Esai Nailiya Nikmah JKF: FLP dalam Peta Kesusastraan Kalimantan Selatan (Refleksi Milad FLP ke-16)

19.52 Zian 0 Comments

Enam belas tahun yang lalu, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Muthmainnah serta beberapa orang dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia berkumpul di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia. Pertemuan berlanjut membicarakan minat membaca dan menulis para remaja Indonesia. Saat itu yang ada di benak mereka adalah bagaimana menyajikan bacaan yang bermutu sekaligus bagaimana menyalurkan potensi menulis dengan tepat karena mereka yakin betapa efektifnya menyampaikan gagasan melalui tulisan (Rosa, 2003:42). Akhirnya, 22 Februari 1997 berdirilah Forum Lingkar Pena (FLP) dengan Helvy Tiana Rosa sebagai Ketua Umum.
FLP adalah organisasi kepenulisan yang bersifat inklusif, terbuka bagi siapa saja. FLP tak mencetak kadernya untuk mengultuskan sesuatu atau seseorang. FLP tak mendesain anggotanya untuk saling tindas demi mencapai impian pribadi. FLP tidak mementingkan karya atau kemajuan diri sendiri tapi menggali potensi bersama, saling memberi, menerima dan mendukung tanpa melupakan semangat kompetisi yang sehat.

Kader FLP yang terbina dengan baik akan memiliki kekhasan dalam karyanya. Sebutlah cerpen “klasik” FLP yang ditulis oleh Helvy Tiana Rosa “Ketika Mas Gagah Pergi”. Cerpen ini mampu memberikan pencerahan kepada pembaca. Tidak sedikit pembaca yang “insyaf” setelah membaca cerpen tersebut. Selain itu ada novel Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan judul lainnya karangan Habiburrahman El Shirazy yang membawa pembaca ke kehidupan religius. Sementara Asma Nadia juga mengembangkan karyanya ke genre lain yang bertajuk catatan hati. Sederet nama lain seperti Intan Savitri, Afifah Afra, Sinta Yudisia, Rahmadiyanti, Dian Yasmina Fajri, Jazimah Al-Muhyi, Ifa Avianty, Pipiet Senja juga memuat kekhasan yang serupa dalam karyanya.
Salah satu unsur kekhasan itu adalah pencerahan. Apapun jenis tulisannya dan bagaimanapun bentuk tulisannya. Yang ditekankan adalah bagaimana sebuah karya dapat mencerahkan pembacanya yang berasal dari berbagai latar belakang. FLP memiliki visi untuk menjadi sebuah organisasi yang memberikan pencerahan melalui tulisan. FLP bertujuan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas karya anggota sebagai sumbangsih berarti bagi masyarakat; membangun jaringan penulis yang menghasilkan karya-karya berkualitas dan mencerdaskan; meningkatkan budaya membaca dan menulis di kalangan masyarakat; memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi penulis.[1]
Sebagai sebuah organisasi, FLP memiliki perangkat. Perangkat organisasi FLP terdiri dari: Musyawarah, Dewan Penasehat, Dewan Pertimbangan FLP, Ketua Umum, Badan Pengurus Pusat, FLP Wilayah, Cabang, dan Ranting. FLP bukan organisasi kepenulisan biasa. FLP adalah organisasi yang memperhatikan sistem jaringan. Oleh karena itu, dalam FLP terdapat alur pengkaderan yang jelas dan sistematis. Ini sudah dilakukan sejak tahap perekrutan anggota.
Nenden Lilis A. menyebutkan bahwa FLP merupakan pendukung sastra (fiksi) islami. Istilah sastra (fiksi) islami ia sebut sebagai salah satu kutub dari kebervariasian karya prosa dari segi isi.[2] Sementara itu, menurut Helvy (2003:41) dalam bukunya Segenggam Gumam, Taufiq Ismail menyebut FLP sebagai hadiah Tuhan untuk Indonesia. Dalam waktu yang relatif singkat FLP memiliki cabang di hampir 30 provinsi dan di mancanegara, beranggotakan sekitar 5000 orang, hampir 70% anggotanya perempuan. 500 orang di antaranya menulis secara aktif di pelbagai media massa. Pun di Kalimantan Selatan. FLP telah memiliki koordinator di Kal-Sel sejak kepengurusan awal.
Pendirian FLP di level pusat mengundang antusias di daerah dan provinsi lain. Melalui majalah remaja Annida, dibukalah rekruitmen anggota FLP untuk seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Di setiap provinsi atau daerah ditunjuk koordinator yang menjadi penghubung dengan pusat. Di awal berdirinya, untuk Kalimantan Selatan yang ditunjuk menjadi koordinator adalah Nailiya Nikmah dan Meldy Muzada Elfa (:Meldy sempat mengaktifkan FLP di Barabai (?) namun belakangan Meldy tidak aktif lagi di FLP).
Keanggotaan FLP di Kalimantan Selatan (semula bernama FLP Banjarmasin) sangat beragam. Mulai anak sekolah, mahasiswa, sampai pegawai kantoran. Kepengurusan resmi dan rapi baru dibentuk setelah momen kedatangan Asma Nadia ke Banjarmasin dalam Peluncuran Buku “Ketika Duka Tersenyum” 17 Februari 2002 di Masjid Raya Sabilal Muhtadin yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia (PPI).
Bertempat di Jalan Flamboyan III RT 42 No.2A (seterusnya menjadi alamat sekretariat FLP Kalimantan Selatan), terpilih Ketua Khairani, Sekretaris Yuliati Puspita Sari, Bendahara Heny Arisandi. Selain itu terdapat nama-nama lain sebagai pengurus beberapa divisi di antaranya Nailiya Nikmah, Nailiya Noor Azizah, Henny A, Siti Khadijah, Irva Sri Mulyati, Wahyu Fitriani, Heldy, Saiful Nazar, Rahmah Fitiah, Rahma Yanti, Supiah, Norlaili Nahrawati, Ratna, Sri Wahyu Nengsih, M. Nazli, Zain Arifudinnoor.[3]
2002 FLP Kalimantan Selatan (saat itu masih bernama FLP Banjarmasin) mengirim empat orang utusan (salah satunya penulis) ke Jakarta dalam agenda Silaturrahmi Nasional (Silnas) FLP. Setelah itu, FLP Banjarmasin sempat membuat even kepenulisan bekerja sama dengan majalah Annida, mendatangkan penulis Dian Yasmina Fajri dalam acara bertajuk Kafe Nida. Aneka lomba kepenulisan, kegiatan wisata, diklat dan kegiatan lainnya sempat digelar. Diklat pertama FLP Banjarmasin menghadirkan pembicara Drs. Jarkasi, M. Rafiek, Lieta dan Abdullah, SP.
Berbagai faktor kemudian membuat FLP Banjarmasin mati suri. Dalam masa kevakuman tersebut sempat terdengar kabar nama FLP dipakai oleh kelompok-kelompok lain namun tidak terdaftar di pusat. Sekitar 2007, FLP Banjarmasin bangkit kembali dengan pembenahan di sana-sini, salah satunya berubah nama menjadi FLP Wilayah Kalimantan Selatan dengan dua cabang di bawahnya, yaitu FLP Cabang Banjarbaru dan FLP Cabang Banjarmasin.
2012, di bawah kepemimpinan Nailiya Noor Azizah, FLP Wilayah Kalimantan Selatan merintis cabang baru, yaitu FLP Cabang Amuntai (berkedudukan di Kabupaten Hulu Sungai Utara) dan FLP Cabang Barabai (berkedudukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah). Hingga saat ini terdaftar 167 orang sebagai anggota FLP dalam lingkup wilayah Kalimantan Selatan dengan rincian 7 orang di FLP Wilayah Kal-Sel, 61 orang di FLP Cabang Banjarmasin (ketua Panji Arrohman), 70 orang di FLP Cabang Banjarbaru (ketua Muhammad Erry Zulfian), 13 orang di FLP Cabang Amuntai (ketua Rahmah), 22 orang di FLP Cabang Barabai (ketua Norliani) dan 1 anggota kehormatan, yaitu M. Hasbi Salim.[4] (Dalam perjalanannya, seperti yang lumrah terjadi dalam sebuah organisasi, ada yang datang dan ada yang pergi. Ada yang merapatkan barisan, ada yang mundur perlahan-lahan). Tiap cabang mengadakan pembinaan terhadap anggotanya.
Pembinaan terhadap anggota merupakan salah satu agenda wajib dalam alur kaderisasi FLP dan merupakan hak anggota. Dalam agenda pembinaan tersebut terdapat Forum Kepenulisan (FK) yang dilaksanakan secara berkala dengan materi yang terencana. FK diadakan di masing-masing cabang. Kegiatan lain yang pernah dilaksanakan oleh FLP di Kalimantan Selatan adalah Jumpa Tokoh (mengundang penulis Kal-Sel maupun luar Kal-Sel ke pertemuan FLP)‏; Silaturrahim Sastrawan (mengunjungi sastrawan Kalimantan Selatan di kediamannya); FLP Goes to School (program khusus untuk anak sekolah)‏; Bedah Karya Anggota FLP; FLP Kalsel Peduli Pendidikan (program untuk Guru)‏; Penerbitan Buku karya anggota FLP; Buka Puasa Bersama; Arisan Antologi; Aneka Lomba dan Seminar Kepenulisan; Advokasi Karya Penulis FLP; Kunjungan ke Media; Up Grading Wilayah; Menghadiri Undangan Kesusastraan serta Koordinasi FLP se-Jaringan Wilayah Kalimantan (Kalsel, Kaltim, Kalbar, Kalteng).‏
Menjadi anggota FLP di Kalimantan Selatan adalah menjadi anggota FLP di wilayah yang memiliki banyak penyair dan sastrawan. Wilayah yang memiliki agenda sastra tahunan (Aruh Sastra) dan maraknya penerbitan karya berupa buku. Hal ini merupakan fenomena tersendiri bagi anggota FLP Kalimantan Selatan. Diharapkan karya-karya anggota FLP dapat memperkaya khasanah kesusastraan di Kalimantan Selatan tanpa kehilangan bentuknya sendiri.
Mencari FLP dalam peta kesusastraan Kalimantan Selatan tentunya tidak hanya mencari nama-nama tetapi mencari karya-karya di balik nama-nama tersebut. Data karya anggota FLP yang terlacak oleh penulis di antaranya Pelangi di Pelabuhan, antocer FLP se-Kalimantan Selatan (Nuun Publishing, 2011), Cintaku Hanyut di Facebook (Giratuna, 2011), Bukan Catatan Stress Mahasiswa Tingkat Akhir (Uma Haju Publishing, 2011), Impian Sang Syuhada (Leutika, 2011), Cinta Bersulam Noda (Zukzez Express, 2012), Surat Berbahaya (Zukzez Express, 2012), Funtastic For You (Zukzez Express, 2012),  Melukis Dunia dalam Kata (Zukzez Express, 2012), Beling-beling Cinta, Sungai Berpesan dalam Dialog Kesunyian, dan Kumpulan Puisi Fatamorgana. Beberapa anggota juga menerbitkan karya secara individu dan atau bergabung dengan penulis lain di luar FLP, seperti Nailiya Noor Azizah, Khairani, Saprudi, Nailiya Nikmah, Jumiadi Khairi Fitri, M. Hasbi Salim, Muhammad Erry Zulfian, Arief Rahman Heriansyah, Zian Armie Wahyufi, Raida Fitriani dan yang lainnya. Selain itu, karya kader FLP Kalsel yang lainnya dapat dijumpai di harian lokal, baik yang berupa fiksi maupun non fiksi.
Dalam Up-grading FLP Kalimantan Selatan 2012 yang menghadirkan pengurus FLP pusat, satu simpulan terwacanakan: menjadi anggota FLP berarti menjadi penulis yang mencerahkan. Penulis yang terus mengukir karya, mengabdikan diri dan meng-artikan diri dengan atau tanpa penghargaan. Ini artinya, anggota FLP harus menyiapkan diri untuk terus menjadi pembelajar agar bisa menghasilkan karya yang bermakna. Menjadi anggota FLP berarti memantapkan diri untuk berkarya, berbakti dan berarti. Lalu, yang membarengkan kerja kerasnya dengan ikhlas dan sabar akan menuai hasilnya. Apakah yang paling membahagiakan pengarang selain pembaca yang tercerahkan oleh karyanya? Di milad FLP yang ke-16, sebagai bagian dari keluarga besar FLP, FLP Kalimantan Selatan masih harus berbenah demi meningkatkan kualitas anggotanya dalam hal karya dan manajemen organisasi. Selamat milad FLP, teriring harapan semoga kader FLP di Kalimantan Selatan terus berkarya dan turut memajukan banua. Salam pena!


Catatan:
[1] AD/ART FLP
[2] Nenden Lilis A. , Pascakolonial, Teks dan Gerakan Sastra (Kondisi dan Respon Sastra Indonesia Mutakhir) Jurnal Cerpen Indonesia, edisi 12, 2012:107
[3] Ada beberapa nama lain yang datanya hilang
[4] Up-date data 2012, status (aktif/tidak) dan jenjang beragam.

Sumber:
http://nailiyanikmah.blogspot.co.id/2013/02/esai-naiflp-dalam-kesusastraan.html

0 komentar: