin pulang,,, Bunda ingin bertemu kedua orang tua Bunda, anterin Bunda ke sana ya Kanda”. “Kanda jangan berubah lagi ya !! Janji ya... !!! Bunda sayang banget sama Kanda”.
Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi,,, aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajah tampannya yang berlinangan air mata. Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.
Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku,,, aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka. Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah.
Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku. Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup di dalam hati anakmu, ketahuilah Ma,,, Dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami. Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma ?? Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma ?? Rendy tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau bencidiriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya”.
***
Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku : Kanda, mengapa keluargamu sangat membenciku ?? Aku dihina oleh mereka. Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu ?? Pernah suatu ketika aku bertemu Cintia di jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Kanda. Tapi ketika engkau bersamaku, Cintia sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah ??.
Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, gak ada gunanya. Aku diusir dari rumah sakit, Aku tak boleh merawat suamiku. Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku. Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku.
Aku sangat marah,,, jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi dan ibunya. Aku tak mau sakit hati lagi... Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku... Engkau Maha Adil. Berilah keadilan ini padaku. Ya Allah... Kanda sudah berubah, Kanda sudah gak sayang lagi pada ku. Aku berusaha untuk mandiri Kanda, aku tak akan bermanja-manja lagi padamu.
Aku kuat Kanda dalam kesakitan ini. Lihatlah Kanda,,, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku. Aku bisa melakukan ini semua sendiri Kanda. Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu. Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui. Tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri. Kanda,,, sebenarnya aku gak mau diduakan olehmu. Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku ?? Kanda,,, aku masih gak rela. Tapi aku harus ikhlas menerimanya. Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya. Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku. Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir sebelum ajal ini menjemputku. Kanda,,, aku kangen Kanda.
***
Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu Bunda. Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau ini. Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri. Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur. Bunda akan selalu hidup dihati Kanda.
Bunda... Desi gak sepertimu, yang gak pernah marah. Desi sangat berbeda denganmu, ia gak pernah membersihkan telingaku, rambutku gak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya. Kanda menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu.
Seandainya Kanda gak menelantarkan Bunda, mungkin Kanda masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus. Sekarang Kanda sadar, bahwa Kanda sangat membutuhkan bunda.
Bunda, kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui. Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku. Bunda,,, maafkan Kanda... Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat ditidurmu yang panjang. Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu mengiyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka. Maafkan aku ketika kau difitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja.
Apakah Bunda akan mendapat pengganti Kanda di surga sana ?? Apakah Bunda tetap menanti Kanda di sana ?? Tetap setia di alam sana ?? Tunggulah Kanda disana Bunda... Bisakan ?? Seperti Bunda menunggu Kanda di sini. Aku mohon... Kanda Sayang Bunda.
Sumber:
http://noorefendy.blogspot.co.id/2012/07/cerpen-tetesan-air-mata-cinta.html
0 komentar: