Cerpen Puput: Kerudung dalam Surat Cinta untuk Nur

00.56 Zian 0 Comments

Malam ini udara menyejukkan tidak terlalu dingin dan juga panas. Aku berbaring menatap langit yang demikian indah, bintang-bintang yang bertaburan dengan cahaya putih nan suci. Arlojiku sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari tak juga rasa kantuk datang. Kembali terbayang peristiwa yang terjadi di metro tadi, sebenarnya ini hanyalah kejadian biasa tapi entah mengapa terus saja membanyangi pikiranku.
Mesir hari ini tidak begitu panas maka aku memutuskan untuk berjalan ke perpustakaan untuk mencari bahan skripsiku. Jarak antara perpustakaan dengan rumahku sekitar 20 KM, dalam perjalanan pulang aku melihat seorang wanita, wajahnya bila dipandang sekilas mirip dengan Nur tapi wanita ini mengenakan kerudung sehingga aku segan untuk menyapanya.
“Astagfirullah, aku tidak boleh memikirkan hal ini” gumamku pelan. Tiba-tiba saja aku terlonjak dari tempatku berbaring, seperti mendapat ilham aku langsung menuju ke meja belajarku. Kulihat Rizal, Bimo, Ali dan Khairul sudah terlelap bahkan aku sempat mendengar suara dengkuran Ali yang cukup keras. Begitulah Ali kalau capek pasti mendengkur.

Kuambil pena dan secarik kertas, sudah lama sekali aku tidak menulis surat pada Nur, rasanya aku mulai merindukannya. Maka mulailah aku menulis, akan kuceritakan semua yang terjadi padaku beberapa bulan terakhir ini.

“Kepada Nur gadis kecil yang selalu kucinta”
Nur gadis kecilku, aku berharap ketika kau membaca surat ini kau akan tersenyum seperti ketika aku mengenalmu dulu, aku tak ingin kau bersedih apalagi sampai menitikkan air mata.
Nur gadis kecilku yang lugu….
Taukah kamu malam hari ini begitu indah, bintang berkilauan di langit dan semilirnya angin membawa anganku terbang dan membawaku padamu. Nur…akankah kau merasakan kerinduan yang sama denganku? Kerinduan yang tak terukur seberapa besarnya.
Nur gadis kecilku cahaya dalam hatiku…
Ramadhan kali ini Insya Allah aku akan ke Indonesia, aku rindu sekali pada Bumi Pertiwi kita, pada keluarga, pada desa kita, pada surau, pada udara, pada pepohonan yang rindang pada padi yang menguning dan tentunya kau gadis kecilku.
Nur…beberapa bulan yang lalu ketika libur semester aku ke Palestina seperti kau tau di sana terjadi perang, aku bertindak sebagai sukarelawan, aku sengaja tak memberitahumu. Aku tak ingin kamu khawatir, aku belajar banyak hal di sana. Peristiwa demi peristiwa tragis terus terjadi, di mana nyawa adalah abdi dari kecintaan terhadap Negara, kemiskinan, penderitaan, linangan air mata, itu telah menjadi pemandangan yang biasa, namun yang membuat aku begitu sedih ketika seorang lelaki tua yang berdiri di muka reruntuhan bangunan sambil memegangi beberapa lembar foto istri dan anak-anaknya yang hilang. Sesekali air matanya jatuh namun dia berusaha tegar. Pria itu ak henti-hentinya bertanya pada setiap orang yang lewat dihadapannya. Perang hanya akan menyisakan penderitaan, bukankah begitu Nur? Pria itu hanya satu dari sekian ratus bahkan ribuan orang yang menderita. Tapi sudahlah semua ini akan berakhir, Allah akan selalu memberi jalan kemudahan bagi orang-orang yang beriman dan taqwa padanya.
Nur….cahaya kecilku
Ingatkah dulu waktu kita berjalan di ladang jagungdi desa kita yang asri 2 hari sebelum aku berangkat ke Mesir? Aku memberimu sebuah gelang, kau dan aku tau gelang itu tak begitu berharga namun kau tetap menerimanya dengan senang hati dank au berjanji untuk terus memakainya sampai aku kembali nanti sebagai bukti kesetiaanmu, meskipun di kala itu aku belum dewasa namun aku yakin kau adalah cintaku yang terakhir dan aku cukup sadar untuk memahami perasaan itu.
Nur ….gadis kecilku yang lugu
Berjanjilah ketika aku dating nanti kau tetap Nur ku yang dulu, yang ceria namun masih lugu,, yang rendah hati , yang berakhlak mulia, yang polos sifatnya dan kesederhanaanmu itu yang selalu kurindu. Nur aku meminta satu hal lagi darimu dan aku harap kau tak keberatan. Berjanjilah untukku ketika surat ini dating padamu gunakanlah kerudung yang aku kirimkan ini, untuk menutupi rambut hitammu yang indah agar hanya aku seorang ketika Insya Allah menjadi suamimu kelak, hanya aku yang mengagumi kecantikanmu seutuhnya.
Nur ….gadisku yang selalu kurindu
Hanya ini saja goresan kerinduan yang dapat aku ungkapkan padamu semoga dengan surat ini aku dapat membuatmu senang. Aku tak ingin melihat air matamu lagi. Insya Allah ketika aku pulang nanti aku akan melamarmu langsung dan mudah-mudahan disetujui oleh orang tuamu. Salam sayang dan rindu untuk gadis kecilku tercinta…
Fadli

Kulipat suratku dan kumasukkan dalam amplop berwarna biru muda, dengan sedemikian rapinya kuetakkan di atas meja. Rencananya besok setelah ku membeli kerudung untuk Nur akan segera ku kirimkan. Aku tersenyum puas sepertnya rasa kantuk telah mulai menyapaku, kurebahkan tubuhku di samping Khairul tak lama kemudian aku mulai terlelap.
Adzan subuh berkumandang, membangunkan setiap umat yang asik bermain di alam mimpinya, demikian halnya aku. Walaupun rasa kantuk masih begitu melekat pada kedua mataku tapi aku berusaha untuk menjalankan shalat tubuh secara berjamaah di mesjid yang kebetulan tak begitu jauh dari rumah. Setelah aku berjamaah aku tidur sekitar 20 menit untuk meremajakan syarafku karena begadang tadi malam.
Aku merasa bingung kerudung mana yang cocok untuk dijadikan oleh-oleh pada Nur, beruntung aku bertemu Fatimah ia memang paling pandai soal memilih kerudung, kerudung yang ia pakai memang selalu membuat wajahnya terlihat cantik. Akhirnya kubelikan 5 untuk Nur dan tak lupa dengan cincin untuk melamar yang kubeli dengan hasil keringatku sendiri menulis artikel di koran. Pada saat aku membeli kerudung dan cincin hatiku berdebar-debar aku jadi tak sabar ingin lekas-lekas pulang melakukan lamaran pada Nur dan melihat Nur memakai kerudung asti dia akan terlihat anggun dan sangat memukau. Aku jadi tersenyum sendiri jika mengkhayalkan hal itu.


Sumber:
http://sssiktb.blogspot.co.id/2007/06/cerpen.html

0 komentar: